Amir Hamidy: Cerita Cicak Lincah 'Ahok' dan Penemuan Spesies Baru

Senin, 15 Januari 2018 | 07:00 WIB
Amir Hamidy: Cerita Cicak Lincah 'Ahok' dan Penemuan Spesies Baru
Taksonom Hepertologi, DR Amir Hamidy (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebagai herpetofauna, apakah ada kesulitan dalam penemuan spesien baru?

Riset, itu yang paling penting. Ini adalah sebuah skill, semakin banyak melakukan riset, makin banyak menghasilkan karya.

Selain persiapan di lapangan untuk mengambil spesimen, menuliskan hasilnya juga paling berat. Sebanyak 60 persen energi yang dihabiskan dari riset itu adalah penulisan.

Seberapa banyak taksonom hepertologi di Indonesia?

Kalau bidangnya, memang jarang. Taksonom hepertologi di Indonesia tak akan lebih dari 10 orang peneliti. Sebab amphibi dan reptil adalah takson yang dihindari manusia, dan hewan itu menjijikan. Pandangan itu masih ada.

Kurangnya ketertarikan banyak orang untuk menjadi taksonom ini berefek ke studi. Dalam taksonom atau penamaan, sebenarnya dalam veterbrata (hewan bertulang belanang) penemuannya masih stabil. Begitu juga penemuan-penemuan mamalia, dalam setahun banyak penemuan.

Taksonom Hepertologi, DR Amir Hamidy (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Dengan pemanfaatan ilmu biologi molekuler, penemuan-penemuan reptil semakin banyak. Ini juga kesempatan untuk ilmuwan muda.

Berapa besar potensi pertambahan jumlah amphibi di Indonesia?

Jumlahnya jenis amphibi sampai 400-an jenis, sementara reptil ada 700 jenis. Itu yang sudah terdeskripsi. Belum lagi yang belum terdeskripsi.

Hampir semua ampibi di wilayah Sumatera, endemik.

Tapi jumlah taksonom Indonesia harus ditambah. Dengan jumlah 700 jenis itu, tapi hanya diteliti kurang dari 10 orang yang kerja sebagai taksonom, maka akan kurang.

Salah satu spesies di Laboratorium Herpitologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Sebagai negara tropis, keanekaragaman hayati Indonesia paling besar setelah Brazil. Khusus reptil dan amphibi, sebanyak apa di Indonesia?

Indonesia ada di tingkat 10 besar mega biodiversity country. Termasuk untuk ampibi dan reptil, paling banyak di dunia. Brazil pun demikian.

Tahun 2012, Cina masih memimpin penemuan-penemuan amphibi dan repril terbaru dengan jumlah 410 jenis. Sekarang, Indonesia memimpin penemuan-penemuan amphibi dan reptil. Terlebih 50 persen kawasan Papua belum terjamah untuk penemuan amphibi. Bahkan di laboratorium ini, masih banyak yang belum teridentifikasi.

Hepertolog Amir Hamidy di Laboratorium Herpitologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Sejauhmana ancaman kepunahan amphibi?

Ada sebuah paper yang mengatakan laju penemuan amphibi lebih rendah dari laju kepunahan. Jenis-jenis yang belum ditemukan bisa punah sebelum dideskripsi. Ini karena faktor manusia.

Misalnya, jenis rhacophorus banyak ada di hutan Sumatera. Sementara jika hutan Sumatera dikonversi jadi kelapa sawit, apakah tidak punah jenis itu?

Secara alami, hewan bisa menjadi penanda alam. Bagaimana dengan keluarga reptil dan amphibi? Apakah mereka bisa menandakan keadaan sebuah lingkungan?

Anda pernah dengar booming kasus hama tikus? Di beberapa wilayah gagal panen karena banyak hama tikus. Itu sangat terkait sekali, besarnya eksploitasi terhadap predator tikus, khususnya ular. Ular bukan hanya dibunuh, tapi dijual untuk kebutuhan konsumsi. Bahkan diekspor untuk industri kulit, diekspor dalam jumlah besar ke Cina.

Beberapa jenis ular pemakan tikus dan  efektif sekali untuk mengontrol hama.

Kasus lain soal kawasan demam berdarah dan malaria. Apakah tidak sadar apa  fungsi keberadaan katak di sana? Katak-katak, baik berudu dan katak mempunyai peran penting di ekologi. Berudu bisa memakan jentik nyamuk, kataknya juga memakan nyambuk. Pemerintah menggelontorkan miliaran uang untuk menanggulangi hama dan demam berdarah di satu kawasan.

Sementara Indonesia masih menjadi produsen eksportir paha katak terbesar di dunia. Dengan nilai 4.000 ton pertahun atau 80 jutaan ekor dipanen tiap tahun. Jenis katak yang diekspor berjenis katak sawah. Ekspor itu memberikan devisa ke negara.

Sayangnya Indonesia tak sadar dengan fungsi ekologinya.

Negara mana yang bisa dicontoh karena sadar dengan fungsi ekologi?

Sebelumnya India dan Bangladesh jadi produsen paha katak terbesar di dunia. Tapi sejak tahun 1980, mereka stop. Sebab mereka menghitung anggaran untuk mengatasi malaria, demam berdarah, hama pertanian dan gangguan hama lain.

Salah satu spesies di Laboratorium Herpitologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Akhirnya mereka menghentikan ekspor paha katak. Sehingga fungsi ekologi itu dikembalikan.

Indonesia masih melihat fungsi ekonomi lebih tinggi dibanding fungsi ekologi.

Perdagangan dan pemeliharaan hewan langka masih sering terjadi di Indonesia. Apakah bisa hewan langka dipelihara, meski pemilik mengklaim hewan itu akan dipelihara dengan baik?

Pets itu tren. Ini adalah industri karena ada nilai ekonomi. Saya memelihara hewan untuk riset. Tanpa memelihara tidak tahu sifat biologinya.

Sementara sekarang tren pemeliharaan hewan reptil tengah meningkat, karena ada harganya. Misalnya memelihara biawak.

Anda bagian dari ilmuwan-ilmuwan di konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam. Sejauhmana Indonesia mengikuti kebijakan CITES itu?

Saya ilmuwan perwakilan dari Indonesia khusus hewan. Beberapa ilmuwan Indonesia di bidang lain juga jadi anggota.

Hewan-hewan dan tumbuhan yang terancam yang masuk dalam volume perdagangan tinggi dan di diekspor akan masuk data CITES. Negara yang mengekspor jenis-jenis itu, wajib melaporkan volume ekspor dan impornya. Tiap tahun dievaluasi, apakah pengambilan dengan jumlah tertentu mengancam populasi hewan dan tumbuhan itu.

Indonesia pernah menjadi sorotan internasional karena mengekspor 100 king cobra. Saat itu saya menjelaskan dari sisi ilmuwan dan mengatakan jika ekspor 100 king cobra masih dalam jumlah yang aman. Sebab wilayah Indonesia luas mempunyai penyebaran king cobra dari Sumatera sampai Maluku. Sehingga panen 100 king cobra tidak membahayakan populasi di alam.

Penjelasan detail seperti itu hanya bisa dijelaskan oleh ilmuwan, karena dia tidak perpaut kepentingan politik dan ekonomi. Sementara perdagangan itu sangat erat kaitannya dengan kepentingan politik di suatu negara.

Biografi singkat Amir Hamidy

Amir Hamidy Lahir di Pacitan, 14 Oktober 1978. Dia merupakan doktor lulusan School of Human Environmental Studies, Kyoto University. Gelar masternya juga didapat di kampus yang sama Sementara gelar sarjana dia tempuh di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.

Saat ini Hamidy merupakan ilmuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Pusat Penelitian Biologi, Bidang Zoologi, Biosistematika vertebrata. Dia salah satu di antara sedikit herpetolog Indonesia yang paling produktif.

Hamidy saat ini menjadi Kepala Laboratorium Herpitologi Pusat Penelitian Biologi LIPI dan sering memimpin ekspedisi pencarian spesies baru di Indonesia. Di dunia hepertologi, Hamidy merupakan Presiden Perhimpunan Herpetologi Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI