Sri Wahyuni: Pensiun Setelah Target Emas di Olimpiade 2020 Tokyo

Senin, 26 Februari 2018 | 07:00 WIB
Sri Wahyuni: Pensiun Setelah Target Emas di Olimpiade 2020 Tokyo
Atlet angkat besi Indonesia Sri Wahyuni Agustiani. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang perempuan asal Bandung berusia 24 tahun dengan berat badan 47 kg dan tinggi badan 147 cm mampu mengangkat beban seberat 200 kg. Dia adalah Sri Wahyuni, atlet angkat besi nasional kelas internasioal.

Di tengah sepinya kabar olahraga angkat besi Indonesia, Yuni, sapaan akrab mojang Bandung itu mencuri perhatian publik. Dia meraih medali perak di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dengan mencatatkan angkatan total 192 kg di nomor putri 48 kg.

Tapi, bukan hanya kemarin. Sejak usia 13 tahun menggeluti angkat besi, Yuni sudah berulang kali dapat medali emas di pertandingan lokal dan nasional.

Kini, Yuni menjadi andalan Indonesia untuk memenangkan cabang angkat besi di Asian Games 2018. Emas, target Yuni di sana.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, saat tampil di kelas -48 kg putri Olimpiade 2016 di Riocentro Pavilion, Rio de Janeiro, Brasil, (6/8) [AFP/Go Chai Hin]

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, saat tampil di kelas -48 kg putri Olimpiade 2016 di Riocentro Pavilion, Rio de Janeiro, Brasil, (6/8) [AFP/Go Chai Hin]

Pekan lalu, suara.com menemui Yuni di tempat latihannya bersama atlet angkat besi nasional lainnya di Markas Komando Pasukan Marinir II di Jakarta Pusat. Di sana Persatuan Angkat Berat Besi dan Binaraga Seluruh Indonesia (PB PABBSI) meminjam tempat latihan angkat besi tentara untuk berlatih menyiapkan diri di Asian Games 2018 tahun ini.

Yuni banyak bercerita awal mula menekuni angkat besi, sampai waktu dia akan pensiun. Yuni juga punya kisah unik di balik medali yang dia dapatkan.

Berikut cerita lengkapnya:

Bagaimana cerita awal Anda menggeluti angkat besi?

Awalnya dari adik dulu yang menggeluti angkat besi di Kabupaten Bandung. Saya selalu ikut kalau dia latihan, sampai akhirnya Saya pun ikut angkat besi.

Sejak kapan Anda mulai latihan angkat besi?

Sejak usia 13 tahun. Saat itu mengangkat beban 7,5 kg. Sampai sekarang rekor saya bisa angkat 200 kg.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Sejak usia 13 tahun Anda ikut angkat besi. Bagaimana tanggapan lingkungan sekolah dan teman sekitar?

Awalnya mereka merasa saya aneh ikut olahraga angkat besi. Ngapain juga ikut angkat besi? Kan perempuan. Tapi Saya bilang, ya sudah lah biar saja, nanti juga kalau Saya juara mereka pada diam.

Bagaimana sosok Sri di rumah? Apakah memang Sri sosok yang tomboy?

Nggak. Saya perempuan biasa kayak yang lain. Nggak ada istilah keturunan genetik yang kuat. Orangtua juga nggak ada yang kuat.

Mengapa mau ikut olahraga angkat besi dan serius jadi atlet?

Saya tertarik saja, karena jarang perempuan jadi atlet angkat besi, biasanya lelaki. Rasanya, perempuan juga bisa menjadi atlet angkat besi, karena sama-sama kuat. Akhirnya pun senang dan keluarga pun mendukung.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Apakah ada kendala saat awal-awal ikut angkat besi?

Banyak, susah mengangkat karena belum tahu teknik angkatannya. Tapi kan diajarkan oleh pelatih sampai bisa angkat berat puluhan, bahkan ratusan kilogram.

Apa yang menjadi kesulitan di awal?

Angkat besi kuncinya di teknik angkatan. Sementara awal-awal ikut latihan, Saya nggak pernah angkat besi. Ternyata ketika sudah tahu tekniknya jadi enak dijalankan. Lagi pula ini olahraga yang tidak biasa.

Sebelum ikut angkat besi, angkat air saja susah banget. Sekarang malah enteng dan tidak terasa angkat air di ember beberapa banyaknya air pun.

Soal angkat besi bukan kuat atau tidak, tapi teknik yang dipakai untuk mengangkat besi. Sehingga bisa angkat beban besi melebihi berat badan diri sendiri.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Misal saja untuk jenis angkatan clean and Jerk, lutut tidak boleh ditekuk dan tangan harus mampu angkat bebas sampai ke atas dengan lurus. Sebab di angkatan ini secara langsung tanpa adanya jeda dan beban pun harus diangkat dari lantai. Keseimbangan badan sangat diperlukan.

Selain itu ada juga teknik snatch yang mengangkat beban dalam 2 tahap. Kalau digambarkan, tahap pertama angkat beban pertama dengan kondisi jongkok, lalu beban kedua dalam kondisi berdiri. Atlet harus menahan beban dalam beberapa detik dengan posisi tegak berdiri.

Apakah pernah cidera dalam mengangkat beban?

Nggak terlalu banyak terkilir, sejak awal angkat besi hanya rasakan pegal-pegal badan. Kalau merasa pegal, justru nggak boleh berhenti latihan. Harus diteruskan latihannya.

Kalau berhenti latihan justru malah makin sakit pegalnya. Jadi membiasakan otot lentur untuk bisa mengangkat beban. Jika otot tegang, nggak akan bisa angkat beban ratusan kilogram.

Sebab antara tangan, kaki dan pinggang semua dipakai untuk mengangkat.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (AFP)

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (AFP)

Kapan Anda juara pertama kali?

Usia 19 tahun saat ikut Sea Games 2013 di Myanmar. Tapi sebelumnya saya ikut berbagai pertandingan di tingkat kabupaten, provinsi, lalu nasional. Lalu saya ikut PON Samarinda 2008.

Sebagai anak muda yang terus mendapatkan juara, apakah saat itu merasa puas?

Sampai sekarang kalau setelah bertanding, biasa saja. Colling downnya cepat, tidak dibawa stres.

Anda dikenal publik secara luas setelah mendapatkan medali perak di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dengan mencatatkan angkatan total 192 kg. Bagaimana cerita Anda bisa mendapatkan medali itu? Adakah latihan khusus?

Target medali saat itu, emas. Cuma kemarin, saya memang kurang keras latihannya.

Cuma, kalau di lihat keseluruhan pola latihan Saya sama saja seperti biasa.

Saat itu memang, saya ada proses penurunan berat badan. Sehingga angkatannya tidak stabil. Kalau berat badan Saya 51 kg, mungkin angkatannya bisa lebih dari itu. Saat itu berat badan Saya 47 kg. Sehingga kelasnya diturunkan, seharusnya berat badan Saya minimal 48 kg.

Apakah Anda puas dengan perolehan di Olimpiade?

Setiap hari Saya semangat, nggak pernah kendor. Sekarang saya inginnya lebih dari itu. Karena saya tipe orang yang tidak mudah puas. Bagi saya, juara itu nomor 1, bukan nomor 2.

Pertama kali ikut Sea Games, Saya dapat emas. Itu setelah Sea Games sebelumnya, Indonesia tidak menurunkan atlet angkat besi perempuan, padahal atletnya banyak.

Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani. (AFP)

Indonesia belum melihat angkat besi sebagai olagraga utama yang diandalkan seperti sepakbola atau juga bulu tangkis. Bagaimana penilaian Anda?

Saya pun melihat atlet angkat besi jarang terekspose seperti bulu tangkis. Sehingga tidak banyak orang tahu. Selain itu jumlah pertandingan bulu tangkis banyak dalam sebulan.

Sementara dalam satu tahun, hanya ada 3 sampai 4 kali pertandingan angkat besi kelas internasional.

Sementara, angkat besi kan sama saja seperti atlet cabang lain yang menyumbang medali di Sea Games atau Asian Games.

Apakah keadaan seperti itu juga terjadi di seluruh negara di dunia?

Yang seperti itu hanya terjadi di Indonesia.

Kalau di negara lain, angkat besi justru yang utama dilihat. Dua negara itu misalnya Thailand dan Cina. Tapi Cina lebih mengutamakan angkat besi. Atlet angkat besi Cina sangat banyak, sehingga mereka lebih siap dalam mengikuti pertandingan-pertandingan internasional.

Bagiamana dengan keadaan atlet angkat besi Indonesia?

Jumlahnya banyak, tapi dari sisi total angkatan, belum ada yang di atas saya. Sehingga atlet yang diajak untuk bertanding hanya mereka yang mendekati kemampuan angkatan dari saya.

Jumlah atlet yang banyak, tapi tidak banyak atlet angkat besi yang terlibat di kancah internasional. Apa sebabnya?

Dari kemauan diri sendiri si atlet. Sementara penjaringan bibit atlet ke sekolah kan sudah banyak dan sering dilakukan.

Apa yang sulit dari menumbukan minat menjadi atlet angkat besi?

Soal kemauan yang tidak bisa dipaksakan. Meski ada dukungan dari orangtua, jika anaknya nggak mau, nggak akan bisa dia jadi atlet hebat.

Selain itu atlet dan pelatih harus satu tujuan, dan menguatkan.

Hal lain soal sikap setelah juara, ada atlet yang baru juara sudah sombong. Itu tidak bisa diperlakukan di dunia angkat besi. Bahkan atlet di luar negeri, meski sudah dapat emas di Olimpiade, masih bersikap menunduk.

Setelah juara tidak bisa terlalu banyak refleshing, harus ingat waktu. Karena atlet juga digaji oleh negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI