Eniya Listiani Dewi: Gaya Hidup Menggunakan Energi Terbarukan

Selasa, 31 Juli 2018 | 10:15 WIB
Eniya Listiani Dewi: Gaya Hidup Menggunakan Energi Terbarukan
Eniya Listiani Dewi. (Dok Pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Apakah penemuan ini hal pertama di Indonesia? Jika tidak apa yang membedakan dengan penemuan lain?

Kalau penemuan, ini pertama di dunia. Kalau penemuan yang saya sendiri itu yang electron transfer. Kalau penemuan, selama itu dipublish di jurnal internasional atau dipaten, itu kebaharuannya itu global.

Kalau penemuan electron transfer pertama di dunia?

iya, itu tahun 1998 saya lulus S1 (di Jepang), itu di publish di journal of american society. Itu yang pertama kali. Lalu, setelah itu saya kan mengembangkannya di Indonesia.

Baca Juga: Kronologis Penemuan Mayat Polisi Brimob Baratu Thamrin di Depok

Di Indonesia yang dari dulu sampai sekarang yang tetap di fuel cell ya cuma saya. Paling teman-teman itu tertariknya gini, peneliti di Indonesia itu kadang bergantung sama pendanaan, apalagi di universitas. Di universitas rebutan dana kan, yang lebih aman itu sebetulnya di institusi, seperti di lembaga Litbang. Keberuntungan juga bagi saya karena disupport oleh BPPT.

Sejauh mana penemuan anda itu aman, terutama untuk diterapkan pada kehidupan umum? Apakah bisa diterapkan di kendaraan atau juga pembangkit listrik? Bagaimana caranya?

Sebetulnya kalau introduce itu ke masyarakat, misalnya mobil hidrogen. Hidrogen kan dikenal gampang meledak. Banyak sekali data-data eksperimen yang menmbakkan peluru ke tabung hidrogen, ditembak meledak nggak.

Sebetulnya kunci meledak itu jika komposisi udara itu yang satu di atas 90 persen. Jadi hidrogennya itu di bawah 20, tetapi udaranya di atas 80 persen, itu malah meledak. Jika hidrogennya itu 90 persen, tapi udara 10 persen, jadi ada faktor peledakan di situ. Tetapi kalau di sini aman. Hidrogen itu kalau meledak pada titik yang kritis sekali. Jadi orang sangat menjaga. Jadi ledakan itu 1 banding sejuta kali ya.

Industri mobil Toyota lebih concern terhadap liquid hidrogen. Kalau Honda dia lebih ke high pressure untuk men-storage hidrogen. Jadi ada titik keunikan masing-masing industri otomotif.

Baca Juga: Geger Penemuan Mayat Lelaki Penata Rias di Indekos Mampang

Penemuan Anda termasuk energi baru terbarukan (EBT), bagaimana penemuan ini bisa diciptakan lebih ekonomi? Sebab membuat hidrogen saja pakai listrik juga.

Intinya hanya market introduce, perubahan budaya, sehingga produksi itu bisa diproduksi massa. Kalau diproduksi massa sudah pasti harga turun. Nah menciptakan market yang bisa menerima itu tadi, hidrogen dan fuel cell itu, satu. Yang kedua, saya belajar dari Jepang itu prestise, ternyata masyarakat itu dia merasa lebih educated, lebih prestise jika ia menggunakan energi baru terbarukan.

Nah ini yang saya harapkan bisa dicontoh di Indonesia, seperti pakai iPhone, ya kan, image brandingnya. Ternyata di Jepang itu, saya sering banget kontak dengan orang Jepang, dari dulu sampai sekarang. Kok bisa terjual banyak, waktu itu 2.000 unit bisa terjual di rumah-rumah.

Ternyata karena Pemda itu mensupport, mensubsidi 50 persen. Lalu setelah mensupport jadi timbul, kok gaya pakai ini. Jadi mereka ya itu seperti mendapatkan barang baru dan ada rasa gaya nya itu tadi. Nah setelah itu ternyata sekarang sudah puluhan ribu, dan ada image juga ya terutama didukung media massa.

Jadi anda memakai energi baru berarti hidup green life style, investasi terhadap kesehatan itu menurun. Itu mungkin bisa dijadiin pemicu ya. Sehingga harga bisa lebih murah.

Pemerintah saat ini menargetkan memperbanyak pengambangan EBT, bagaimana potensinya menurut Anda? Ditambah pada 2025 ditargetkan 23 persen, sekarang baru mencapai 13 persen. apakah bisa mencapai target?

Sekarang 12,6 persen. Makanya dalam pidato saya tekankan, ini tinggal 7 tahun lagi lho, target 23 persen. Kalau secara kasat mata tidak mungkin tercapai.

Terus kemarin yang pembangunan turbin di Sidrap Sulawesi Selatan itu cuma menyumbang berapa persen? Nah kalau dihitung tetap dengan tender, pembangunan dan lain sebagainya.

Saya menghitung tahun 2015 itu harusnya sudah go nuklir. Padahal kita menikmati listriknya itu baru 2030. Ini sudah mundur-mundur lagi. Nah ini yang saya melihatnya kalau mengejar EBT bagaimana caranya?

Setelah itu, saya pun kalau kembali ke hidrogen dan sebagainya kita sudah punya banyak akses hidrogen. Dari industri sebenarnya banyak sekali akses yang bisa digunakan, tapi mereka para industri belum bisa men-share atau bahkan mengaplikasikannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI