Ghufron Mabruri: Periode Pertama Jokowi, Isu HAM Tak Cukup Dapat Perhatian

Rabu, 17 Juli 2019 | 15:15 WIB
Ghufron Mabruri: Periode Pertama Jokowi, Isu HAM Tak Cukup Dapat Perhatian
Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri. [Ilustrasi: Ema / Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintahan periode pertama yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memasuki pengujung, dan segera akan memasuki periode kedua dengan dipastikannya pasangan Jokowi-Maruf Amin sebagai Presiden dan Wapres terpilih. Namun begitu, masih ada sejumlah kritik atau kekurangan yang dirasakan banyak pihak di sepanjang periode pertama Jokowi. Salah satunya adalah isu hak asasi manusia (HAM), khususnya lagi dalam hal penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu.

Sementara itu, Jokowi melalui pidato Visi Indonesia yang ia sampaikan pada Minggu (14/7/2019) malam lalu misalnya, telah menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur masih akan menjadi salah satu program prioritasnya, bersama pembangunan SDM, perbanyak atau membuka keran investasi, reformasi birokrasi, serta APBN tepat sasaran. Masalah hukum tampaknya tidak termasuk ke dalam lima bagian tersebut, apalagi isu HAM.

Lantas, bagaimana pandangan pengamat atau aktivis HAM terhadap hal ini? Lebih jauh, apakah masih ada optimisme jika Jokowi dan pemerintahannya akan menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu, sebagaimana yang jauh hari dulunya pernah diutarakan lewat janji-janji politiknya? Berikut petikan wawancara Suara.com dengan Ghufron Mabruri, Wakil Direktur Imparsial, baru-baru ini:

Apakah berbahaya kalau Presiden mendongkrak beragam proyek pembangunan infrastruktur tapi tak dibarengi dengan konsentrasi terhadap rule of law dan jaminan HAM? Bagaimana bahayanya? Apa bentuk konkretnya?

Baca Juga: Jokowi Jelaskan 5 Visi Indonesia ke Menlu Singapura di Istana Bogor

Rule of law dan HAM seharusnya menjadi landasan penting dalam kebijakan apa pun yang dibuat oleh pemerintah, termasuk dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur. Dalam konteks pembangunan insfrastruktur misalnya, pemerintah seharusnya tidak boleh lepas lepas dari pendekatan HAM sebagai salah satu prinsip negara hukum. Hal itu tentunya penting untuk memastikan kebijakan itu dibuat dan dijalankan sesuai dengan koridor hukum dan tidak dijalankan secara sewenang-wenang, serta tidak mengabaikan aspek pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia. Pengabaian HAM dalam pembangunan berpotensi menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Lantas, apakah menurut Imparsial, pemerintahan saat ini belum menerapkan rule of law? Apa sih ciri-ciri konkretnya?

Pemerintah ke depan memang perlu memberikan perhatian yang besar terkait penguatan rule of law, baik itu pada tataran peraturan perundang-undangannya maupun penerapannya. Ada sejumlah hal yang perlu dikoreksi oleh pemerintah. Salah satu prinsip rule of law adalah pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia di mana pada titik ini kita memiliki banyak masalah. Misalnya adalah adanya peraturan yang disharmonis dari sisi hak asasi manusia. Ada UU yang menjamin suatu hak asasi, tetapi ada juga UU yang justru mengancam. Hal itu bisa dilihat dari amandemen UUD 1945 yang memastikan Bab tentang jaminan perlindungan HAM, atau UU No. 39 tentang HAM yang bisa dilihat sebagai capaian positif. Namun demikian, banyak UU lain yang menjadi ancaman terhadap HAM tapi masih dipertahankan. Sebut saja UU ITE atau KUHP yang ada sekarang. Lebih jauh, kita belum bicara tentang penerapannya yang juga sarat dengan masalah.

Menurut Anda, apakah di periode pertama pemerintahan Jokowi tak ada langkah maju soal penyelesaian kasus-kasus HAM? Apa parameternya?

Harus diakui, pada periode pertama pemerintahan Jokowi, isu HAM tidak cukup mendapat perhatian yang memadai, dan bahkan ada kesan dipingggirkan. Padahal jaminan dan perlindungan HAM menjadi salah satu ukuran dari berjalan baiknya demokrasi dan rule of law di sebuah negara.

Baca Juga: Jokowi Jilid II: Krisis Legitimasi atau Peluang Politik Progresif?

Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri. [Istimewa / Olah gambar Suara.com]
Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri. [Istimewa / Olah gambar Suara.com]

Apa yang menjadi kendala berlarut-larutnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Apakah sistem peradilannya, atau political will?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI