Suara.com - Sakdiyah Ma’ruf, perempuan berhijab pertama asal Indonesia yang masuk dalam daftar 100 wanita inspirartif dan berpengaruh di dunia versi BBC dalam BBC 100 Women. Sakdiyah Ma’ruf menempati peringkat ke-54.
Sakdiyah Ma’ruf sudah lama jadi komedian, sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sakdiyah Ma’ruf berbeda dengan komika pada umumnya. Sakdiyah Ma’ruf tercatat sebagai komika perempuan muslim pertama di Indonesia yang menggunakan komedi sebagai medium untuk menentang praktik intoleransi agama dan kekerasan perempuan.
Sakdiyah Ma’ruf mengangkat isu intoleransi agama dan kekerasan perempuan merupakan dua hal yang memang dekat dengan kehidupannya.
Sakdiyah Ma’ruf hidup di tengah komunitas yang konservatif. Banyak kegelisahan dan keresahanya yang dirasakannya, seperti persoalan pernikahan dini, kekerasan terhadap perempuan, dan hal-hal lain yang kemudian menjadi parktik yang seolah-olah dianggap wajar karena ditutupi dengan argumen agama.
Baca Juga: Hasil Studi LIPI: Media Sosial Punya Peran Krusial Picu Intoleransi
Suara.com menemui Sakdiyah Ma’ruf dengan santai di Pekalongan, Jawa Tengah. Banyak obrolan menarik dan tak biasa dengannya, terutama pandangan seorang komedian berhijab soal intoleransi, agama dan perempuan.
Berikut petikan wawancara lengkapnya:
Bagaimana awal mula Anda menjadi komika?
Awal mulanya saya menjadi komika sudah cukup lama sebenarnya. Waktu SMP saya pernah mengikuti lomba lawak antar kelas dan pada saat itu jadi juara 2 dari tiga peserta, lumyan lah.
Baca Juga: Mual Setelah Minum Susu, Bisa Jadi Anda Intoleransi Susu
Kemudian, tahun berikutnya lomba tersebut tidak dilaksanakan kembali karena minim peminat. Pada dasarnya itu adalah awal dan akhir karir saya pada saat itu sebagai komedian.
Kemudian saya mulai kembali pada tahun 2009. Pada saat itu setelah saya menonton DVD Live on Broadway, stand up comedy special-nya Robin Williams, saya merasa bagaimana ya 'my whole life is flashing before my eyes, bahwa ternyata komedi itu sudah lama ada istilahnya di bawah sadar saya kali ya.
Dan kemudian terpicu kembali ketika menyaksikan video tersebut dan saya menyadari kok bisa ya mengungkapkan aspirasi kita dengan cara demikian (melalui komedi). Dan kemudian saya berpikir 'I’ll really should do this' saya sepertinya harus melakukan ini.
Apakah di lingkungan keluarga Anda sendiri sangat humoris?
Abah kalau di lingkungan keluarga saya, Abah orang yang sangat lucu. Profesi beliau adalah seorang pelaut kapal komersial (kapal kargo) yang kerap berkeliling di Indonesia maupun di beberapa negara.
Beliau itu bisa bercerita dalam berbagai aksen seluruh Indinesia, beliau bisa berbicara bahasa Bali, Madura, Bugis, dan bahasa Jawa yang justru agak kesulitan. Jadi beliau sering menyampaikan nasihat-nasihatnya dengan ilustrasi cerita dan 'his a very funny guy' bisa menirukan orang dengan berbagai karakter dan bahasanya jauh-jauh lebih lucu daripada saya sebenarnya.
Apa alasan Anda mengangkat isu agama dan perempuan? Isu ini sebenarnya banyak dihindari para komika lainnya.
Saya berkomedi tentang kehidupan muslim yang intoleran kalau tidak mau disebut sebagai ekstrim dan isu perempuan, karena saya tidak bisa menbohongi diri saya, itu adalah bagian yang dekat dengan kehidupan saya. Saya juga dibesarkan di komunitas yang konservatif, banyak kegelisahan. Misalnya, pernikahan dini, kekerasan terhadap perempuan dan hal-hal lain yang kemudian menjadi parktik yang seolah-olah dianggap wajar karena ditutupi dengan argumen agama.
Mengenai apakah tema-tema tersebut sensitif atau tidak, sebenarnya sensitif atau tidak sensitif itu adalah sejauh mana kita berani membuka diri untuk berdialog. Artinya, kita menganggap suatu topik itu menjadi sensitif dan tabu itu sesungguhnya mencerminkan spektrum wawasan, pengetahuan, dan keberanian kita berdialog.
Kalau bicara sensitif dan tabu, perempuan tertawa atau tawa bagi perempuan itupun tabu loh, belum ketemanya ya. Perempuan berdiri di panggung dan tertawa terbahak-bahak itu pun tabu loh.
Mau bukti? Perempuan kalau tertawa hampir seluruhnya mulutnya ditutup. Itu siapa yang suruh? Dari kecil kita diajarkan seperti itu. Perempuan kalau tertawa juga pasti dibilang jangan keras-keras, perempuan ketawa kok keras banget pasti begitu.
Jadi boro-boro berdiri di atas panggung dan bicara soal isu tertentu. Dari awal tawa perempuan aja dianggap tabu.
Jadi bagi saya, kalau toh posisi saya sudah seperti itu, ya ‘why can’t just go all the way'. Bukan hanya berstereotipe sebagai perempuan yang kemudian tertawa gitu, tapi lanjut saja dengan hal-hal yang paling dekat dengan diri saya.
Artinya isu Islam intoleran dan kekeran perempuan diawali dengan keresahan yang Anda rasakan.....
Betul, betul sekali. Saya mengangkat dua tema tersebut karena ini adalah bagian yang saya pikirkan.
Bagaimana reaksi keluarga Anda?
Respon keluarga saya pada awalnya khawatir.
Orangtua juga selalu mengingatkan untuk tidak bicara tentang Islam gitu. Karena saya bukan orang yang mengerti atau pakar di bidang Islam. Kemudian kalau tetangga-tetangga di sekitar sih seru saja punya tetangga masuk TV.
Cuma banyak kekhawatiran dari kekuarga dan orang-orang dekat.
Anda sendiri menyadari bahwasanya perlu kehati-hatian dalam mengangkat dua isu tersebut...
Bagi saya pada dasarnya komedi itu adalah pisau bermata dua. Komedi bisa mengangkat dan memberdayakan, tetapi komedi juga sangat bisa menjatuhkan orang. Artinya, tema apa pun yang diangkat, baik isu yang dianggap sensitif di konteks suatu masyarakat atau negara ataupu isu-isu yang dinggap tidak sensitif akhirnya ketika dingakat ke panggung komedi memerlukan kehati-hatian.
Bagi saya kehati-hatian itu penting bukan hanya karena materi yang saya angkat, tetapi karena tanggungjawab berkomedi itu besar.
Sebagai seorang anak yang hidup di tengah keluarga dengan pandangan yang konservatif. Ketika kini Anda sudah berkeluarga dan memilik anak. Bagaimana cara atau pandangan Anda dalam mendidik dan membesarkan anak?
Bagi saya kehidupan yang akan dialami anak saya tentu berbeda dengan kehidupan saya sekarang. Sangat bisa jadi, meskipun saya bekerja di bidang di panggung begitu ya, anak saya akan tetap berpikir bahwa saya kolot dan sebagainya pada masanya nanti.
Tetapi karena anak saya perempuan, apa yang bisa atau yang ingin saya sampaikan kepada anak saya? Bahwa pada dasarnya 'you are human first, women second'. Kamu manusia dulu peremuan berikutnya.
Kamu manusia yang terlahir sebagai manusia perempuan. Artinya, jangan sampai menjadi perempuan menghalangi kamu mencapai potensi kemanusiaan yang seutuhnya.
Pada dasarnya, kalau anak saya tumbuh dewasa menjadi orang yang patut, sopan, berakhlak mulia dan punya integritas sudah 'mission accomplished'.
Apa alasan Anda mengguna medium komedi dalam menyampaikan keresahan dan aspirasi?
Alasan saya menggunkan medium komedi karena melalui humor banyak pesan yang bisa disampaikan jauh lebih efektif. Kenapa jauh lebih efektif? Karena, humor mengeksploitasi pengalaman personal untuk merefleksikan sesuatu yang lebih besar, atau misalnya kondisi di masyarakat.
Sehingga ketika kita bisa meramu humor yang bisa relate dengan audien kita maka kita bisa menyampaikan berbagai aspirasi, pesan atau berdialog dan belajar bersama dengan cara yang efektif. Jauh lebih efektif daripada menjadi seorang politisi.
Sejauh mana Anda akan tetap konsisten mengakat dua isu tersebut?
Bagi saya, mengenai isu yang saya angkat, saya pernah mendapatkan pertanyaan, apakah saya ingin dianggap sebagai aktivis atau komedian? Saya menjawab dengan tagas menjadi komedian.
Artinya, dalam berbagai forum saya juga mohon izin kepada penonton, kemudian selama ini 'relate' dengan dua isu saya misalnya kehidupan muslim dan kekerasan terhadap perempuan, untuk mengizinkan saya untuk terus berkembang di dalam berkarya. Bisa jadi pada suatu hari akan ada tema lain yang menjadi fokus saya, karena bagian dari proses dan pemikiran saya. Semoga tidak banyak yang keberatan atas hal tersebut.
Tidak menutup kemungkinan Anda akan mengangkat isu lain...
Sangat tidak menutup kemungkinan.
Dan saya juga baru berkarya dari 2012 sampai 2018 ini, kurang lebih 7 tahun dan itupun bukan berarti 7 tahun sangat intens ada maju mundurnya gitu. Mungkin baru sangat intens dari tahun 2015-an lah. Sehingga masih sangat dini untuk bicara kalau saya akan berhenti pada dua hal isu tersebut.
Bagaimana tantangan mengangkat isu kehidupan Islam dan perempuan yang dianggap masih tabu?
Tantangan saya dalam berkomedi utamanya adalah bagaimana bersikap adil terhadap apapun yang saya angkat. Artinya, kita tidak bisa kemudian berbicara sesuatu yang kita tidak punya cukup referensi.
Karena bagaimanapun juga, komedi itu berargumentasi. Sehingga, referensi itu dibutuhkan, penting juga untuk mendukung apa yang kita sampaikan, yang terpenting adalah kita harus mengerti objek lelucon itu siapa? Dan posisi objek lelucon itu di struktur sosial kita bagaimana? Supaya kita tidak terjebak dan terkesan mengolok-olok orang yang sudah pada posisi seperti di bawah diinjak-injak dan makin kita injak lagi kan tidak seperti itu.
Itu tantangannya.
Mana yang lebih sulit, menyampaikan materi komedi dengan isu kehidupan islam dan perempuan di dalam negeri dengan tradisi timur atau di negara lain dengan tradisi barat?
Pengalaman saya tampil di dalam negeri dan di luar negeri itu mengajarkan saya bahwa meskipun rasanya lebih bebas berbicara di negara-negara yang memang demokrasinya sudah jauh lebih matang dan jaminan terhadap kebebasan berekspresi itu lebih luas.
Meskipun seolah-olah lebih nyaman tampil di luar negeri karena hal-hal tersebut, sebenarnya tanggungjawabnya kebih besar karena harus berhati-hati untuk tidak terjebak berada pada posisi yang menjadi muslim role models.
Tidak ada yang jelek menjadi muslim role models, tetapi kalau kita melihat wacana di luar negeri saat ini, menjadi muslim role models atau dieluh-eluhkan menjadi perempuan muslim yang pemberani dan sebagainya, itu seolah-olah meneguhkan stereotipe bahwa muslim terutama muslim perempuan itu secara umum tertindas. Jadi kalau ada yang berani berbicara dikasih tepuk tangan yang gemuruh dan mendapatkan apresiasi yang terkadang berlebihan.
Ya itu sih, meskipun rasanya lebih bebas berekspresi tetapi kita perlu hati-hati untuk tidak terjebak dalam wacana tersebut. Kita harus hati-hati supaya tidak terjebak meneguhkan stereotipe tentang muslim, meneguhkan diskriminasi atas nama ras, etnis, agama dan sebagainya.
Apakah Anda punya pengalaman tampil di hadapan komunitas yang kental dengan tradisi timur dengan mengangkat dua isu tersebut?
Seingat saya belum pernah mendapat kesempatan untuk tampil di komunitas tertentu yang kadang dibilang cukup konservatif.
Sebenarnya saya berharap dapat undangan dari Alumni 212. Tapi menarik kan, meskipun juga belum tentu saya terima, bukan karena soal setuju atau tidak setuju tapi 'nervous' saja.
Pada dasarnya kalau tampil diatas panggung yang lebih eksklusif itu adalah pengalaman yang ingin saya dapatkan juga supaya bisa berdialog bersama audiens yang lebih luas.
Paling kalau di pesantren perempuan saya pernah. Ya, meskipun double hati-hati tetapi responnya sangat baik. Artinya, komedi ini kalau kita mengolahnya pas gitu ya, sangat efektif.
Bagaimana pandangan Anda tantang Aksi 212?
Ah ‘no comment’.
Bagaimana pandangan Anda tentang kekerasan atas nama agama dan kekeran perempuan?
Akhir-akhir ini kita melihat di seluruh belahan dunia banyak tindakan-tindkaan kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Bukan hanya oleh kelompok Islam tetapi juga kelompok agama lain terhadap suatu agama lain.
Kalau kekerasan terhdapat perempuan tentu situasinya sangat serius. Satu di antara tiga perempuan menurut penelitian yang dirilis UN Women itu ada satu di antara tiga perempuan akan mengalami kekerasan. Ada periode dalam hidupnya mungkin yang akan mengalami kekerasan.
Situasinya sangat serius dan bagi saya pandangan saya terhadap hal tersebut saya kira adalah bahwa saat ini itu ada proses kemandekan berpikir.
Selama bertahun-tahun berkomedi, momen apa yang paling berkesan?
Salah satu momen yang paling berkesan adalah pada saat itu saya berkesempatan tampil di Denmark.
Pada saat itu saya disponsori oleh Wahid Foundation dan kedutaan Denmark di Indonesia. Saya di bawa ke sebuah SMA yang sangat unik, karena 70 persen siswanya itu adalah imigran Timur Tengah baik muslim, Katolik, Kristen yang kebanyakan muslim. Jadi orang asli kulit putih itu hanya sekitar 30 persen.
Itu adalah pengalaman di mana saya merasakan bahwa komedi itu bisa merangkul orang. Saya berbicara pengalaman saya tumbuh besar di tengah keluarga yang kurang lebih konservatif, persoalan islamophobia, dan beberapa hal lainya. Setelah tampil, kepala sekolahnya berbicara kepada saya, dia menyampaikan terima kasih dan mengatakan kalau anak-anak imigran terutama yang muslim yang biasanya pemalu setelah saya tampil, mereka mau datang dan mendekati pembicara dan mengajak berbicara. Menurut kepala sekolah tersebut itu menjadi progres yang sangat luar biasa.
Anda baru saja mendapat predikat sebagai 100 permpuan inspiratif dan berpengaruh di dunia dari BBC. Bagaimana perasaan Anda?
Bagi saya itu 'reminder' pengingat tentang apa yang selama ini saya lakukan dan perjuangkan dan juga penyemangat untuk kedepannya makin banyak berkarya lagi.
Apa misi besar Anda sebagai komika?
Bagi saya misi besar saya dalam berkomedi adalah untuk kemanusiaan. Kalaupun terdengar klise tapi memang itu, kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan. Bagi saya, itu semua layak diperjuangkan, juga bagian perjuangan saya, bagian dari ibadah saya.
Siapa tokoh inspiratif yang turut membentuk pikiran dan pandangan Anda sejauh ini yang sedikit berbeda dengan pola pikir keluarga Anda?
Meskipun saya dibesarkan di tengah lingkungan keluraga yang kurang lebih konservatif, saya merasa beruntung memiliki ibu seperti ibu saya. Ibu saya adalah inspirasi pertama saya. Ibu saya adalah satu dari sedikit perempuan yang berhasil berkuliah sampai sarjana di komunitasnya dan di masanya dulu.
Kemudian saya juga beruntung di sepanjang perjalanan saya bertemu dengan guru-guru yang hebat. Saya punya panutan dan dosen perempuan waktu saya kuliah S1 dan S2. Bagi saya, perempuan adalah inspirasi saya, siapa pun mereka. Termasuk juga perempuan-perempuan yang berkontribusi untuk membangun pemikiran saya.
Project terdekat yang akan Anda lakukan?
Kalau project atau rencana terdekat saya bersama teman-teman Perempuan Berhak kami mau menggelar all female stand up comedy show kami yang ketiga.
Selain itu saya bersama suami sedang dalam proses membuat sebuah yayasan yang mudah-mudahan bisa konsisten bekerja di pemberdayaan perempuan melalui seni dan literasi.