Wayan Suparta: Ancaman Perubahan Iklim Tenggelamkan Indonesia

Senin, 11 Desember 2017 | 07:00 WIB
Wayan Suparta: Ancaman Perubahan Iklim Tenggelamkan Indonesia
Ilmuwan Fisika dan Perubahan Iklim yang menjelajah Antartika, Wayan Suparta. (dok Pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Perubahan iklim masih menjadi istilah elitis untuk publik Indonesia. Isu lingkungan pun masih ditempatkan di prioritas paling bawah dalam pemberitaan. Anda bisa jelaskan, seberapa penting perubahan iklim berpengaruh untuk Indonesia?

Masalahnya, kalau es Antartika mencair karena pemanasan global. Jika suhu bumi naik 0,1 derajat celcius pertahun. Jika es Antartika mencair, mungkin akan menenggelamkan Asia, itu risiko yang paling besar.

Apalagi Antartika saat ini banyak didatangi orang dan menciptakan jejak karbon. Sama seperti es di Arctic yang sudah mencair karena banyak orang ke sana.

Adakah data hasil penelitian Anda yang menyebut waktu ancaman banjir di Indonesia karena perubahan iklim?

Secara langsung, tidak ada. Pengaruh di kutub, tidak dirasakan langsung di Indonesia. Tapi secara tidak langsung dirasakan. Pemanasan yang terjadi di Antartika membawa gelombang panas melalui New Zealand, pergi ke Australia dan ke Indonesia. Pergerakan musim itu dari kutub ke Indonesia-Filipina dan Cina.

Aktivitas Wayan Suparta di Antartika. (Dok pribadi)

Setting pengukuran petir dengan GPS di Scott Base, Antartika, Desember 2011. (dok pribadi)

Orang mengira di Antartika itu dingin, padahal panas. Radiasi matahari di sana sangat tinggi dan berangin. Kulit manusia bisa terbakar di sana, karena UV sangat tinggi.

Bagaimana dengan ancaman banjir di Indonesia jika es Antartika mencair?

Itu akan terjadi secara tidak langsung, artinya banjir tidak akan terjadi begitu saja. Sebab air lelehan es akan melewati banyak proses. Selama itu akan dipengaruhi iklim setempat di mana air itu mengalir.

Presiden Donald Trump sudah mengumumkan Amerikat Serikat mundur dari kesepakatan iklim Paris 2015. Artinya Amerika tidak ingin menjaga kenaikan temperatur global jauh di bawah 2'C (3,6'F) dan berupaya membatasi pada 1,5'C. Sebagai ilmuwan, bagaimana Anda memandang ini?

Pemanasan global harus diantisipasi, harus ada upaya untuk mengurangi produksi karbon. Secara science upaya penurunan temperatur global itu, betul. Negara di Eropa sudah bagus dari sisi mengendalikan produksi karbon, di sana sudah menurun. Tapi Indonesia banyak memproduksi karbon karena di sini sedang membangun.

Jalan keluarnya, perlu didorong penciptaan teknologi ramah lingkungan atau green technology agar produksi karbon tidak banyak terlepas ke udara. Di sisi lain pembangunan terus berjalan.

Aktivitas Wayan Suparta di Antartika. (Dok pribadi)

Pemasangan meteorologi sensor di medan yang kritis di Ross Island, Desember 2008. (dok pribadi)

Jika bicara soal dampak perubahan Iklim, apakah negara Asia Tenggara merasakan dampak pertama atau paling akhir?

Sebetulnya akan menerima dampak perubahan iklim lebih awal. Karena menerima panas lebih banyak. Kawasan negara di Asia Tenggara yang terletak di katulistiwa banyak menerima panas, penguapan dan angin, dan belum lagi dihitung dengan fenomana bumi lainnya seperti gempa bumi.

Gunung berapi meletus, itu juga mempengaruhi perubahan iklim.

Aktivitas Wayan Suparta di Antartika. (Dok pribadi)

Wayan pertama kali menginjakkan kaki di bumi es Antartika, Januari 2008. (dok pribadi)

Biografi singkat Wayan Suparta

Wayan Suparta lahir di Klungkung, Bali. Sejak 2012 dia menjadi Associate Professor di Space Science Centre (ANGKASA) Universiti Kebangsaan Malaysia. Sejak 4 April 2017 sampai 16 Juni 2017 dia diangkat sebagai profesor penuh de facto di sana.

Wayan merupakan tokoh sentral dalam pengembangan konferensi IconSpace dan Konferensi Internasional Teknologi Sains dan Teknologi 2016 tentang Perubahan Iklim (STACLIM) sepanjang karirnya di UKM.

Mantan guru fisika di Malang dan Bandung itu menyelesaikan program diploma pendidikan fisika di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta tahun 1991, lalu meneruskan program sarjananya di kampus yang sama. Tahun 2000, Wayan mendapatkan gelar master of science di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan minat yang sama, fisika. Sembari berkarier sebagai ilmuwan, Wayan menyelesaikan gelar doctoral (PhD) di Universiti Kebangsaan Malaysia. Kariernya sebagai ilmuan fisika elekto moncer di sana.

Wayan merupakan ilmuan di bidang aplikasi penginderaan satelit jarak jauh untuk studi cuaca antariksa dan iklim, bencana alam, fisika terestrial, dan pemodelan gangguan satelit. Dia adalah ilmuwan Indonesia pertama yang melakukan penelitian tentang Meteorologi Ruang Angkasa di Benua Kutub (Antartika dan Artik).

Wayan merupakan anggota profesional internasional dari Lembaga Geospasial dan Penginderaan Jauh Malaysia (IGRSM), Program Antartika Nasional di Program Riset Antartika Malaysia (MARP), Asosiasi Internasional Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (IACSIT), Institut Teknik Elektro dan Elektronika (IEEE), serta Anggota Senior Masyarakat Teknik Kimia, Biologi & Lingkungan Asia-Pasifik (APCBEES). 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI