Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM sejatinya bukan masalah hukum semata, tapi juga masalah political will. Memang, dalam peraturan perundang-undangan atau sistem peradilan, kita mempunyai sejumlah masalah. Namun demikian, masalah tersebut sesungguhnya bisa dilampaui jika saja otoritas politik baik di tingkat nasional maupun lokal memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikannya. Jadi masalah utamanya adalah political will yang lemah, misalnya dalam isu penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Berdasar catatan Imparsial, berapa jumlah kasus pelanggaran HAM di periode pertama pemerintahan Jokowi?
Secara jumlah, memang tidak tersedia data yang bisa menjadi rujukan bersama, mengingat jumlah yang diangkat berbagai lembaga bisa jadi bervariasi. Namun demikian, yang penting bahwa isu penegakan HAM tidak bergantung seberapa besar dan tingginya kasus pelanggaran yang terjadi. Bahwa sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin dan melindungi hak asasi setiap orang warganya. Apakah jumlah kasusnya satu atau lebih, tetap menjadi kewajiban negara untuk menegakkannya.
Lalu, bagaimana prediksi Imparsial ke depan, apakah Jokowi bakal bisa menuntaskan beragam pelanggaran HAM masa lalu seperti janji periode pertama mereka?
Baca Juga: Jokowi Jelaskan 5 Visi Indonesia ke Menlu Singapura di Istana Bogor
Upaya penyelesaian kasus HAM masa lalu diakui bukan agenda yang mudah dilakukan, mengingat banyak faktor yang memengaruhi. Meski demikian, hal itu tidak boleh dijadikan alasan oleh pemerintah untuk (tidak) menyelesaikannya, terutama memberikan keadilan kepada para korban dan keluarganya. Sebagai bagian dari janji politiknya, Presiden Jokowi dituntut untuk merealisasikannya pada periode keduanya. Hal itu akan menjadi ukuran seberapa besar komitmen Jokowi atas janji-janji politiknya. Presiden punya waktu lima tahun untuk membuktikannya.
Menurut Anda, apa sih kendalanya? Apa karena ada jenderal-jenderal Orba di tubuh pemerintahan Jokowi?
Keberadaan jenderal-jenderal Orba di dalam pemerintahan Jokowi diakui menjadi salah satu faktor penghambat upaya penyelesaian kasus HAM masa lalu. Hal itu harus dievaluasi dan tidak boleh lagi diberikan ruang untuk menempati jabatan apa pun pada periode pemerintahan keduanya. Jika mereka tetap ada dan eksis di dalam pemerintahannya, upaya penyelesaian kasus HAM masa lalu akan menjadi sulit.
Selain itu, sikap elite politik yang pragmatis merupakan hal lain yang menghambat upaya penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu. Pragmatisme politik mengabaikan agenda HAM, termasuk penyelesaian kasus masa lalu, dan tidak melihatnya sebagai sesuatu yang penting.
Baca Juga: Jokowi Jilid II: Krisis Legitimasi atau Peluang Politik Progresif?