Livi Zheng: Menggali Potensi Bhineka Tunggal Ika untuk Film

Senin, 20 November 2017 | 07:00 WIB
Livi Zheng: Menggali Potensi Bhineka Tunggal Ika untuk Film
Livi Zheng. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang perempuan muda asal Blitar, Livi Zheng berkarier sebagai sutradara dan produser di Hollywood, Amerika Serikat. Besar di sana, Livi tak melupakan Indonesia.

Selama 10 tahun berkarir, perempuan kelahiran 3 April 1989 ini diam-diam menjadi budaya dan ciri khas Indonesia nyawa di film-filmnya. Rupanya, Livi melihat peluag dari kebudayaan dan ciri khas Indonesia.

Salah satunya keberagaman yang dimiliki negara Pimpinan Joko Widodo ini. Livi mengungkapkan, publik Amerika Serikat sagat kagum degan keberagaman di Indonesia. Salah satunya tentang semboyan Bhineka Tunggal Ika.

“Ini serius, itu potensi besar lho,” kata Livi yang tengah ada di Jakarta pekan lalu.

Salah satu film tersuksesnya, ‘Brush with Danger’, dia menyisipkan lukisan-lukisan Indonesia. Film ini  masuk menjadi salah satu seleksi nominasi Oscar 2015 lalu.

Tahun ini, Livi banyak ke Indonesia untuk menggarap film-film tentang budaya negaranya. Ini pertama kali dia lakukan sejak lama berkarir di Amerika. Menurut dia, menggarap film tentang Indonesia adalah impiannya.

Suara.com menemui Livi di tengah kesibukannya di Jakarta. Livi banyak cerita pengalamannya dalam menggarap film-film ‘bernafas’ keberagaman Indonesia.

Berikut petikan wawancaranya:

Sebagai sutradara asal Indonesia yang berkarier di Hollywood, apa alasan Anda ingin mengenalkana Indonesia di mata dunia?

Sebagai orang Indonesia yang lama di luar negeri dan setiap kali datang ke Indonesia, saya merasa takjub. Orang Indonesia disatukan dengan Bhineka Tunggal Ika, ini adalah kekuatan yang sangat dahsyat. Orang-orang di luar negeri, terutama sineas di sana sangat jeli melihat kekuatan ini.

Contohnya film Avatar. Saya sering bertanya ke orang-orang Amerika dan Indonesia. Orang Amerika semua mengaku sudah pernah nonton Avatar. Tapi saat ditanya,apakah tahu kalau musik gamelan Bali menjadi latar musik di film itu?” Mereka jawab belum tahu. Masih banyak orang yang belum tahu.

Sebenarnya, banyak hal-hal yang menginspirasi dari Indonesia ke film-film di luar negeri. Tiap kali pulang ke Indonesia, saya belajar banyak dari negara ini.

Makanya, sebelum jadi sutradara, ada keinginan syuting di Indonesia. Baru di tahun ini terwujud syuting di Indonesia.

Sejak jadi sutradara, saya sering memasukan unsur budaya Indonesia dalam film pendek atau pun film panjang. Salah satunya di film ‘Brush with Danger’. Banyak lukisan-lukisan asal Indonesia saya bawa syuting. Bahkan saya juga mengkombinasikan musik barat dengan gamelan.

Begitu juga di film ‘Insight’, saya meminta Yayan Ruhiyan untuk menjadi koreografer bela diri.

Insight, ini film pempromosikan Indonesia, kita launching di Los Angeles, mengundang konsul-konsul, dosen-dosen dan anak-anak, sekalian konser gamelan.

Setelah itu, kami melengkapi film ‘Life is Full of Surprises’. Yang sudah jadi tiser pendeknya, kami sudah share lewat sosmed. Yang layar lebarnya belum selesai. Baru selesai syuting agustus kemarin masih diedit. Mau launching Annual Meetings of the International Monetary Fund and the World Bank Group.

Film apa saja yang Anda kerjakan di Indonesia?

Baru-baru saya dipercaya untuk syuting 4 proyek di Indonesia dengan kolaborasi bersama kru dari Indonesia. Pertama, film ‘Life is Full of Surprises’ yang mengambil latar Bali. Syutingnya pun sepenuhnya di Bali.

‘Life is Full of Surprises’ film pendek yang bercerita tentang sepasang suami istri di Los Angeles yang sukses. Suaminya pemain gamelan yang mengajar di LA dan pentas di mana-mana. Istrinya seorang penari dan koreografer yang pernah berduet dengan Ricky Martin.

Dalam syuting film itu, kami berkolaborasi dengan kampus-kampus. Hasilnya bagus banget, di  luar ekspetasi. Makanya aku pikir sayang sekali kalau nggak dibuat film layar lebarnya. Nanti bisa didistribusikan lewat distributor Amerika seperti saat saya menggarap film ‘Brush with Danger’ yang sudah didistribusikan sampai Afrika.

Makanya saya mengajak eksekutif produser untuk mencari distributor yang bisa mendistribusikan film itu ke bioskop di Amerika. Begitu kita dapat sponsor langsung ke Bali untuk syuting.

Selain itu, sempat syuting juga di Blitar untuk mengangkat sejarah Indonesia. Banyak sejarah di Blitar, bahkan Bung Karno pun dari sana dan dimakamkan di Blitar. Makanya saya mengangkat Blitar.

Ini salah satu film tentang keberagaman, Blitar itu kan banyak umat beragama, dan mengangkat potensi Blitar. Ide itu dari Bupati Blitar Rijanto, semua syuting itu. Itu bukan bukan film komersil, hanya film untuk profil Blitar.

Setelah itu saya juga ke Sukabumi, di sana mengangkat soal bola api yang digabungkan dengan pencak silat. Itu proyek film pendek untuk iklan daerah. Untuk film-film itu, saya buat dua versi, Indonesia dan bahasa Inggris agar dilihat di dunia.

Kalau saya syuting di daerah, harus terlihat kedaerahannya.

Apa kesulitan Anda memasukan unsur Indonesia ke film untuk ditonton dunia?

Sebenarnya di Indonesia banyak sekali hal-hal yang bagus, jadi nggak terlalu sulit. Di samping itu, kesenian Indonesia sudah sangat bagus, tinggal dikenalkan saja.

Tapii kalau dari segi musik, tidak bisa 100 persen dari Indonesia. Harus dicampur dengan musik barat. Supaya lebih bisa diterima sama dunia internasional.

Apa tujuan Anda memasukan unsur Indonesia ke film, selain mempromosikan ke-Indonesiaan?

Buat saya penting banget mengingat dari mana kita berasal, saya diajarkan itu sejak kecil. Makanya senang memasukan unsur Indonesia ke setiap proyek yang dikerjakan.

Masyarakat dunia sebenarnya belum banyak yang tahu dengan Indonesia. Orang-orang lain tahu saya dari Indonesia, tapi nggak tahu ada di sebelah mana. Makanya, saya ingin sekali perkenalkan. 

Sejauhmana ketertarikan penonton dunia dengan budaya Indonesia?

Mereka sangat senang menonton hal-hal yang berbau Indonesia. Saya pernah mengajak kameraman dari Amerika ke Indonesia. Dia bilang di seluruh dunia, tidak ada yang seperti Indonesia.

Ada satu cerita, saat kami sedang menyetir dan melihat di pinggir jalan ada acara pernikahan. Kami berenti. Kami meminta izin untuk mengambil gambar acara pernikahan itu. Dan itu mengejutkannya bagi dia, karena kami diizinkan untuk mengambil gambar di sana. Mungkin kalau di Amerika, belum tentu boleh mengambil gambar di acara pernikahan.

Anda juga sering membawa makanan untuk diberikan ke kru saat syuting…

Iya benar, saya juga sering men-share kehidupan dan kebudayaan di Indonesia, bukan hanya gamelan. Saya juga suka membawa kopi dan camilan asal Indonesia ke Amerika.

Semua tim produksi saya pernah mencicipi itu. Mulai dari kacang pedas sampai keripik singkong. Makanya dari segala sisi, saya senang men-share tentang Indonesia, termasuk nilainya.

