Rubiyah: Kisah Buruh Gendong Yogyakarta dan Ancaman Kekerasan Seksual

Kamis, 07 Februari 2019 | 14:44 WIB
Rubiyah: Kisah Buruh Gendong Yogyakarta dan Ancaman Kekerasan Seksual
Buruh gendong Yogyakarta, Rubiyah. (Suara.com/Abdus Somadh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sekali angkut beban bisa 60 kilogram sampai 120 kilogram, bagaimana kondisi badan?

Iya nggak gimana-gimana awal-awal itu pegel tapi lama-kelamaan biasa kalau capek ya istirahat, kalau pegel ya dipijat minta tolong anak, gak ada masalah apa-apa sih.

Apa saja barang yang susah dibawa saat bekerja?

Daun bawang itu kadang ada tanahnya lalu antri di timbangan jadi lama banget, selain itu tomat yang pakai kerak warna biru bawa itu bisa bikin sakit punggung padahal isinya 50-60 kilogram.

Baca Juga: Heboh! Gerombolan Pemotor Diduga Buruh Masuk Tol Dalam Kota

Kabarnya menjadi buruh Gendong rentan akan kekerasan seksual, apa benar?

Iya benar

Apakah ibu mau bercerita akan peristiwa itu?

Awal jadi Buruh Gendong itu mengerikan sekali antara kuli perempuan dan laki-laki campur jadi satu kemudian memunculkan banyak pelecehan seksual bentuknya kadang dicolek badannya itu awal-awal gendong.

Semua pernah mengalami di mana-mana terjadi, wong dulu si Mbokku masih gendong rasanya ngeri sekali, saya sampai gak boleh ikut karena kekerasan seksualnya tinggi bahkan ada yang hamil bukan sama suami sahnya.

Baca Juga: Prabowo: Kawan-kawan Buruh Mendorong Saya Maju ke Pilpres

Saat saya mengalami pelecehan saya hanya bisa nangis, saya harus lapor ke mana bingung hanya bisa nangis, aku melihat buruh gendong yang muda juga mendapat perlakuan kekerasan seksual aku jengkel aku sakit hati melihat hal itu.

Lalu ada organisasi Yasanti saya coba ikut di tahun 2009 ternyata kelompok itu ada pertemuan ada kegiatan pelatihan aku bisa mengikuti.

Ada pelatihan KDRT, Gender di Yasanti semua dipraktekan bagaimana mengantisipasi kekerasan verbal dan kekerasan seksual. Kita membuat paguyuban Buruh Gendong pada tahun 2013 di bulan lima.

Apa ada kasus lain yang dialami Gendong?

Ada dulu, ada barang gendongan hilang karena salah taruh di mobil lalu hilang waktu itu buruh gendongnya harus ganti. Tanggungjawab Buruh Gendong berat juga.

Lain halnya kalau gendong semangka lalu jatuh itu akan tergantung pembeli kalau pembeli sadar kondisi Buruh Gendong lalu pakai hati mungkin gak ganti tapi kalau gak ya bisa ganti. Tapi kami belum pernah terjadi.

Dulu sering dikata-katain juragan dan pembeli dibilang gak berdayalah, hanya seoarang buruhlah mendengar itu hanya bisa nangis sekarang dikatai-katain sudah berani ngomong dulu gak bisa ngomong apa.

Buruh gendong Yogyakarta, Rubiyah. (Suara.com/Abdus Somadh)
Buruh gendong Yogyakarta, Rubiyah. (Suara.com/Abdus Somadh)

Kalau kecelakan bekerja apa saja yang pernah dialami?

Kaki keseleo karena jatuh, lalu kadang jatuh pada saat menata di mobil itu kan diangkat lalu jatuh pernah juga, bahkan itu yang punya barang malah gak ngurusi, lalu kita rembuk lalu dikasi santunan.

Merasakan hal itu apa yang akan dilakukan oleh Paguyuban Buruh Gendong DIY?

Kita menuntut pengakuan tertulis sebagai pekerja formal kan kita masih dianggap pekerja informal meskipun di dinas sudah diakui tapi secara lisan saja. Kalau Surat Keputusan (SK) sudah tapi satu kelompok satu SK seperti SK Pasar Giwangan dan SK Brigahrjo itu SKnya satu.

Kita kan maunya pengakuan tertulis seperti adanya Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerah kan kita jadi gak bermasalah nanti.

Seperti apa perjalanan mendapatkan hak tersebut?

Kitas sejak tahun 2004 sudah kita ke Dinas di DIY lalu ke Depnaker Jakarta lalu kita ke DPRD sampai DPRD komisi 9 turun. Ternyata mereka banyak yang gak tahu buruh gendong, banyak yang mengira buruh gendong itu hanya orang jualan jamu saja, padahal kan gak.

Lalu pada tahun tahun 2015 aku diundang ke Istana Gedung Agung Yogyakarta ketemu Jokowi pada saat peringatan hari HAM. Aku malah dihadang di pintu masuk oleh empat polisi saya tetap jalan saja tapi lalu di oyak (didatang-red) 6 polisi polisi saya gak dikasi masuk padahal bawa undangan.

Setelah menunjukan undangan saya dikasi masuk disana ketemu Jokowi dan salaman, saya ditanya masak ibu Buruh Gendong? Saya bilang iya-iyalah bapak mau lihat punggung saya boyok. Lalu semua ketawa pak Sultan juga ketawa

Apa yang disampaikan ke Jokowi?

Saya sampaikan kepada Jokowi, kita minta Buruh Gendong diperhatikan dan diakui, beliau jawab iya-iya saja, lalu suruh ngirim data para pekerja. Kami sudah kirim lewat pos tapi belum ada tindakan sampais sekarang.

Cuma bulan juli 2018 itu DPR komisi IX ke Disnakeker DIY dia berjanji katanya suara buruh gendong harus diperhatikan katanya mau difollow di Perda tapi belum ada perkembangan.

Tapi di DIY ada Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Nomor 12 tahun 2013, itu belum bisa buat sejahtera?

Belum, wong ada bantuan saja gak merata aku saja belum pernah dapat dampaknya. Iya tetap kurang sejahtera padahal kan untuk masyarakat miskin juga satu sisi Buruh Gendong itu banyak warga DIY ada di Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, yang terbanyak di Kulon Progo. Tapi belum juga diperhatikan.

Menurut Ibu, seberapa penting Buruh Gendong di DIY?

Penting banget para pedagang kalau gak ada buruh gendong bagaimana kan susah, kalau buruh gendong kan gak ada kegiatan lain jadi itu lapangan pekerjaan bagi mereka. Mereka dibutuhkan banget kalau nggak ada Buruh Gendong itu susah benar. Kita juga kan mempertahankan keberadaan pasar tradisional juga.

Buruh gendong Yogyakarta, Rubiyah. (Suara.com/Abdus Somadh)
Buruh gendong Yogyakarta, Rubiyah. (Suara.com/Abdus Somadh)

Biografi singkat Rubiyah

Rubiyah (51) merupakan perempuan asli Daerah Istimewa Yogyakarta, ia lahir pada April tahun 1964 di tanah yang dikenal daerah kawasan seribu gunung-Gunungkdul. Dia adalah aktivis buruh gendong di Yogyakarta.

Masa kecil Rubiyah dihabiskan di Gunungkidul, ia berhasil lulus Sekolah Dasar Negeri 2 Mecijah Gunungkidul karena keadaan ekonomi keluarga, Rubiyah tidak dapat melanjutkan sekolahnya e jenjang yang lebih tinggi. Ia pada saat itu memilih untuk bekerja sampai pada akhirnya menjadi Buruh Gendong di Pasa Giwangan.

Pada tahun 1966 Rubiyah menikah dengan lelaki asal Bantul bernama Jupriono dari pernikahannya itu ia dikaruniai empat anak, anak pertama sudah menikah dan bekerja anak kedua dan ketiga sudah bekerja sedangkan anak terakhir masih bersekolah di bangku SMP.

Kontributor : Abdus Somad

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI