Beka Ulung Hapsara: Razia Buku oleh Ormas Itu Tindak Pidana, Melanggar HAM

Rabu, 07 Agustus 2019 | 18:06 WIB
Beka Ulung Hapsara: Razia Buku oleh Ormas Itu Tindak Pidana, Melanggar HAM
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. [Akun Twitter @Bekahapsara/Olah gambar Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini, aksi sweeping atau razia sekaligus penyitaan buku-buku yang disebut "tak sesuai" kembali terjadi. Yang terbaru dan masih hangat adalah aksi razia buku yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan diri ormas Brigade Muslim Indonesia (BMI) di Toko Buku Gramedia Makassar.

Dalam aksi razia yang kemudian video pernyataan penyitaannya viral di internet tersebut, antara lain diklaim bahwa buku-buku yang dirazia dan disita adalah buku-buku yang tidak diperbolehkan beredar, atau dengan kata lain "buku terlarang".

Namun, terlepas dari apakah benar buku-buku tersebut terlarang menurut peraturan perundang-undangan yang resmi atau tidak, aksi razia dan sweeping buku itu sendiri sudah memancing banyak komentar --terutama respons negatif-- dari khalayak. Apalagi terkait informasi bahwa yang melakukan razia adalah massa dari ormas tertentu, bukan aparat hukum.

Sehubungan itu, Suara.com coba meminta tanggapan sekaligus pandangan dari salah seorang Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. Berikut petikan wawancara singkat dengan pria kelahiran Cilacap, 26 April 1975 ini.

Baca Juga: Semena-mena Razia Buku di Gramedia, Gubernur Sulsel Panggil Ormas BMI

Beberapa waktu lalu sekelompok massa dari Brigade Muslim Indonesia (BMI) merazia buku-buku --yang disebut berisikan ajaran-- Marxisme dan Leninisme di toko buku Gramedia Makassar. Sebelumnya, hal yang sama juga terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Apakah aksi itu dapat dibenarkan?

Aksi merazia buku di toko buku Gramedia Makassar dan sweeping buku berbau komunis di Probolinggo itu tidak dapat dibenarkan. Karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa merazia, menyensor, melarang atau menyita, harus melalui keputusan pengadilan. Jadi tidak ada yang boleh merazia buku tanpa keputusan pengadilan, termasuk penegak hukum.

Ormas sisir buku di Gramedia - (Instagram/@tanah.merdeka)
Ormas sisir buku di Gramedia - (Instagram/@tanah.merdeka)

Apakah aksi razia buku itu melanggar hukum dan dapat dipidana?

Aksi merazia buku oleh kelompok BMI itu adalah tindakan pidana, karena ada unsur pemaksaan di sana. Seseorang atau sekelompok orang yang mengambil paksa barang orang lain, itu tindakan pidana.

Apakah aksi sweeping buku Marxisme itu melanggar HAM?

Baca Juga: Razia di Gramedia, BMI Malah Pegang Buku Romo Magnis yang Kritik Marx?

Iya, tentu tindakan itu melanggar HAM. Khususnya melanggar hak warga untuk memperoleh pengetahuan. Mereka telah mengganggu kebebasan dan ketenangan warga lainnya untuk mengakses pengetahuan dari buku yang dijamin konstitusi.

Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi kasus razia buku ini? Apa yang perlu dilakukan? Simak penjelasannya di laman selanjutnya..!

Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi kasus razia buku ini? Apa perlu pemerintah lewat kepolisian mengambil tindakan hukum terhadap kelompok yang melakukan razia tersebut?

Pertama, pemerintah harus secara tegas menindak aksi semena-mena dan main hakim sendiri itu. Kedua, pemerintah harus memastikan tidak ada aparat, baik itu TNI maupun Polri, yang terlibat dalam aksi razia buku tersebut. Sebab, buku itu penting untuk pengetahuan. Jika tidak suka atau tidak sesuai dengan isinya, silakan dibedah dan dikritik melalui diskusi.

Diskusi sebuah teori atau ideologi itu perlu, untuk mengetahui sejauh mana relevansi ideologi itu. Sebagai diskusi, harusnya (itu) bebas dilakukan secara terbuka dalam ranah ilmiah.

Ketiga, pemerintah daerah harus mengembangkan iklim yang sejuk dalam memberi ruang diskusi di masyarakat. Misalnya, saya tidak setuju dengan paham kapitalisme. Maka untuk membedah itu saya perlu membaca teori sosialis, Marxisme, untuk mengetahui kapitalisme itu lebih dalam. Sebab kontradiksi kapitalisme adalah sosialisme dan Marxisme.

Lalu, bagaimana peran kampus dalam hal ini?

Saya kira kampus harus menjadi garda depan untuk membedah teori-teori sosial, kiri, ideologi-ideologi besar dunia, kritik ideologi, (dan) bagaimana mengkontekskannya di negara kita.

Pengunjung melihat-lihat buku di bazar buku dalam Gramedia Writers & Readers Forum (GWRF) 2019 di Perpusnas RI, Jakarta, Jumat (2/8). [Suara.com/Oke Atmaja]
Pengunjung melihat-lihat buku di ajang bazar buku Gramedia Writers & Readers Forum (GWRF) 2019 di Perpusnas RI, Jakarta, Jumat (2/8/2019). [Suara.com/Oke Atmaja]

Apa sebenarnya motif BMI atau kelompok-kelompok intoleran melakukan aksi sweeping buku-buku Marxisme itu? Apakah itu terencana dan sistematis? Sebab, Ketua BMI mengaku melakukan razia melibatkan intel Kodim dan berkoordinasi dengan aparat?

Mau dengan intel Kodim, dengan aparat kepolisian, mereka tidak berhak dan berwenang melakukan razia buku tersebut.

Tapi kami belum menemukan indikasi aksi itu sistematis atau tidak. Tapi yang jelas, (bahwa) itu disengaja dan direncanakan, iya. Hanya memang polanya di setiap kejadian hampir sama: mereka berkoordinasi dengan aparat kepolisian, kemudian aparat membolehkan. Begitu polanya. Beberapa kali kejadian, polanya seperti itu.

Apa yang harus dilakukan pemerintah supaya kasus serupa tidak terulang di masa mendatang seperti yang sudah-sudah?

Saya kira polisi harus mengambil tindakan tegas. Tidak boleh ada lagi aksi-aksi main hakim sendiri seperti itu ke depan. Jika memenuhi unsur pidana dalam aksi razia buku kelompok BMI itu, polisi (harus) memprosesnya secara hukum.

Razia buku berbau Marxisme itu sebenarnya fenomena apa?

Aksi razia buku berbau faham-faham Marxisme dan komunisme itu (adalah) sebuah kemunduran di era digital sekarang ini. Sebab sekarang orang bebas menyebarkan berbagai macam ideologi, paham-paham apa saja, di dunia maya, internet. Orang kini bisa mengakses dan mencari ideologi apa saja di internet. Saya kira tindakan kelompok intoleran itu (merupakan) kemunduran cara berpikir.

Selain itu, dengan aksi razia buku Marxisme di toko buku itu, menimbulkan masalah lain, (yaitu) dapat mematikan bisnis percetakan buku dan merugikan penulis. Kalau aksi seperti itu masif terjadi, percetakan buku bisa gulung tikar dan menambah persoalan baru lagi. Padahal bisnis percetakan buku sekarang bukan bisnis yang untungnya besar dan cepat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI