Tapi ada juga tudingan lain, bahwa WP atau Wadah Pegawai KPK konon sampai bisa mengendalikan pimpinan KPK. Itu bagaimana?
Pasti enggak lah, itu hoaks. Yang mengendalikan KPK itu adalah pimpinan yang lima (orang). Karena secara hukum, secara undang-undang, lima pimpinan itulah yang memutuskan segala sesuatunya di KPK.
Ada juga berita WP KPK katanya sempat "mencegat" Saut Situmorang demi pernyataan pers capim KPK bermasalah, tempo hari. Benarkah?
Ya, itu kan pemberitaan memang (judulnya) dibuat bombastis ya. Padahal, yang namanya anak pasti mengadu ke bapak. Jadi, pegawai itu saking sayangnya dengan lembaga ini, tentu kalau ada kejadian-kejadian luar biasa, pasti ngadu ke bapak (pimpinan). Jadi kadang-kadang, dibuat analogi-analogi kaya (peristiwa) Rengasdengklok (oleh media), biar heroik aja kesannya. Padahal enggak. Ini anak ngadu ke bapak, "Yuk bapak, ini kita harus berjuang sama-sama." Kira-kira begitu.
Baca Juga: Jokowi: Pemerintah Sedang Bertarung Memperjuangkan Substansi RUU KPK
Bahkan dulu pernah juga ada "bapak" yang sempat dilawan pegawainya kabarnya, ya? Sampai sempat ada SP3 (Surat Peringatan)?
Iya, karena kita sayang sama bapak kita. Jadi kalau bapak salah, kita ingatkan. Nah, itulah integritas itu. Jadi di KPK itu (kita) tidak melihat siapa, tapi melihat apa yang dilakukan.
Anda kan termasuk generasi atau angkatan pertama di KPK. Bisa ceritakan sedikit kenangan atau situasi saat itu, soal prosesnya, juga mungkin refleksinya terhadap kondisi saat ini?
Jadi, sebagian besar pegawai yang bergabung di Indonesia Memanggil (IM) pertama itu adalah orang yang sudah mapan di pekerjaan profesional masing-masing. Karena waktu itu rekrutmennya memang ada dua jalur, jalur profesional dan jalur pilihan yang kemudian sebagian dari mereka itu disekolahkan di Akpol. Jadi saya termasuk yang jalur profesional yang langsung kerja. Jadi, introduksi 1 bulan langsung kerja. Di dalam satu bulan itu kita diajarkan berbagai teori dan praktik modern pemberantasan korupsi. Ke mana kita berkiblat waktu itu? Karena kita negara Asia, kita berkiblat ke Malaysia (Malaysian Anti-Corruption Commission/MACC), Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB), sama ICAC Hong Kong.
Jadi cerita-cerita tentang perjuangan ICAC Hong Kong itu membuat kami meyakini bahwa melawan korupsi itu pasti akan menghadapi situasi-situasi seperti hari ini. Jadi, ketika "Cicak vs Buaya 1", "Cicak vs Buaya 2", "Cicak vs Buaya 3", dan mungkin teman-teman sudah dengar juga berita soal "Cicak vs Buaya 4.0" itu, bagi kami ini memang sudah diprediksi. Karena apa? Karena pasti, mereka yang berkuasa, mereka yang punya modal, mereka yang terganggu dengan kerja-kerja hebat KPK, pasti bersatupadu juga untuk membunuh KPK.
Baca Juga: Bupati Penajam Paser Utara: Akan Jadi Tinta Emas Pak Jokowi untuk Indonesia
Nah, inilah yang kami rasakan selama lebih kurang 15 tahun di KPK. Jadi, situasi seperti ini sebenarnya sudah didengungkan sejak awal. Cuma, kita kan masih berharap nih, ada orang-orang baik yang jadi elite politik, yang kemudian memimpin negara... (Presiden) Jokowi ini kan penerima Bung Hatta Award. Dan banyak sekarang, kalau saya lihat di media sosial, yang kecewa dengan sikapnya yang dinilai tidak lagi mampu memimpin negaranya dalam pemberantasan korupsi.
Apakah itu artinya, dengan modal awal pengetahuan dan gambaran seperti itu, optimisme di teman-teman KPK sejauh ini masih cukup kuat?
Kuat. Jadi, yang perlu digarisbawahi mungkin, kalau banyak orang yang sinis ke KPK, (menyebut) bahwa itu sedang memperjuangkan asap dapurnya, sedang memperjuangkan periuk nasinya, itu sah-sah saja mereka menuduh begitu. Yang namanya orang bekerja pasti ada harapan lah, ndak ada yang gratis. Tapi, yang mereka tidak sadari adalah, orang yang bekerja di KPK itu sudah melewati suatu fase. Kan tadi di awal saya sudah bilang. Mereka (pegawai KPK) itu ibaratnya orang bekerja, gaji pertama yang diterima di KPK itu "terjun payung". Jadi, turun drastis. Dulu ada direktur utama perusahaan multinasional gabung KPK. Direktur perusahaan-perusahaan swasta dan perbankan yang sudah mapan secara eknomi, itu gabung KPK. Niatnya apa? Mereka mau berantas korupsi. Dan memang waktu itu, salah satu syarat mutlak untuk menjadi pegawai KPK waktu itu adalah integritas. Jadi tidak lihat latar belakang sekolahnya apa, tidak lihat IPK-nya berapa waktu itu. Tapi, mau nggak berantas korupsi? Ayo gabung! Nah, itulah yang membuat KPK sampai hari ini bisa bertahan.
Nah, cuma memang, segala daya upaya koruptor untuk "memasuki" KPK, ya akhirnya terbukti hari ini. Legislatif itu berkali-kali ingin merevisi UU KPK. Padahal Undang-Undang itu sudah efektif menurut kita, walaupun tidak ada yang sempurna ya. Kemudian sekarang, Presiden yang di tangannya masih ada jejak Bung Hatta Award itu, tidak mengambil sikap yang tegas terhadap apa yang seharusnya menjadi momentum dia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dia adalah pemimpin besar perang melawan korupsi.
Ada juga tudingan bahwa terhadap poin (revisi UU KPK) soal akan berstatus ASN, itu pegawai KPK menolaknya karena selama ini sudah enak. Bagaimana itu?
Ya, balik lagi ke sejarah berdirinya KPK. Makanya orang di luar kan nggak paham. Sejarah berdirinya KPK itu dulu, supaya orang KPK itu tidak memikirkan lagi hal-hal di luar pekerjaannya, misalnya nih, anak sakit udah ditanggung oleh kantor. Jadi mereka, KPK itu, kami itu bisa dikatakan sudah mandiri (secara tunjangan). Makanya dari sisi pendapatan, ya, kita sudah nggak bisa nyari sampingan. Dan itu salah satu indikator yang dibangun oleh pemerintah pada waktu itu, bahwa pegawai KPK ini gajinya harus tinggi. Supaya apa? (Supaya) Dia bisa menjaga (dari) godaan-godaan yang mungkin terjadi di dalam proses dia melakukan pemberantasan korupsi.
Jadi memang, segala macam tudingan yang dialamatkan ke KPK itu mereka cari-cari saja. Kan tadi juga saya sudah gambarkan, orang yang gabung KPK (sejak awal) itu orang yang sudah mapan secara ekonomi. Jadi, kalau jadi ASN, kita bayangkan, ini sebenarnya negara sedang mengambil alih independensi yang seharusnya bukan karena faktor ASN atau tidak ASN. Mereka ingin mengambil alih kontrol sebenarnya. Kalau mau lihat kajian-kajian akademiknya, banyak itu pakar-pakar yang sudah bicara tentang ini.
Bahkan (lucunya), ASN yang bergabung ke KPK itu, akan balik lagi jadi ASN. Coba bayangin itu. Lucu aja kan? Mereka mau gabung KPK karena mereka melihat ASN itu tidak independen selama ini. Sekarang mau dikembalikan. Inilah yang saya maksud (juga) sebagai bagian dari pelemahan itu. Dan ini sistematis.