Kekinian, banyak dana pendidikan diarahkan untuk pendidikan vokasi atau kejuruan, bagaimana penilaian Anda?
Sebenarnya, pendidikan vokasi itu adalah jawaban terhadap data-data statistik selama ini bahwa kebanyakan yang menganggur adalah lulusan SLTA.
Pendidikan vokasi ingin membekali anak-anak dengan keterampilan agar terserap dunia kerja. Tapi menurut saya, pendidikan vokasi itu jangan hanya mengejar keterampilan, tapi keahlian, ini beda ya.
Kalau kita belajar sejarah pendidikan Indonesia, mungkin pernah dengar nama tokoh Muhammad Tengku Syafei yang mendirikan Indonesisch Nederlansche School Kayutanam atau INS Kayutanam. Dia segenerasi dengan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.
Baca Juga: Makan Cokelat Setelah Mie Goreng Bikin Meninggal, Hoaks atau Fakta?
Bedanya, Muhammad Syafei sejak dulu punya gagasan untuk mengembangkan pendidikan keterampilan.
Jadi, soal pendidikan vokasi ini sebenarnya isu lama. Setelah merdeka misalnya, pernah ada namanya Sekolah Teknik (ST), itu setingkat SMP. Sekitar sampai tahun 1978 masih ada.
Ada juga Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), itu sebenarnya menyiapkan lulusannya masuk SMEA.
Sekali lagi, jadinya isu mengembakan pendidikan vokasi sebenarnya gagasan lama, cuma selalu maju mundur.
Bahkan, zaman Bambang Soedibyo jadi Menteri Pendidikan tahun 2004 – 2009, dia punya gagasan untuk membuat persentase pembangunan SMK dan SMA. Perbandingannya, 70 persen SMK dan 30 persen SMA. Harapannya, makin banyak lulusan SLTA bisa langsung bekerja karena memiliki bekal keterampilan.
Baca Juga: Jadi Pembicara Nasional, Rocky: Yang Kasih Saya Sertifikat Siapa?
Tetapi kenapa pendidikan vokasi kita tidak pernah maju? Karena kebijakan makro tidak mendukung. Tidak mendukung bagaimana? Contohnya dalam hal penggajian di kantor-kantor itu kan pasti dasarnya pendidikan, tidak pada keahlian.