Dengan bantuan sopir orang Indonesia itu, akhirnya Fitri dibawa ke KBRI di Malaysia, kemudian dipulangkan ke Indonesia.
Namun, karena masih kecil ketika itu, dalam kondisi trauma berat, ia tidak tahu mau pulang ke mana, juga tidak tahu di mana Ibu dan kakaknya.
Ia dirawat dan tinggal di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus, Jakarta Timur. Untuk pengobatan dari trauma berat, ia menjalaninya hingga 3 tahun lebih.
Akhirnya ia disekolahkan oleh seorang pejabat Kementerian Sosial memakai dana pribadi, hingga perguruan tinggi. Ia berkuliah mengambil jurusan Psikologi.
Baca Juga: Hakim Tolak Ekspesi Terdakwa Merry Purba, Ini Alasannya
Kekinian ia bekerja di LSM internasional, Plan Internasional Indonesia yang khusus pendampingan anak-anak.
Saat sekolah SMA dan Kuliah, ia sudah bekerja di RSPA untuk membantu anak-anak korban trafficking dan kekerasan seksual. Sebagai penyintas ia sangat memhaami kondisi korban dan bagaimana cara pendampingannya agar keluar dari traumatik.
Kini ia lebih sibuk dengan pekerjaannya untuk pendampingan anak-anak korban ekploitasi seksual komersial di seluruh Indonesia.
Ia kerap berkeliling dan turun langsung ke daerah-daerah yang banyak terdapat anak menjadi korban perdagangan maupun kekerasan seksual.
Suara.com berhasil mewawancarai Fitri Noviana di sela-sela kegiatannya kunjungan ke lapangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pekan lalu.
Baca Juga: Terdakwa Korupsi Sebut Partai Nanggroe Aceh Dukung Jokowi - Ma'ruf Amin
Berikut penuturan Fitri mengenai suka duka melakukan perang terhadap eksploitasi anak, baik kekerasan seksual, narkoba, maupun pernikahan dini.