Suara.com - Seorang santri lulusan Pondok Pesantren Darrut Tauhid Malang berpikiran terbuka tentang stigma Israel di kalangan muslim Indonesia. Sekarang dia percaya, tak sepenuhnya Israel itu ‘jahat’.
Lewat pengetahuannya berbahasa Ibrani, Sapri melahap literasi-literasi asal Israel, terutama tentang hubungan Yahudi dan Islam. Dia menjadi santri yang terbuka setelah membaca literasi itu, jika Yahudi bukan musuh Islam. Bahkan keduanya sebenarnya bersahabat dan mempunyai ‘turunan’ yang sama.
Ingin publik Indonesia terbuka seperti dirinya, salah satu manajer di maskapai penerbangan Thailand itu pun membuka khursus bahasa Ibrani pertama di Jakarta, bahkan di Indonesia. Dia sudah open public.
Media internasional pun memperbincangkan Sapri karena keberanian dia membuka kursus bahasa Israel. Bahasa Ibrani adalah bahasa Semitik dari cabang rumpun bahasa Afro-Asia yang merupakan bahasa resmi Israel, dan dituturkan sebagian orang Yahudi di seluruh dunia.
Sejak Februari 2018, lelaki berusia 52 tahun itu membuka dua kelas bahasa Ibrani di Pusat Hubungan Antaragama dan Perdamaian Indonesia di Jakarta Pusat. Sebanyak 20 siswa belajar di sana setiap Minggu dan Rabu.
Suara.com datang ke kelasnya pekan lalu. Selesai kelas, Sapri bersedia bercerita banyak tentang perjalanannya dari A sampai Z. Termasuk, apakah lelaki 52 tahun ini mendapatkan ancaman dari kelompok antiYahudi?
Berikut perbincangan lengkapnya:
Anda membuat kamus Indonesia-Ibrani. Bagaimana awalnya?
Kamus ini dwi bahasa. Bahasa yang satu, untuk digunakan orang Indonesia, yang satu lagi untuk orang Israel. Untuk orang Israel, supaya bisa belajar bahasa Indonesia.
Orang indonesia bisa belajar bahasa Ibrani, orang Israel bisa belajar bahasa Indonesia
Tujuannya selain khazana literatur yang perlu hadir di Indonesia, mendorong kedua bangsa saling mempelajari bahasa satu sama lain, di samping diharapkan bisa menjadi jembatan dari budaya yang belum pernah dicoba untuk dikaji.
Karena selama ini orang Indonesia anti Yahudi, sedikit alergi, bahkan agak tabu.
Bahkan meningkat hal yang tabu tapi, lebih cocok terminologi alergi. Itulah kenapa, saya buat kamus Indonesia-Ibrani. Dia juga berfungsi sebagai karya literatur dan suatu hazanah pelajaran baru di Indonesia.
Anda mempunyai buku belajar bahasa Ibrani, apakah publik bisa belajar sendiri dari sana?
Belajar otodidak, sangat bisa. Meskipun tidak menguasai bahasa Arab. Buku ini tidak ada di gramedia, buku ini dijual dari mulut ke mulut saja.
Kami cetak sendiri karena kami sudah mencoba menghubungi beberapa penerbit dan tidak ada yang mau dengan alasan komersial menurut saya. Alasan mereka nggak ekonomis, bukan kebutuhan publik, diprediksi nggak laku, dan sensitivitasnya sebagai buku yang kontroversi.
Apakah Anda mendapatkan bantuan dari lembaga donor atau pun pemerintah Israel?
Selama ini saya sudah mendapatkan beberapa bantuan dan tawaran. Namun sepanjang perjalanan saya mempublikasikan buku dan kamus saya ini, semua berdasarkan self funding.
Bukan saya tidak mau menerima bantuan, tapi saya lebih nyaman bekerja dengan kocek saya sendiri, dengan hasil keringat saya sendiri, independen dan bisa dilihat dari karya-karya saya. Isinya kalau ada sponsor atau tidak? Itu saja.
Apakah ini hal baru di Indonesia?
Sekolah tinggi teologi yang sudah mempelajari ibrani. Cuma yang dipelajari adalah klasik, biblical (Ineransi Alkitab), atau juga Alkitab. Sehingga studinya terbatas.
Hanya mengkaji kalimat-kalimat yang ada di Alkitab.
Kali ini saya hadir dengan Ibrani modern, yang notabene bahasa itu digunakan bangsa Israel sehari-hari. Sebagian orang Yahudi di luar tak bisa berbahasa Ibrani, seperti halnya orang Arab yang sudah berimigran di luar tak bisa berbahasa Arab.
Saya kasih contoh huruf pertama alef sama dengan aliv. Lalu “Ba” bahasa Arabnya, “Bed” dalam bahasa Ibrani, dan “Gmel” sama dengan “gim”. Jadi punya kesamaan.
Ini bahasa serumpun. Alangkah rancunya, jika hanya mengetahui satu rumpun bahasanya yaitu di sisi Arabnya. Semakin lengkap tools kita untuk mempelajari tentang teologi atau keagamaan atau tentang Timur Tengah tanpa dua tools itu, Arab dan Ibarani.
Ini keterkaitannya sangat erat sekali, sehingga bisa kita mempelajari dua bahasa itu. Kita bisa menemukan kok, ini sama. Ya karena mereka sama
Apa yang mendorong Anda untuk belajar bahasa Ibrani, selain alasan penting untuk literasi dan lainnya?
Awalnya fenomena di Mesir akhir 80-an dan awal 90-an. Pada jaman saya kuliah di sana. Saya melihat bahwa media-media, bukan hanya media cetak atau TV, bahkan dari literature. Literatur Arab tidak banyak melihat sisi-sisi positif ke-Yahudi-an atau ke-Israel-an sendiri.
Sehingga untuk mengkaji atau mengetahui sisi-sisi positif sangat sukar, sehingga dengan sendirinya mereka membaca teks-teks dalam bahasa Arab tentang Yahudi atau Israel terpola menjadi hal yang negatif.
Sementara dalam kajian akademisi atau orang kampus, harusnya ada keseimbangan. Saya tidak pernah menemukan fasilitas atau tools yang untuk mengimbangi cara berpikir seperti itu. Sehingga saya berpikir harus belajar bahasa Ibrani. Satu-satunya teks yang bisa menormalisasi atau meluruskan cara pandang dari satu sisi adalah dengan membaca teks ibrani itu sendiri.
Saya pun putuskan harus belajar bahasa Ibrani.
Sejak kapan Anda membuka kursus bahasa Ibrani?
Saya sudah memulai kursus bahasa Ibrani semenjak Agustus tahun lalu. Jumlah muridnya sudah hampir mencapai 70 orang.
Saya mengajar karena ingin sosialisasi.
Saya mengajar program 8 kali pertemuan dalam 1 bulan. Targetnya, semua murid-murid saya sudah bisa membaca bahasa Ibrani dalam 8 kali pertemuan itu.
Selanjutnya butuh 2 sampai 3 bulan lagi untuk komunikasi. Yang paling, mereka sudah bisa membaca. Sehingga belajar selanjutnya lebih gampang.
Jadi, apa dasar yang dibutuhkan untuk bisa mudah belajar bahasa Ibrani?
Bukan hanya bisa Alkitab, melainkan semua teks tertulis dalam bahasa Ibrani. Karena tulisan Alkitab tidak berbeda dengan tulisan Ibrani modern. Sama-sama berjumlah 22 huruf, cuma ada beberapa huruf yang pelafalannya beda.
Itu yang membuat berbeda sedikit. Jika orang belajar Ibrani modern, dengan sendirinya bisa menyesuaikan dengan teks klasik. Termasuk di dalamnya teks Alkitab.
Itu yang saya alami.
Apakah sulit mempelajari bahasa Ibrani?
Saya punya 2 pengalaman mengajar, ada 2 background. Latar belakangnya tidak pernah mempelajari alfabet Arab, dan yang sudah biasa dengan alfabet Arab. Bagi kalangan Islam, sudah diajarkan mengaji.
Dari 2 background ini, yang sudah terbiasa dengan alfabet Arab prosesnya lebih cepat 2 kali lipat, dibanding orang yang belum pernah mempelajari itu.
Itu dalam proses membaca.
Untuk proses mengajarkan bahasanya, bahasa Ibrani jauh lebih mudah dibandingkan bahasa Arab. Karena huruf-hurufnya independen, berdiri sendiri, dan tidak pernah disambung. Sementara bahasa Arab setelah disambung dia berubah bentuknya.
Bahasa Ibrani tidak pernah berubah bentuknya. Itulah alasan bahasa Ibrani lebih mudah dipelajari.
Bagi orang yang sudah mempelajari bahasa Arab setahun sampai dua tahun, dia akan mampu belajar bahasa Ibrani secara otodidak.
Lalu, bagaimana Anda bisa bahasa Ibrani? Kursus atau kuliah bahasa?
Saya otodidak.
Saya sedikit kembangkan belajar bahasa Ibrani dari orang-orang israel yang ada di pusat kebudayaan di Mesir. Saya tekuni dengan kursus 6 bulan.
Selama ini saya berdiri sendiri, belum ada yang bisa. Tapi sudah kelihatan ada beberapa murid yang bisa saya andalkan.
Ada 2 murid yang bisa jadi asisten saya di masa depan.
Bagaimana latar belakang murid Anda? Apakah ada yang keturunan Yahudi?
Saya mempunyai murid beragama Islam 7 orang, dari 90 jumlah murid. Sisanya kristen. Ada yang Yahudi satu orang.
Dia orang Indonesia yang selalu takut menyebut identitasnya.
Mengapa mereka ingin belajar bahasa Ibrani?
Ada yang berlatar belakang berbisnis yang sering ke Israel. Ada yang berkepentingan ingin membaca teks Alkitab dalam bahasa aslinya yang kebanyakan berlatar belakang agamawan.
Anda membuka, semacam kursus pendidikan bahasa. Apakah membutuhkan fasilitas tertentu, semisal izin?
Dalam hal ini, kursus ini tak ada fasilitas.
Saya berterimakasih pada International Commission on Radiological Protection (ICRP), terutama Ibu Siti Musdah Mulia (direktur ICRP) yang menyiapkan tempat. Dipinjamkan agar saya bisa mengembangkan bahasa Ibrani di Indonesia.
Baru bulan ini saya secara resmi membuka, mengumumkan kepada publik umum. Sebelumnya saya bergerilya, saya harus mengajar satu per satu dengan pelan-pelan.
Menariknya dari gerilya, saya menemukan beberapa orang yang sudah menunggu puluhan tahun untuk belajar bahasa Ibrani. Ada yang menyatakan sudah 10 tahun menunggu guru bahasa Ibrani yang bisa mengajarkan.
Bahkan ada yang sudah pernah minta saya mengajarkan di salah satu Pesantren di Jawa Barat.
Apakah kursus Anda berizin?
Kami menggunakan ijin ICRP, jadi nggak khawatir dengan ancaman.
Berapa biaya untuk membayar Anda agar bisa mengajarkan bahasa Ibrani?
Tidak ada persyaratan khusus. Persyaratan hanya ingin belajar.
Biaya sebenarnya sangat akomodatif dan sangat terjangkau. Kursus ini tidak seperti khusus komersial lain.
Kami ingin memberikan pendidikan bahasa.
Bagi publik Indonesia, bahkan dunia, Israel dianggap sepert musuh. Dalam pandangan muslim secara umum, bahkan dimusuhi. Apalagi publik Indonesia. Apakah Anda pernah mendapatkan ancaman karena mengajarkan bahasa Israel?
Ancaman serius, belum ada. Tapi ancaman itu dalam bentuk canda dan olokan.
Ancaman fisik belum ada. Kalau ada yang mengkritik, saya ajak dialog. Barangkali mereka belum melihat dan mengerti yang sebenarnya saya ajarkan. Saya sampaikan itu.
Anda perlu diingat, bahwa saya bukan sekadar mengajar bahasa Ibrani, saya juga pengajar bahasa Arab dan Inggris.
Dan ada yang perlu ditekankan bahwa saya anak pesantren tulen, saya adalah santri. Norma-norma seorang santri tulen biasanya sukar untuk mengubah tradisi yang sudah pernah dianut dan dipelajari.
Saya sejak kecil sudah di pesantren. Pendidikan dasar sudah tertanam di jiwa saya.
Selain di sini, Anda mengajar di tempat lain?
Saya mengajar di beberapa tempat pada kelompok-kelompok tertentu. Saya tidak mengajar di kampus karena lebih suka independen, lebih fleksibel mengatur waktu. Karena saya juga banyak menulis buku.
Salah satunya ‘Belajar Sendiri Membaca Bahasa Ibrani’.
Menurut Anda, apa untungnya orang Indonesia belajar bahasa Ibrani?
Bahasa Ibrani sangat penting hadir di Indonesia, setidaknya dia menjadi satu perbandingan, tandingan bahasa Arab di Indonesia sehingga kita mampu membaca 2 literatur dari Arab dan Israel. Sehingga terjadi perbandingan untuk mendapat hasil yang seobjektif mungkin.
Sebab kalau melihat sudut pandang Timur Tengah dengan satu tools dari Arab saja, akan rancu melihat persoalan. Bagaimana melihat Israel dan Arab selama ini berkonflik? Bukan cuma itu, di sana banyak budaya tinggi yang bisa kita gali dan pelajari.
Apakah pekerjaan Anda hanya guru les bahasa?
Saya bekerja sebagai country menajer salah satu penerbangan di Indonesia. Saya juga melakukan riset-riset kecil. Sebelum di Kaeral, saya pernah di Amerika. Sekarang masih tetap sebagai country manajer perwakilan salah satu perusahaan penerbangan milik swasta berbendera Thailand untuk Indonesia, Jet Asia.
Bagaimana tempat Anda bekerja melihat profesi Anda ini?
Dari perusahaan tahu soal itu dan tidak mempersoalkan. Sahamnya 50 persen milik orang Palestina-Amerika.
Apakah Anda interaksi intens dengan kelompok Yahudi di Indonesia?
Cuma beberapa orang saja tentang bahasa Ibrani. Ada yang bisa, kebanyakan tidak bisa. Mereka mungkin lebih khawatir atau belum percaya dengan apa yang saya bawa di Indonesia.
Karena memang awalnya saya tidak dipercaya, “kok ada anak santri bisa melakukan hal seperti ini.”
Jadi, sampai detik ini masih ada resisten baik dari kelompok Yahudi, Kristen, maupun Islam. Semua tidak mempercaya bahwa apa yang saya bawa, saya bisa melakukannya.
Biografi Singkat Sapri Sale
Sapri lahir di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dibesarkan di Malang, Jawa Timur, untuk belajar tradisi Islam di pesantren. Dia pernah belajar di Pondok Pesantren Darrut Tauhid, Malang. Namun, pada awal era 1990-an, ia kali pertama mulai tertarik mempelajari Ibrani dan kebudayaan Israel. Ketika itu, Sapri masih berstatus mahasiswa Sastra Arab di universitas prestisius Mesir, yakni Al Azhar University.
Setelah lulus Al Azhar, Sapi bekerja sebagai pegawai di Jet Asia Airways, tapi gairahnya untuk menekuni Ibrani dan Israel tetap ada. Sekarang Sapri menjadi salah satu petinggi di maskapai asal Thailand itu.