Sejam kemudian, aparat tiba-tiba masuk kembali, dengan menembakkan gas air mata. Ketika itu pun, kawan-kawan yang bersolidaritas, yakni bukan warga, sudah tarik mundur.
Tapi, ketika kami sudah keluar dari kawasan Tamansari, diburu aparat tanpa alasan yang jelas.
Media-media massa memberitakan ada kerusuhan. Kami bertanya, media-media massa mendefenisikan kerusuhan seperti apa? Tidak ada kerusuhan kok.
Kemudian kawan-kawan dituduh membakar rumah. Lha, rumah itu kena gas air mata kok. Kalau mau, turunkan saja tim forensik untuk membuktikan, kami berani, bisa diuji.
Baca Juga: Dua Personel Polisi Kena Pelanggaran Disiplin saat Penggusuran Tamansari
Tapi sekarang mau bagaimana diujinya, (rumah) sudah diratain. Kami tidak ada yang melakukan pembakaran.
Logikanya begini, itu rumah warga yang kami pertahankan, ngapain kami bakar. Jadi logika kebanyakan media massa dan aparat tidak masuk akal banget. Itu fakta diputarbalikkan.
Kalau teror dari pihak-pihak yang ingin Tamansari digusur, sudah lama dirasakan oleh warga maupun kawan-kawan, kurang lebih sudah sejak satu setengah tahun lalu.
Apa imbas penggusuran ini secara ekonomi dan budaya?
Yang pasti begini, kalau dibilang menertibkan wilayah perkumuhan, tidak masuk akal juga. Perkumuhan tidak hanya di Tamansari, tapi wilayah Astana Anyar.
Baca Juga: Penggusuran di Tamansari Ricuh, Mahfud: Siapapun Tak Boleh Melanggar Hukum
Soal aset, banyak aset Pemkot yang sudah jelas atau bukan bersengketa. Kalau ini kan bersengketa. Jadi, kalau mau dipakai (untuk proyek kampung deret), kenapa tidak pakai yang tak bersengketa?