Max Lane: Kenapa Indonesia Takut Ajarkan Pramoedya di Sekolah?

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 02 Juli 2018 | 08:03 WIB
Max Lane: Kenapa Indonesia Takut Ajarkan Pramoedya di Sekolah?
Max Lane di perpustakaan pribadinya, Daerah Istimewa Yogyakarta. [Suara.com/Somad]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Memang Bumi manusia menceritakan suara Minke, tapi suara Minke yang mana? Itu pertanyaannya. Orang hanya akan tahu jawaban pertanyaan itu kalau membaca jilid 3 sampai 4, khususnya 4. Nah, maka penting untuk membaca secara berurutan.

Apa yang anda ketahui tentang Pram saat dia menyusun naskah Tetralogi Pulau Buru?

Ia menceritakan, sebelum peristiwa 1965, Pram sudah mengumpulkan banyak bahan, catatan-catatan sejarah pra-Indonesia.

Misalnya, ia mencari dan mengumpulkan surat kabar Medan Prijaji (koran pertama yang dikelola bangsa Indonesia, yakni Tirto Adhisoerjo). Tulisan-tulisan sezaman lainnya. Dia pelajari dan melakukan riset. Tulisan-tulisan Pram di banyak koran tahun 60-an sebenarnya adalah hasil risetnya mengenai sejarah nasional Indonesia itu.

Baca Juga: Jadi Bintang Utama Serial TV Amerika, Iko Uwais Ukir Sejarah

Apa ada konsekuensinya terhadap Anda yang merupakan non-WNI dan dekat dengan Pram serta menerjemahkan karyanya saat Orba masih kuat berkuasa?

Tidak banyak berpengaruh. Cuma pernah cekcok dengan Duta Besar Australia, karena dianggap tidak tepat, tidak baik.

Dia bilang tidak pantas seorang staf kedutaan menerjemahkan buku yang dilarang. Kalau mau melakukan itu, jangan bertugas di Indonesia, begitu pesan duta Australia saat itu.

Setelah beberapa bulan, tak jodoh di Departeman Luar Negeri Australia, saya keluar. Setelahnya, saya berkonsentrasi penuh menerjemahkan karya Pram, sampai tabungan habis. Saya bekerja lagi di Australia untuk membiayai semuanya.

Apa yang anda ketahui tentang posisi Tetralogi Pulau Buru di kalangan pergerakan untuk meruntuhkan Soeharto?

Baca Juga: Spanyol Disingkirkan Rusia, Ini Kata Fernando Hierro

Banyak faktor. Itu buku terbit di Indonesia tahun 1981. Jadi, sejak tahun 1965 sampai 1981, semua orang yang dibuang Soeharto ke Pulau Buru dianggap publik sebagai penjahat bengis. Mulai dari anggota PKI, kalangan kiri, Soekarnois, dicap jahat. Itu propaganda Orde Baru.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI