Apa kira-kira yang paling diunggulkan Sleman untuk mencapai target angka 10 juta kunjungan wisatawan itu?
Jadi, masyarakat itu kita buat sadar pariwisata, supaya mengelola wilayahnya dengan baik, menjaga kebersihan, ramah dengan tamu-tamu yang datang. Kita kan punya banyak objek wisata. Desa wisata saja kita sudah (punya) lebih dari 30-an.
Tahun 2017, kita itu sudah mendorong Tebing Breksi sebagai objek wisata yang paling populer. Kemudian 2018 (diunggulkan) Lava Bantal yang ada di Berbah. Sekarang kita mengajukan Kampung Flory.
Soal industri kreatif, bagaimana cara Pemkab Sleman mengembangkannya?
Baca Juga: Eks CEO PSS Pakai Kaus Sleman di Santiago Bernabeu, Netizen: Susah Move On
Kami itu ada yang namanya ruang kreatif, creative space di Condongcatur. Itu tempat untuk berkumpulnya orang-orang muda kreatif yang ada di Kabupaten Sleman, mulai dari membuat film animasi, segala macam kegiatan untuk program bisnis anak-anak muda, dan untuk memulai bisnis online juga ada di sana.
Selain Dinas Koperasi dan UMKM, kami juga menyiapkan pusat konsultasi bagi pemula yang akan membuka usaha, apa saja. Mereka bisa datang ke situ dengan segala permasalahan. Nanti akan diarahkan sampai dengan merinci kualifikasi usahanya, rasa, cara branding, packaging, kita siapkan di situ ahlinya.
Di Disperindag, kami juga punya showroom untuk UMKM yang ada di Kabupaten Sleman, untuk display, dan setiap minggu akan dievaluasi. Setiap hari tamu yang berkunjung ke Sleman juga selalu kita arahkan ke sana. Sering terjadi juga, ketika ada rombongan besar, sekali belanja, ya lumayan banyak.
Lalu, di bidang pendidikan dan kesehatan, apa program unggulan Pemkab Sleman?
Sejak 2009 (saat) saya menjadi Plt Bupati, saya sudah mencanangkan pendidikan wajib Sleman itu adalah 12 tahun, sampai SMA atau SMK. Bagi mereka yang enggak mampu, kewajiban pemerintah untuk membayari. Jangan sampai biaya menjadi kendala.
Baca Juga: Bivitri Susanti: Pembahasan RKUHP Harus Terbuka dan Libatkan Banyak Pihak
Lalu kesehatan, anak-anak ini sudah kita perkenalkan dengan arti pentingnya zat besi. Jangan sampai remaja kekurangan zat besi. Kalau kekurangan, nanti ketika mereka hamil, cenderung anaknya rawan stunting. Ini kita bekali mereka.
Bagaimana dengan penerapan program smart regency di Kabupaten Sleman?
Seminggu kemarin kami diundang oleh Kominfo, kerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) dengan KOICA (Korea International Cooperation Agency/Badan Kerjasama Internasional Korea). Kita dijadikan pilot project. Hanya dua kabupaten (jadi pilot project), yaitu Sleman dan Badung.
Satu atau dua bulan yang lalu, (kita) juga diundang khusus Gubernur BI ke Jakarta. Kita sudah paling tinggi kaitannya dengan penerimaan dan pembayaran cashless. Kami dijadikan pilot project. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita hampir semuanya dengan sistem non-tunai.
Selain itu, kita juga berani membuka diri untuk menerima laporan masyarakat, mulai dari mengkritik, usulan, hingga permintaan. Yang berani belum banyak. Dengan aplikasi Lapor Sleman yang dikembangkan Kominfo, didanai UNDP dan KOICA, (tingkat) kabupaten baru Sleman dan Badung yang berani. Kecepatan penanganan (laporan) kami setengah jam sampai tiga hari.
Terakhir, soal bencana, terutama karena letak geografis Sleman yang dekat dengan Gunung Merapi, itu bagaimana cara Pemkab Sleman mengantisipasi atau menanggulanginya?
Lahirnya BPBD di mana-mana, itu Sleman sudah lahir duluan. Kita dulu punya dinas namanya P3BA. Dulu di tempat lain belum ada. Kenapa kita punya itu? Karena kita punya Merapi.
Lalu ternyata, di mana-mana mulai muncul bencana, seperti tsunami 2004 di Aceh, kemudian 2006 gempa bumi di Bantul, kemudian ada ini-itu. Akhirnya pemerintah kewalahan kalau tidak punya lembaga, (hingga) akhirnya pemerintah membuat BNPB.
Kemudian untuk penanggulangan bencana, Sleman ini dijadikan rujukan. Kita tinggal mengembangkan. Kita sadar betul, Sleman itu punya potensi bencana macam-macam. Hanya satu yang enggak, yaitu tsunami. Kalau Sleman sampai kena tsunami, Jogja kiamat.
Kalau (bencana) hanya ditangani BPBD saja, itu kurang. Maka dari itu, kita juga membangkitkan kesadaran masyarakat, supaya mereka juga berminat menjadi relawan. Mereka juga dilatih dengan keahliannya masing-masing, seperti memasak, evakuasi korban, dan sebagainya. Para relawan itu juga kita apresiasi. Kita bayarkan BPJS-nya; ada semacam asuransinya.