Suara.com - Keluar dari perusahaan internasional untuk membangun perusahaan bisnis sampah, membuat kebanyakan orang menganggap Wilda Yanti aneh. Meninggalkan jabatannya sebagai direktur di perusahaan asing, ibu 3 putra itu memulai dengan mengais sampah-sampah yang dibuang rumah tangga.
Setalah 7 tahun jatuh bangun, kini Wilda menuai hasilnya. Saban bulan, perusahaannya mempunyai untung bersih Rp10 miliar.
Perusahaan Wilda merupakan perusahaan berstatus perseroan terbatas yang berbisnis pengelolaan sampah satu-satunya di Indonesia. Sembari menyelam minum air, Wilda tidak hanya berbisnis, dia juga banyak menyumbang untuk kelestarian lingkungan.
Wilda, salah satu tokoh bank sampah paling tenar dan aktif menyuarakan tentang pentingnya tidak membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sebab Wilda ‘melumat’ sampah-sampah organik dan anorganik menjadi bernilai.
Kisah Wilda menarik dibagi. Suara.com menemuinya di kawasan Semanggi, Jakarta, pekan lalu. Dia banyak cerita awal mendirikan Xaviera Global Synerg dan membuka lapangan pekerjaan lewat pembentukan bank sampah di seluruh Indonesia.
Berikut perbincangan lengkapnya:
Anda mendirikan sebuah perusahaan pengelolaan sampah di Indonesia, bagaimana cerita awalnya?
Dulu saya aktif di gerakan lingkungan, membersihkan lingkungan sana sini. Tapi setelah kegiatan bersih-bersih itu selesai, lingkungan itu kotor lagi. Tahun 2007, saya melihat banyak pemerintah memberikan bantuan alat kebersihan bernilai ratusan juta, tapi warganya nggak memakainya.
Saat itu saya mencoba melakukan pemilihan sampah dari rumah sendiri, ternyata itu bisa dilakukan. Tapi memang tidak mudah, tapi bisa. Saya memilih sampah kering, seperti kertas, kardus, botol air mineral dan plastik yang bisa dijual lagi. Saya jual ke pengepul.
Saya juga mengolah sampah organik, dari yang bau sampai yang tidak bau. Hasil kompos itu dipakai untuk pupuk tanaman. Sehingga pupuk tanaman di rumah saat itu pakai hasil kompos itu, jadi tidak beli pupuk.
Sehingga tiap bulan saya banyak menabungkan uang untuk beli pupuk, lumayan. Hasil penjuaan sampah kering bisa dipakai untuk bayar listrik, air dan telepon. Saya ajak masyarakat sekitar rumah untuk melakukan hal yang sama.
Ibu-ibu di sekitar rumah membentuk kelompok dan menjalankan pengolahan sampah. Produksi pupuk kompos semakin banyak, sementara pembelinya terbatas.
Akhirnya saya terpikir membuat wadah untuk menampung produksi berlebih itu, dan membuat perusahaan.
Saya mencari tahu bentuk perusahaan itu, antara yayasan, CV atau PT. Akhirnya memilih PT karena bentuknya professional dari sisi pengelolaan keuangan. Awalnya perusahaan ini menampung sampah organik atau basah. Setelah teratasi, kami pun melayani penampungan atau penjualan sampah kering dari bank sampah.
Lagi pula, pengelolaan sampah basah tidak bersaing dengan pengepul-pengepul sampah kering. Kami mendapat banyak pasokan sampah basah dari rumah tangga dengan cuma-cuma, dan dikelola menjadi pupuk organik.
Perusahaan itu saya dirikan berawal dari pengelolaan sampah lingkungan ibu rumah tangga di perkampungan, lalu berkembang menjadi perusahaan perseroan terbatas (PT) bernama Xaviera Global Synerg.
Latar belakang saya mendirikan perusahaan itu karena banyak bank sampah di Indonesia tidak berkembang, hidup segan mati tak mau. Karena tidak ada yang mendistribusikan hasil olahan sampah-sampah dari bank sampah itu.
Perusahaan saya adalah perusahaan yang berbisnis bank sampah pertama di Indonesia. Saya menjamin distribusi olahan sampah-sampah dari bank sampah.
Saat ini perusahaan itu membawahi bank sampah di seluruh Indonesia. Saya membina kelompok usaha yang bergerakannya sama seperti yang saya lakukan, bank sampah.
Tapi pergerakan mereka skala kecil. Bank sampah yang kami rangkul berbentuk kelompok dan tujuannya untuk usaha penyelamatan lingkungan dan peningkatan ekonomi.
Dari mana mendapatkan ide sampai tercetus membuat perusahaan ini?
Di Eropa dan Amerika, perusahaan waste management sudah berkembang dan banyak tumbuh. Sementara di Indonesia, banyak perusahaan dan rumah tangga berpikir penanganan sampah dilakukan oleh jasa pengangkutan sampah.
Sementara tidak ada jasa pengelolaan sampah yang tidak membuang sampah itu di TPA (tempat pembuangan akhir sampah).
Baru Xaviera Global Synerg, perusahaan yang mengambil sampah-sampah dari kawasan komersil dan mengolahnya hingga bernilai ekonomi.
Perusahaan ini didirikan karena prihatin semakin banyak sampah menumpuk di TPA, bagaimana kami mengajak publik berkontribusi tidak membuang sampah di sana.
Sementara Indonesia sudah punya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang menyatakan kawasan komersil tidak boleh membuang sampahnya ke TPA. Mereka harus mengelola sampah mereka sendiri.
Tapi dalam kenyataannya, kawasan komersil yang membuang sampah ke TPA masih terjadi.
Berapa lama perjalanan Anda membangun perusahaan itu dari rencana sampai benar-benar ada?
Sejak 2007 sudah memulai, tapi dalam tahap serius mulai 2009. Lalu tahun 2011 baru terbangun perusahaan itu. Sementara, kemunculan bank sampah di Indonesia mulai dari tahun 2008 dengan diinisiatorkan oleh Bambang Suwerda, tpi booming baru tahun 2010.
Tapi metode yang dijalankan perusahaan saya lebih berkembang, karena mempunyai sistem yang terstruktur.
Bagaimana sistem pengelolaan sampah perusahaan ini?
Pengelolaan ini berdasarkan social enterprise, membina kelompok-kelompok bank sampah. Biasanya kelompok bank sampah ini tidak mempunyai modal untuk memulai usaha. Kami memberikan modal jika bank sampah itu berkembang.
Mereka bisa cicil tanpa bunga. Asalkan bank sampah itu menjual hasil pemilihan sampah ke kami.
Kami juga membantu sebuah lingkungan atau pemukiman untuk memulai membuat kelompok pengelolaan bank sampah. Saya datang langsung untuk memberikan pendidikan bank sampah.
Jika mereka sudah paham, mereka bisa membentuk usaha perorangan atau berbasis masyarakat. Misi kami menciptakan lapangan kerja baru.
Kami langsung membayar cash dari hasil penjualan pemilihan sampah mereka ke kami.
Sampah berjenis apa saja yang bisa dijual ke Anda?
Kami membayar atau membeli dari para bank sampah sebanyak 99 jenis sampah. Kami hargai perjenis perkilogram. Mulai dari sedotan, tutup botol, botol, sampai keras. Hanya popok bayi, tissue toilet dan pembalut yang tidak kami beli.
Kami bisa menerima hampir semua sampah, karena sudah tahu pasarnya. Ke mana kami jual kembali? Kami tahu.
Bahkan kami satu-satunya perusahaan yang membeli kompos dari bank sampah. Kami membuat kompos itu menjadi pupuk cair dalam kemasan 12 liter.
Pengelolaan sampah plastik itu jadi produk apa saja?
Minyak setara bensin, solar dan minyak tanah. Minyak itu dijual ke industri dengan produksi 10 ton perbulan. Selain itu kami produksi dari sampah menjadi biji plastik.
Bagaimana bentuk kerjasama dengan petani?
Kami memberikan pupuk organik dan bibit. Hasil pertaniannya kami beli dengan harga yang sudah disepakati sebelumnya.
Berapa petani yang menjadi parner Anda?
Di satu titik, semisal di Jombang, ada 300 petani. Lahanya sebesar 50 hektar.
Apa tantangan yang Anda hadapi untuk membangun dan mempertahankan perusahaan ini?
Tantangan terbesar saya, saya tidak bisa bicara uang di depan saat berbisnis. Karena perusahaan ini juga berperan untuk membantu masyarakat dan kawasan. Sehingga dalam setiap project pengelolaan sampah di sebuah kawasan bisnis, tidak bisa selalu bicara uang.
Selain itu belum berjalannya regulasi undang-undang persampahan di Indonesia. Kalau itu jalan, gerakan ini akan masif.
Apakah Anda pernah merugi?
Tahun pertama saya merugi.
Sebab di awal membangun perusahaan ini, saya merasa pemerintah bisa membantu program ini. Saya wara wiri menawarkan program ini ke pemerintahan, tapi nggak ada yang jalan.
Akhirnya saya lebih baik menawarkan pengelolaan sampah ini ke hotel-hotel dan mall. Sebab kami mendapatkan keuntungan ganda. Mengelola sampah mereka untuk diambil hasilnya, selain itu mendapatkan pembayaran jasa.
Pernah juga satu kali mengelola kawasan komersil, tapi tidak dibayar. Karena dengan mengolah sampah mereka saja, kami sudah untung dari hasil penjualan pengelolaan sampah itu.
Jakarta menghasilkan 7.000 ton sampah setiap hari. Anda masih kesulitan mendapatan sampah?
Nggak sulit.
Mencari kawasan yang peduli dengan sampahnya dan tidak membuang sampahnya ke TPA, itu yang sulit.
Padahal semua gedung, termasuk apartemen, berkewajiban untuk mengelola sampahnya, tidak membuang sampah ke TPA.
Dari seluruh kawasan pemukiman dan komersil di Jakarta, berapa yang sudah Anda kelola?
Masih secuil.
Masih jauh dari jumlah perusahaan di Jakarta atau di Indonesia yang peduli dengan pengelolaan sampah. Tapi banyak industri yang sadar, jika mereka ingin mendapatkan ISO untuk green building. Mereka harus ikuti mekanisme kami, mereka tidak boleh buang sampah di TPA.
Artinya untuk masyarakat yang ingin membangun perusahaan seperti ini, masih luas pasarnya?
Luas sekali. Banyak yang belum tergarap.
Makanya, kami selalu mengajak bank sampah di komunitas untuk membangun perusahaan seperti kami. Kami sudah sediakan mekanisme sistem secara terstruktur dan jelas.
Sampai kini, berapa besar keuntungan Anda setiap bulan?
Omset tahun 2006 lebih dari Rp10 miliar, itu kotor. Sekarang keuntungan bersih perusahaan kami di atas Rp10 miliar.
Jadi semakin banyak kelompok yang kami bina, semakin banyak keuntungan yang kami dapat.
Sehingga tulang punggung kami, para kelompok bank sampah ke Indonesia. Investasi terbesar kami ada di prose edukasi masyarakat. Saya sendiri turun, bahkan jika mereka inbox ke Facebook saja, saya akan datang.
Berapa jumlah tim Anda di perusahaan?
Tim inti di perusahaan tidak banyak, hanya sekitar 100 orang. Tapi saya masukkan masyarakat di kelompok tertentu untuk pembinaan ke seluruh Indonesia.
Ada tim di berbagai daerah, mereka kami bayar diberikan honor, penginapan, dan transportasi. Jadi kalau digabung dengan tim daerah di lapangan bisa ratusan.
Ke depan, seperti apa konsep perusahaan ini?
Kami ingin mengembangkan argo bisnis.
Kami membina petani. Xaviera Global Synerg mempunyai binaan petani, peternak, dan perikanan. Karena kami juga membuat pelet dari sampah sayuran. Nanti petani itu, menjual buahnya ke kami dengan harga yang bagus. Selanjutnya kami mendistribusikan buah itu ke berbagai supermarket.
Jadi mengolah sampah, tidak harus menjual sampah lagi.
Lahan pertaniannya ada di Bogor, Majalengka, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lombok. Semuanya ada ratusan titik pertanian.
Biografi singkat Wilda Yanti
Wilda Yanti mempunyai kepedulian kebersihan dan pengelolaan sampah sejak muda. Perempuan 44 tahun itu pernah bekerja di perusahaan asing di Indonesia sebagai ahli komputer dan informatika. Jabatan terakhirnya sebagai direktur.
Tahun 2011, dia berhenti bekerja dan fokus mengelola perusahaan pengelolaan sampah pertama di Indonesia, Xaviera Global Synergy. Selain bergerak di jasa pengelolaan sampah kawasan komersial, perushaaan ini bermitra dengan masyarakat dengan membentuk kelompok-kelompok usaha pengelolaan sampah berbasis masyarat.
Xaviera Global Synergy membantu memastikan bahwa Sampah ditangani secara efektif dan ramah lingkungan. Solusi Xaviera Global Synergy termasuk; Pembuatan Pakan Ternak, pembuatan kompos, Pupuk Cacing,bahan bakar, Biogas dan Energi listrik, Juga penanganan air limbah