Soesilo Toer: Marxisme dan Hilangnya Satu Generasi Intelektual

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 05 Juni 2018 | 07:30 WIB
Soesilo Toer: Marxisme dan Hilangnya Satu Generasi Intelektual
Soesilo Toer adik Pramoedya, di rumahnya, Jalan Pramoedya Ananta Toer, Blora, Jawa Tengah, Jumat (1/6/2018). [Suara.com/Somad]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kaum intelektual, selalu memunyai peran penting dalam gerak maju sejarah peradaban di dunia. Namun, tak jarang, para intelektual justru mengkhianati masyarakat.

Dalam kasus Indonesia, keberadaan “mafia Barkeley” disebut banyak pihak sebagai wujud pengkhianatan kaum intelektual.

Mafia Berkeley  merupakan istilah yang kali pertama diperkenalkan oleh penulis Amerika Serikat, David Ransom, dalam majalah Ramparts, edisi 4 tahun 1970. Istilah ini merujuk pada ekonom-ekonom Indonesia lulusan University of California, Berkeley yang menjadi arsitek utama perekonomian Indonesia pada masa akhir 1960-an dan saat Orde Baru berkuasa.

Dalam artikel tersebut, Ransom menghubungkan Mafia Berkeley dengan proyek AS (terutama CIA) untuk menggulingkan Soekarno, melenyapkan pengaruh komunis di Indonesia, mendudukan Soeharto di kekuasaan untuk menjalankan kebijakan politik dan ekonomi yang berorientasi pada Barat.

Baca Juga: Italia Tahan Imbang Belanda 1-1

Kekinian, di zaman kiwari, dunia intelektual Indonesia juga mengalami kemandekan. Ariel Heryanto, Kepala Pusat Studi Asia Tenggara di University of Melbourne, Australia, tahun 2012 pernah membeberkan data yang menunjukkan kaum intelektul Indonesia terbilang tak produktif.

Menurut Ariel, peneliti Indonesia berada di posisi terendah dalam menghasilkan karya ilmiah mengenai negerinya sendiri kalau diperbandingkan dengan peneliti dari lima negara ASEAN.

Skor persentase karya mengenai Indonesia yang ditulis intelektual dalam negeri hanya 7.1. Sementara skor persentase intelektual Singapura jauh lebih tinggi, yakni 53.5;  Brunei 35.7; Malaysia 25.1; Filipina 24.1; dan Thailand, 18.8.

Bagi Soesilo Toer, seluruh persoalan kaum intelektual di Indonesia tersebut bersumber dari institusi pendidikan yang justru membuat anak didik hanya berorientasi mengejar keuntungan pribadi, bukan untuk mengabdi kepada masyarakat.

Menurutnya, fenomena tersebut bermula sejak era Orde Baru, ketika beragam institusi pendidikan didirikan dengan tujuan komersial, yakni mengeruk keuntungan.

Baca Juga: Negara Ini Sulap Air Limbah Daur Ulang Jadi Bir, Minat?

Soesilo Toer, adik sastrawan Pramoedya Ananta Toer membeberkan sekelumit persoalan itu dan pengalamannya menjadi kaum intelektual pada era Soekarno yang menurutnya masih berorientasi untuk memajukan masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI