Jadi ada yang tidak siap. Yang tidak siap siapa? Ya pasti petahana alias pemain lama. Mereka, pemain lama itu selalu tidak siap.
Kedua, regulasi yang tidak siap. Ketiga adalah ekosistemnya kadang-kadang tidak siap. Karenanya, perlu saling bekerja sama agar semua pihak yang siap itu bisa maju lebih dulu sehingga menjadi contoh bagi pemain-pemain lama. Selalu seperti itu perekembangan ekonomi di dunia. Kuncinya, kalau era dulu ada persaingan, kini semua harus saling tolong menolong, berkolaborasi.
Apakah Indonesia bisa seperti itu? Apa modalnya?
Modal Indonesia yang pertama adalah kaum muda. Jumlah kaum muda di Inonesia itu adalah sangat besar. Sebanyak 60 persen dari penduduk kita adalah kaum muda. Bonus demografi ini adalah modal besar, karena kaum muda itu pembuat teknologi.
Baca Juga: Mulanya Dikira Tumor, Ternyata Lintah Hidup di Tenggorokan Wanita Ini
Kedua adalah ekosistem dari kekayaan hayati yang sangat besar, kekayaan alam, sumber daya bahan baku serta manusia juga banyak. Tak perlu impor.
Jepang itu punya duit yang banyak, tapi tidak punya sumber daya manusia. Jerman juga tak ada sumber daya manusia. Sedangkan AS harus impor dari berbagai negara dan menggunakan imigran sebagai SDM. Sementara Indonesia punya semua komponen itu.
Apa yang masih menjadi kekurangan Indonesia agar bisa menjadi pemenang di era bisnis digital?
Pertama, kekurangan indonesia belum memiliki Silicon Valley—pusat industri teknologi maju seperti di AS.
India mempunyai Bangalore VAlley, mempunyai Hyderabad, mempunyai sekolah-sekolah teknologi informatika yang besar.
Baca Juga: Vanessa Angel Seminggu Sekali Wajib Lapor, Hari Ini yang Kedua
Indonesia tidak punya sekolah IT yang besar, kuat, dan didukung oleh industri. Kita perlu bekerja sama untuk membangun pondasi Silicon Valley itu.