Sejak awal mereka datang untuk sosialisasi sudah enggak beres. Mereka mengklaim SP 1, SP 2 dan segala macam, sedangkan proses gugatan secara hukum masih berjalan.
Secara legalitas, pemerintah melalui pemberitaan di berbagai media mengklaim lahan itu milik mereka. Kalau benar, ya harus dibuktikan dengan sertifikat.
Warga memang tak memunyai sertifikat. Tetapi pemerintah juga enggak punya. Berbekal tanda jual beli tahun 1921, warga menggeruduk BPN, mereka tanya status tanahnya itu apa?
Nah, dari situ didapat informasi, status tanah di sana enggak ada yang punya, dalam arti sebagai status quo.
Baca Juga: Dua Personel Polisi Kena Pelanggaran Disiplin saat Penggusuran Tamansari
Status quo itu artinya bisa disertifikasi oleh warga. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria atau UUPA, dinyatakan kalau suatu lahan tak bertuan atau berupa lahan tidur lebih dari 20 tahun, warga berhak mendaftarkannya untuk disertifikasi.
Nah, hal itulah yang didugat warga melalui pengadilan dan sekarang proses hukumnya masih berjalan. Kemudian, tiba-tiba ada penggusuran sedemikian rupa. Jadi sudah berapa banyak aturan yang dilanggar pemerintah?
Pemerintah tidak menghormati proses pengadilan dan sebagainya, mereka berkukuh itu tanah negara. Secara prosedur hukum, mereka sudah cacat.
Izin lingkungan (untuk proyek kampung deret pemkot) kan butuh sertifikat, dari mana mereka punya izin lingkungan? Izin lingkungan sudah turun katanya, izin lingkungan bagaimana? kan izin itu butuh sertifikat, sedangkan mereka tidak punya.
Belum lagi pelanggaran lain yang dilakukan Pemkot Bandung, semisal pengembang (proyek kampung deret) yang ternyata masuk blacklist (daftar hitam).
Baca Juga: Penggusuran di Tamansari Ricuh, Mahfud: Siapapun Tak Boleh Melanggar Hukum
Apa yang sudah dilakukan untuk melawan penggusuran tersebut?