Sri Wahyuni: Pensiun Setelah Target Emas di Olimpiade 2020 Tokyo

Senin, 26 Februari 2018 | 07:00 WIB
Sri Wahyuni: Pensiun Setelah Target Emas di Olimpiade 2020 Tokyo
Atlet angkat besi Indonesia Sri Wahyuni Agustiani. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lalu, bagaimana ritual Anda setelah mendapatkan juara?

Selama jadi atlet, semua harus teratur. Mulai dari istirahat sampai makan harus tepat waktu.

Saya sendiri memang sudah disiplin dalam hidup sehari-hari sebelum jadi atlet angkat besi. Semisal, Saya nggak suka kotor dan sampah yang berserakan.

Olahraga angkat besi dilihat sebagai olahraga orang-orang kuat. Bagaimana sosok Anda sendiri?

Aslinya, saya orang yang pendiam dan feminim. Sukanya pakai rok dan jarang pakai celana. Seringnya pakai rok, begitu juga saat kuliah.

Seperti apa pola latihan Anda?

Setiap hari, pagi dan sore. Sekali latihan, 3 jam.

Bagaimana soal pemilihan menu makanan Anda?

Makanan memang agak lebih, tapi tidak berlebihan. Sarapan pagi sarapan 2 lembar roti atau nasi dan kopi. Lalu makan siang, daging, ayam, sayur dan nasi.

Kalau latihannya berat, porsi daging ditambah, karena keringat banyak keluar. Begitu juga makan malam.

Hanya saja, berat badan harus dijaga agar tidak naik atau turun. Karena ditentukan perkelas.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani di tempat latihan. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Anda menyebut rekor angkat besi Anda sampai 200 kg. Bagaimana trik Anda melakukan itu?

Kalau di angkat besi mengutamakan teknik dan keindahan dalam mengangkat. Kalau tekniknya bagus, angkatannya juga bagus. Kami juga mempunyai kuda-kuda, cara menggenggam, dan posisi pinggang dalam mengangkat.

Titik berat harus di kaki dan tangan, jika tidak akan cidera. Makanya pemanasan sangat penting dalam sebuah pertandingan.

Anda pernah mengalami cidera saat bertanding?

Pernah.

Di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, saya cidera tapi tidak ada yang tahu. Saya cidera kaki, tangan dan pinggang. Rasanya saat itu sakit sekali, tapi nggak saya rasakan.

Saya lebih melawan rasa sakit, karena ambisi Saya besar nggak mau kalah dengan yang lain.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani di tempat latihan. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Apakah setelah itu Anda memeriksakan diri?

Saya nggak mau periksa, makanya pelatih pun aneh dengan sikap saya.

Di Asian Games nanti Anda pun diturunkan dan diandalkan meraih medali. Negara mana yang menjadi saingan terberat Anda?

Saya nggak pernah pikirkan lawan terberat atau juga yang termudah, karena tinggal angkat saja. Sementara yang mengatur strategi adalah pelatih.

Nanti saya ikut kelas 48 kg putri.

Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) mengeluarkan daftar atlet-atlet angkat besi dari beberapa negara yang terbukti menggunakan obat terlarang atau doping. Cina salah satu negara yang kena hukuman yang menyebabkan atletnya tidak boleh bertanding selama 1 tahun, termasuk di Asian Games tahun ini. Apakah Anda merasa saingan Anda berkurang?

Di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 kemarin juga saya tidak bersaing dengan Cina.

Tapi saya merasa, jika nggak ada Cina tidak akan seru dan nggak greget. Karena Cina menjadi negara dominan di angkat besi.

Kalau Cina ikut bertanding, justru saya makin senang karena jadi ada lawan.

Artinya target emas nanti optimis...

Insya Allah, doakan saja lah. Saya sih optimis.

Selain menjadi atlet, apakah kegiatan Anda?

Saya masih kuliah S1 di Universitas Bhayangkara jurusan hukum. Saya dapat beasiswa sampai S2 di sana.

Sampai kapan Anda akan menjadi atlet angkat besi?

Di angkat besi, usia tidak dibatasi, asal masih kuat mengangkat. Kalau Saya setelah ikut Olimpiade Tokyo 2020, sudah.

Mengapa mau berhenti setelah itu?

Karena mau ngapain lagi? Olimpiade itu yang tertinggi. Meski Saya masih bisa untuk jadi atlet karena masih mampu. Tapi Saya stop di usia 26 tahun.

Apakah setelah pensiun akan jadi pelatih?

Nggak. Saya mau bekerja. Saya sudah CPNS, tapi belum tahu akan ditempatkan dibagian apa.

Setelah tidak jadi atlet, paling saya merasakan tidurnya jadi enak. (seraya tertawa). Karena sebagai atlet capaian tertinggi adalah mendapatkan emas di Olimpiade.

Mengapa tidak ingin jadi pelatih angkat besi?

Susah dan ribet. Misalnya mendidik 10 anak tapi nggak ada yang nurut, susah juga.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani di tempat latihan. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Biografi singkat Sri Wahyuni

Sri Wahyuni Agustiani lahir di Bandung, 13 Agustus 1994. Dia merupakan atlet angkat besi, kelas 48 kg dari Kabupaten Bandung.

Sri termasuk atlet yang banyak mendulang medali.  Di antaranya Perak Kejuaraan Asia di Astana Kazakhstan (total angkatan 106 kg), Emas Islamic Solidarity Games (ISG) III Palembang (total angkatan 184 kg), Emas SEA Games Myanmar (total angkatan 188kg), Emas Kejuaraan Dunia Junior Kazan Rusia (total angkatan 187 kg), Emas Kejuaraan Dunia Junior untuk angkatan clean & jerk (total angkatan 106kg), Perak Kejuaraan Dunia Junior untuk angkatan snatch (total angkatan 81 kg), Perunggu Kejuaraan Dunia Angkat Besi Almaty, Kazakhstan untuk angkatan clean & jerk (total angkatan 176kg), dan Perak Asian Games Incheon Korea Selatan (total angkatan 187kg).

Prestasi terbesar Sri saat ini mendapat medali perak angkat besi Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dengan mencatatkan angkatan total 192 kg (angkatan snatch 82 kg dan clean & jerk 107 kg).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI