Apakah ancaman untuk menghilangkan nilai-nilai kepercayaan itu masih berlangsung?
Masih tetap ada. Di kalangan kaum agama misinya tetap untuk ‘mengagamakan’ para penghayat keyakinan. Di tambah secara politik, penghayat kepercayaan dikategorikan bukan agama.
Dengan begitu, kelompok penghayat kepercayaan ini menjadi rentan mendapatkan vonis sebagai penista agama. Karena dalam Undang-undang No 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama sangat mendeskriditkan penghayat kepercayaan. Dianggap sudah menodai agama, membahayakan kerukunan nasional, bahkan dinilai bertentangan dengan pancasila.
Pernah ada tuduhan penghayat keyakinan antiPancasila....
Justru kelahiran Pancasila itu berasal dari nilai-nilai lokal. Di tahun awal kemerdekaan, kelompok yang mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara adalah partai-partai yang mempunyai latar belakang nilai-nilai yang berasal dari penghayat kepercayaan. Misalnya Partai Rakyat Indonesia. Sampai saat ini tidak ada penghayat kepercayaan melawan pemerintah.
Kadang kelompok masyarakat adat dinilai menjadi penghambat pembangunan negara. Mereka menolak proyek pemerintah yang tidak pro nilai adat dan lingkungan. Bagaimana pandangan Anda?
Itu semua berangkat dari konsep bagaimana menghargai lingkungan, hubungan manusia dan alam. Manusia bernafas menghirup udara, lalu meminum air, manusia membutuhkan api untuk memasak dan matahari untuk menghangatkan, dan manusia memakan makanan yang ditanam di bumi. Sehingga unsur saripati udara, api, air dan tanah ada di dalam tubuh manusia.
Hubungan keempat unsur itu dengan manusia tidak akan pernah terputus. Makanya kami merasa harus menjaga alam. Jika alam mau dirusak, masyarakat akan melawan. Sebab jika alam rusak, maka manusia itu juga rusak.
Kami tidak menolak modernisme. Tapi harus membangun dengan memperhatikan keseimbangan alam. Makanya dalam konsep sunda, ada istilan tata ruang yang dipakai untuk pembangunan.
Berapa jumlah penghayat di Indonesia?
Di data Kemendikbud ada 12 juta penghayat kepercayaan. Tapi sebenarnya lebih dari jumlah itu karena ada kelompok yang tidak ingin disebut sebagai penghayat, tapi agama. Sebab di ruang publik ada stigma kedudukan agama lebih tinggi dibanding penghayat.
Sementara jumah komunitasnya ada 187 organisasi, di luar yang tidak ingin disebut kepercayaan. Sementara kelompok penghayat kepercayaan yang hanya ada di satu kawasan saja, tidak tersebar se-Indonesia ada sekitar 1.060-an organisasi.
Padahal sampai saat ini negara juga belum bisa merumuskan apa yang dimaksud dengan agama. Sekarang lagi proses menyusun Rancangan Undang-Undang Perlindungan umat Beragama. Kreteria agama belum jelas.
Apa kreteria agama menurut Anda?
Frasa agama berasal dari bahasa kawi yang berkembang di kerajaan-kerajaan Hindu-Budha zaman dulu. Ada bukti di naskah-naskah kuno Nusantara. Gama itu artinya patokan atau tatanan, sementara A bisa disebut Tuhan. Sehingga berarti patokan atau tatanan Tuhan.
Apakah kelompok kepercayaan selama ini harus mencatatkan diri ke Kemendagri?
Iya, dicatat ke kelompok organisasi. Agar mereka bisa mendapatkan pembinaan dan pelayanan negara. Selama ini proses pendaftarannya mudah.
Mengapa Anda masih menjalankan agaran kepercayaan?
Ini soal keyakinan. Ajaran ini sesuai dengan nurani saya soal menjaga alam dan menghormati leluhur. Saya penghayat kepercayaan Budi Daya. Kepercayaan ini merupakan turunan dari sunda wiwitan.
Jadi penghayat kepercayaan saat ini pun sudah beragam karena proses pengasingan yang saya jelaskan tadi. Kelompok penghayat yang masih bertahan tergantung dari pimpinannya masing-masing. Sehingga saat ini ada semacam turunan dari kepercayaan awal yang terbagi menjadi banyak bagian. Persis seperti mazhab dalam konsep Islam. Tapi kami tidak saling membedakan, dasarnya sama.
Apa yang menyebabkan ajaran yang berbeda-beda ‘mazhab’ itu tetap rukun?
Karena memang karakter leluhur kami tidak mengajarkan konflik. Tidak ada pemaksaan dalam berkeyakinan. Jadi menjalankan masing-masing saja.
Jadi harus kembali ke ajarannya, ajaran setiap agama mendorong umatnya mengarah ke kesucian dan berbuat baik. Bisa membedakan apa yang disebut budaya dan agama.
Sebagai salah satu pimpinan Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI), apa yang Anda lalukan bersama kelompok penghayat kepercayaan pascakeputusan MK ini?
Kami mempunyai tantangan di internal penghayat. Masih ada kelompok yang ingin diakui sebagai agama dan ada yang ingin sebatas diakui sebagai kepercayaan. Tapi yang paling banyak, kami ingin kesetaraan tanpa disktriminasi.
Sementara banyak yang takut mengakui sebagai penghayat kepercayaan. Dengan putusan MK ini, kami ingin mendorong mereka yang masih takut mengakui sebagai penghayat untuk terbuka dan membuka diri. Kami ingin dari pemerintah supaya tidak ada lagi diskriminasi pelayanan kenegaraan.
Saya yakin kalau penghayat sudah terbuka di masyarakat, jumlah penghayat kepercayaan bukan lagi 12 juta orang, tapi bisa jauh lebih dari itu.
Saya pernah menghadiri sebuah diskusi dengan Gus Dur (mantan Presiden Abdurrahman Wahid) di acara Radio KBR 68H Utan Kayu, dia pernah bicara begini. Waktu itu ditanya sama moderator, “Gus bagaimana soal penghayat?” Gus Dur bilang, yang ngaku 90 persen agama Islam, kalau penghayat kepercayaan terbuka dan diperlakukan setara, maka sebanyak 70 sampai 80 persen orang Indonesia penghayat kepercayaan.
Biografi singkat Engkus Ruswana
Engkus Ruswana merupakan salah satu pimpinan Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI). Dia mendirikan MLKI sebagai wadah untuk kelompok penghayat kepercayaan. Dia merupakan penghayat kepercayaan Budi Daya yang merupakan turunan dari Sunda Wiwitan.
Di kalangan penghayat kepercayaan, Engkus dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak para penghayat. Dia memperjuangkan penghayat kepercayaan sejak tahun 1980-an. Keluarganya pun keturunan penghayat. Engkus sering terlibat dalam forum agama dan kepercayaan di Indonesia. Sebagai tokoh toleran, dia juga sering dimintai pendapat tentang konsep kehidupan bertoleransi dan menyatu dengan alam.
Di balik sosoknya sebagai tokoh penghayat kepercayaan, sehari-harinya Engkus merupakan ahli tata kota. Dia mendesain kota di seluruh Indonesia. Di antaranya di Sumatera, Papua, Jawa, Aceh dan lain-lain. Terakhir, keahlian Engkus dipakai untuk mendesain Kepulauan Seribu untuk dijadikan kawasan wisata unggulan di Indonesia.
Dia pernah menjadi konsultan ahli sistem perencanaan pembangunan pada Local Governance Support Program (LGSP), sebuah lembaga kontraktor untuk United States Agency for International Development (Usaid).
Pendidikan Engkus ditempuh mulai dari gelar sarjana yang dia dapat dari Institut Teknologi Bandung jurusan Urban and Regional Planning. Lalu gelar masternya dia raih di Jakarta Institute of Management Studies, dia mendapatkan gelar Master of Business Administration (MBA) di bidang ekonomi internasional. Engkus pun mendapatkan gelar master manajemen di STIE-IPWI.