Bicara soal film Indonesia, apakah Anda mempunyai film favorit Indonesia?

Saya banyak menonton film Indonesia, tapi tidak semua. Film-film itu bagus, seharusnya banyak sutradara Indonesia yang go internasional. Talent di sini banyak, tapi pada nggak percaya diri

Satu kali teman saya bertanya tentang film yang dia buat, apakah film ini bagus? Aku bilang, submit saja (ke festival film internasional), kita nggak akan tahu kualitas filmya kalau nggak disubmit. Kalau gagal, itu nasib. Kalau menang, itu akan sangat bagus. Film saya saja puluhan kali ditolak.

Misalnya, saya syuting si Sukabumi, kami kolaborasi dengan 500 orang dari Indonesia. Sebagian dari Jakarta dan Sukabumi. Mereka sangat berbakat untuk ke internasional, tapi harus percaya diri.

Sejauh mana film bisa mempromosikan keberagaman?

Menurutku sangat besar, kan di Indonesia banyak gampang untuk share film lewat sosmed. Banyak setting-setting yang bisa gambarkan di indonesia.

Anda sudah 10 tahun berkarir menjadi sutradara, apakah Anda mengkhususkan gendre dalam membuat  film?

Buat aku, yang penting cerita bagus karena itu pondasi film. Gendre nggak penting, yang lebih penting itu cerita. Nanti gendre mengikuti. Aku banyak film action, tapi juga banyak film drama.

Ke depan, apa tema film yang akan Anda buat?

Aku ingin banyak syuting di Indonesia agar negara ini lebih dikenal. Aku syuting di Indonesia baru tahun ini saja. Aku merasa pengalaman syuting di Indonesia sangat bagus, tim aku juga senang banget syuting di Indonesia.

Biografi singkat Livi Zheng

Livi lahir pada 3 April 1989. Ia memiliki seorang adik laki-laki bernama Ken. Pada usia empat tahun, ia dan keluarganya berpindah ke Jakarta. Ia dan Ken berpindah ke Beijing ketika ia berusia 15 tahun, dan ke Amerika Serikat ketika ia berusia delapan belas tahun.

Dari beasiswa yang didapat dari Shi Cha Hai Sports School, Livi kemudian melanjutkan SMA di Beijing. Disana, ia lebih memperdalam olahraga Wushu. Pada tahun 2007, selepas lulus SMA, Livi pindah ke Amerika Serikat untuk mengambil kuliah S1 jurusan Ekonomi di Universitas Washington. Setelah menyelesaikan kuliah S-1nya di Universitas Washington, untuk memperdalam kemampuan ilmu perfilman, Livi memutuskan melanjutkan kuliah S2-nya di Universitas Carolina Selatan dengan mengambil jurusan Cinematic Arts.

Livi memulai karir sebagai sutradara pada tahun 2012. Namun untuk mencapai ini, sungguh tidak mudah. Ia sempat mengalami penolakan sebanyak 32 kali atas naskah skenario film yang ia susun. Pelan-pelan seiring waktu, Livi mulai membangun tim produksi sendiri Hingga saat ini Livi Zheng telah memproduseri 4 film Hollywood, diantaranya ‘The Empire's Throne’,’ Legend of The Best’, ‘Brush with Danger’, dan yang akan rilis tahun depan yaitu ‘Untitled Action Thriller’.

Salah satu karya film miliknya, ‘Brush with Danger’ masuk menjadi salah satu seleksi nominasi Oscar 2015. Film ini bersaing dengan film-film box office seperti Hunger Games dan Interstellar.

Livi juga baru saja menyelesaikan empat proyek di Indonesia, antara lain film iklan berformat film pendek "Life is Full of Surprises" dan "Second Chance" yang proses syutingnya dilakukan di Sukabumi, Jawa Barat. Dalam film "Life is Full of Surprises" yang diluncurkan bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017 itu, Livi mengkombinasikan adegan bola api, cambuk api dan pencak silat sebagai adegan pembuka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI