Pada Pasal 4 Perma 3/2017 disebutkan: “Dalam pemeriksaan perkara hakim agar mempertimbangkan kesetaraan gender dan non diskriminasi, dengan mengidentifikasi fakta persidangan: ketidaksetaraan status sosial antara para pihak berperkara, ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan.
Nah ini tepat sekali dengan kasus ibu Nuril. Kita tahu di Indonesia perlindungan hukum untuk perempuan korban itu minim sekali. KUHP sangat terbatas mengenali kekerasan seksual.
Nah itu kondisi perlindungan hukum di Inodnesia untuk perempuan korban kekerasan seksual. Nah kondisi korban kekerasan seksual seperti ini kemudian dengan adanya UU ITE jadi dihadap2kan dengan UU yang mengatur perlindungan terhadap siapapun yang akan disasar oleh pelanggaran UU itu sedemikian luas.
Jadi ini sebenarnya ada ketidaksetaraan perlindungan hukum dalam kasus Ibu Nuril ketika dia berhadapan dnegan dua situasi. Satu situasi di mana hukum sangat melindungi walaupun kita juga perlu memberikan catatan untuk UU ITE sendiri yang kita lihat jadi rentan sekali untuk mnejadi alat kriminalisasi. Nah tapi di sisi lain dia jadi korban kekerasan seksual yang hukum itu minim sekali untuk bisa melindungi, nah Bu Nuril ada di posisi ini.
Baca Juga: Jokowi Tak Bisa Tolong Baiq Nuril Pasca Putusan MA
Harusnya Hakim di Mahkamah Agung memperhatikan situasi ini karena permanya sendiri permanya Mahkamah Agungnya sudah mengharuskan untuk mengatur tentang itu, jadi itu yang kita sesalkan putusan MA ini justru membatalkan putusan pengadilan pertama dan memberikan putusan yang diberikan MA ini sesuai dengann tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jadi ini tuntutan Jaksa Penuntut Umumnya, 6 bulan dan denda 500 juta. Soal alat bukti dikembalikan ke siapa ke siapa itu juga sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Jadi kalau sekarang kan ada CD. CD rekaman yang dikemablikan kepada Muslim yang kita juga kita tahu karena kita belum pelajari putusan Mahkamah Agung, belum keluar ya jadi belum bisa dipelajari.
Harusnya barang-barang bukti tentang satu kejahatan harusnya kan dimusnahkan oleh negara. Tapi ini dikembalikan kepada Muslim dan kita tahu kita sudah berkomunikasi dengan Ibu Nuril juga dengan kuasa hukumnya kemarin, Pak Joko dari Universitas Mataram, kawan-kawan yang mendampingi ibu Nuril selama ini.
Rekaman di dalam handphonenya Ibu Nuril kan sudah tidak ada lagi, sudah hilang, ya mungkin dia bisa gunakan untuk membuktikan pelecehan seksualnya itu tapi sekarang sudah hilang. Jadi ketika dikembalikan ke Ibu Nuril itu isinya sudah tidak ada.
Tapi, saya rasa bukan berarti tidak bisa diungkapkan karena kita akan coba transkrip dari pelecehan seksual itu kan ada di dalam putusan pengadilan. Itu situasi hambatan akses keadilan yang dihadapi ibu Nuril saat ini.
Baca Juga: Dukungan Agar Baiq Nuril Dibebaskan Mengalir dari Prancis
Kami sudah mempelajari putusan peengadilan pertamanya, memang kasus pelecehan seksualnya ini kita sayangkan. Kasus pelecehan seksualnya itu tidak pernah dikembangkan sejak dari penyidikan. Mungkin karena ini juga situasi lain dari sistem hukum di negara kita.