Tapi, setelah Tetralogi Pulau Buru diterbitan, kaum muda Indonesia, terutama mahasiswa era Orba sadar. Ternyata buku itu bagus, demokratis, berisi pesan kemanusiaan, dan terpenting adalah persepsi bahwa buku itu bukan karya orang jahat.
Bahkan, kala itu ada kalangan yang dulu membenci Pram bilang, “jangan-jangan yang dipenjara di Pulau Buru bukan orang jahat. Ini buku bagus, jangan-jangan yang ditangkap tidak jahat, proganda Orba yang jahat,” begitu.
Melalui Tetralogi Pulau Buru Pram, mahasiswa kemudian memulai eksplorasi Indonesia. Mereka memulai membaca buku-buku berhaluan kiri, seperti buku Soekarno, dan Pram.
Harus diakui, dalam Tetralogi Pulau Buru, nafasnya adalah semangat perlawanan. Nyai Ontosoroh melawan. Minke melawan. Darsam melawan. Hanya Annelies yang tak melawan, dia dibuang ke luar negeri lalu dibunuh.
Baca Juga: Jadi Bintang Utama Serial TV Amerika, Iko Uwais Ukir Sejarah
Jadi, buku itu mengajarkan semangat melawan ketidakadilan, feodalisme, rasisme. Mereka yang membaca buku Pram berdampak besar.
Di buku itu juga dikatakan penting untuk menulis. Maka, tahun 80-an sampai 90-an, banyak aktivis mulai mengerti membangun literasi dan organisasi. Buku ini juga termasuk menjadi pedoman untuk mengelabui intel dan polisi.
Karenanya, buku itu jadi sumber semangat melawan, sekaligus menjadi pedoman untuk harus bekerja membangun organisasi dan menerbitkan koran, lalu bagaimana menghadapi polisi dan intel kekuasaan.
Pada Jilid 4, Rumah Kaca, mengajarkan bagaimana intel dan polisi mengejar dan membunuh Minke. Penting dibaca untuk aktivis dan LSM.
Apa anda tahu Bumi Manusia akan dibuatkan film oleh Hanung? Apa Anda Setuju difilmkan oleh mereka?
Baca Juga: Spanyol Disingkirkan Rusia, Ini Kata Fernando Hierro
Seharusnya dari dulu sudah difilmkan, tapi memang belum ada yang sanggup, di luar negeri versi filmnya juga harus ada. Memang sudah waktunya, seharusnya dari dulu. Ya zaman Orba tidak mungkin. Mudah-mudah tidak ada sensor.