Di mana letak aplikasi penelitian Anda saat itu?
Saya riset di penyimpanan hidrogen. Dalam meneliti metode penyimpanan hidrogen yang lebih aman dan efisien. Saya megusulkan efek sterik dalam transisi rotasi nuklir molekul hidrogen. Metode ini sudah dipatenkan. Proses dinamika di level atom yang memiliki aplikasi pada masalah penyimpanan hidrogen cair.
Paten ini pernah ingin pakai oleh Toyota. Tapi tidak jadi, karena mengontrol rotasi molekul hidrogen skala molekul sangatlah sulit, masih dicari teknologinya.
Banyak ilmuwan Indonesi yang belajar di Jepang, tidak kembali ke Indonesia. Alasannya, melakukan riset di sana lebih mudah. Mengapa Anda kembali ke Indonesia?
Setelah lulus doktor, saya sempat mengambil post doctoral di Japan Society for the Promotion of Science (JSPS). Kemudian menjadi asisten profesor. Kemudian, pindah ke Malaysia.
Sebenarnya keinginan pulang ke Tanah Air pasti ada, tapi tunggu momentum saja. Tahun 2011, Profesor Yohannes Surya mengajak untuk bergabung ke Universitas Surya, salah satu universitas yang dibangun untuk menjadi kampus riset pertama di Indonesia. Saya pun pulang. Meski bidang fisika teori ini sulit diterima di Indonesia.
Ilmuwan Indonesia di luar negeri sebenarnya mau pulang, tapi kalau tidak ada laboratorium yang memadai. Mereka tidak bisa apa-apa. Saya pun demikian, sampai saat ini masih di Indonesia dan bekerja di Universitas Pertamina dengan mengajar fisika, kimia dan matematika.
Bagaimana ceritanya hingga Anda bisa ke Jepang untuk kuliah?
Tahun 1999 susah sekali dapat beasiswa, harus mengantre lama. Sehingga saya berangkat ke Jepang dengan modal nekat saja, menggunakan uang sendiri dan visa belajar bahasa Jepang. Saat itu belum mendapatkan universitas untuk kuliah. Selama 6 bulan, saya harus mendapatkan kerja untuk bertahan hidup. Biaya hidup sangat mahal sekali.
Saya mendapatkan kerja part time, tapi belum cukup untuk hidup. Akhirnya mencari kerja kembali, dan dapat. Siang hari, saya menjadi buruh kasar untuk suku cadang kendaraan. Lalu malam harinya bekerja di perusahaan kertas tissue dari pukul 00.00-06.00.
Saat sudah punya uang cukup, saya daftar ke Universitas Osaka dengan membayar uang Rp30 juta untuk pangkal. Persemester, saya harus membayar Rp30 juta. Total gaji saya Rp30 jutaan perbulan dengan bekerja 15 jam sehari.
Saya ke Jepang sudah mempunyai bahan persentasi penelitian untuk S2 dan S3 untuk profesor. Saat diterima sebagai mahasiswa Universitas Osaka, saya langsung mencari beasiswa di berbagai yayasan di Jepang. Saya dapat beasiswa dari perusahaan pengirim barang, Sagawa Express. Meski nilainya cukup kecil, Rp10 juta perbulan. Sehingga uang kuliah tetap harus dibayar sendiri.
Akhirnya setelah kuliah, berhenti bekerja kasar karena mengganggu kuliah. Saya mendapatkan beasiswa agak besar setelah mempublikasikan beberapa terbitan penelitian. Saat itu publikasi saya sangat banyak.
Berapa publikasi Anda sampai kini?
Mungkin sekitar 40-an paper, jika digabung dengan konfrensi internasional sekitar seratus judul.. Dalam setahun, bisa sampai 7 terbitan jurnal ilmiah. Sementara setiap bulan menjadi pembicara di konferensi internasional. Saya banyak bicara tentang hidrogen, desain katalis baru, dan komputasi. Saya memikirkan bagaimana jika ada material yang bagus dan efisien.
Penerapan Fisika Teoritis di Indonesia sulit karena fasilitas untuk teknologinya tidak mendukung. Fasilitas riset Fisika Teoritis terlalu canggih dan sangat mahal. Mengapa Anda tetap konsisten sampai kini?
Fisika teoritis sangat menarik, itu alasan sampai sekarang masih bertahan. Meski saya sempat berpikir realistis, bagaimana jika pulang ke Indonesia? Karena bidang ini tidak terlihat menghasilkan benda temuan. Hampir semua ilmuwan fisika teori di Indonesia, akhirnya berbelok ke fisika material yang lebih aplikatif ke dunia industri.
Pembiayaan riset untuk fisika teoritik sangat mahal, Indonesia tidak akan bisa membiayai.
Sebagai gambaran, Jepang membangun fasilitas riset fisika teori sampai Rp8 triliun dan dibangun di bawah tanah dengan kedalaman ratusan meter. Di Amerika banyak sekali fasilitas seperti itu dengan biaya pembangunannya sampai puluhan triliun.
Di Swiss, ada The European Organization for Nuclear Research atau CERN sebagai fasilitas akselerator riset fisika terbesar di dunia dengan biaya pembangunan ratusan triliun rupiah.
Dunia barat, sangat tertarik untuk menguak alam semesta. Sebab obsesi terbesar manusia selama ini ingin mengetahui tentang alam semesta, bahkan kebenaran keberadaan Tuhan.
Saya mengikuti perkembangan teori fisika, terakhir penemuan partikel Tuhan. Partikel Tuhan ditemukan Peter Higgs tahun 1960-an dengan teori secara matematika. Saat itu belum dibuktikan dalam eksperimen, karena berbiaya mahal. Partikel Tuhan ini lah yang menyebabkan benda bermassa.
Bisa Anda jelaskan soal partikel Tuhan dengan sederhana?
Ketika alam semesta masih awal, partikel-partikel penyusunnya masih berbentuk radiasi. Selanjutnya terbentuk partikel awal seperti elektron, quark dan lain-lain. Proses pembentukan partikel hingga amemiliki massa melalui proses higgs mechanism.
Kondisi energi awal semesta saat itu masih sangat tinggi dan tidak bisa ditemukan dalam kondisi normal. Sehingga partikel tuhan ini bisa terbentuk jika ilmuwan bisa membentuk energi seperti 13,7 miliar tahun lalu. Tahun 2013, CERN menemukan partikel Tuhan itu. Setahun kemudian Higgh mendapatkan nobel.
Tahun 2016, Pernyataan Albert Einstein 100 tahun yang lalu terbukti jika grafitasi bukan sekadar tarik menarik benda, tetap juga gelombang. Ketika mengitari matahari, bumi memancarkan gelombang grafitasi.
Saat ini ilmu pengatahuan di dunia memasuki babak baru tentang teori alam semesta karena dua teori itu, partikel tuhan dan gelombang grafitasi.
Anda pulang ke Indonesia dan membangun Institut Fisika Indonesia…
IFI adalah lembaga penelitian fisika yang dilakukan beberapa doktor. Ada yang membuat robot dan teori-teori fisika. IFI juga mendidik anak-anak sekolah untuk menyenangi fisika. Ke depan IFI ini akan menjadi universitas, tapi masih mencari investor. Saya ingin IFI menjadi lembaga yang akan menciptakan penemuan-penemuan, terutama di bidang fisika.
Saya mencoba insiasi membangun lembaga riset sendiri meski kecil tetapi memiliki visi ke depan. Di Indonesia sudah ada lembaga penelitian milik pemerntah seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LAPAN dan lain-lain. Ke depannya kita berharap pihak swasta atau perorangan juga ikut terlibat.
Di Indonesia banyak lembaga riset, namun kebanyakan di bidang sosial. Tidak ada di bidang science, mungkin karena mahal membangunnya.
Berapa kira-kira biaya yang diperlukan untuk membangun lembaga riset science?
Untuk membeli super komputer saja sampai miliaran, hanya 1 lemari saja. Diperlukan puluhan super komputer untuk bisa menghitung molekul-molekul yang cukup besar sehingga bisa lebih realistis.
Ada kalangan tertentu yang tidak percaya dengan teori-teori semesta, termasuk soal bentuk bumi yang bulat. Mereka menyebut diri ‘kaum bumi’ datang. Bagaimana Anda melihat kemunculan mereka?
Itu keliru dan dibuat-buat. Banyak sekali bukti bahwa bumi itu bulat, seperti harga percepatan grafitasi dipermukaan bumi yang bergantung pada jari-jari bumi, gerhana bulan, bentuk setengah lingkaran pelangi, bentuk pelanet-pelanet yang juga bulat, pengamatan di laut terhadap kapal yang mendekat atau menjauh, pengamatan dari pesawat terbang diketinggian 30 ribu kaki. Selain itu ada ratusan bahkan mungkin ribuan satelit yang melaporkan keberadaan bahwa bumi itu bulat. Apa mungkin semua satelit itu berbohong?
Apakah di Jepang ada kelompok seperti itu?
Saya tidak pernah dengar, baru belakangan ini saja.
Biografi singkat Rifki Muhida
Rifki Muhida mendapatkan gelar sarjana bidang fisika teori (partikel/nuklir) di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1997, dia membuat penelitian tentang medan konformal yang berperan penting dalam penentuan dimensi alam semesta dan teori unifikasi fisika atau teori superstring.
Selanjutnya Rifki mendapatkan gelar master dan doktor/PhD di Osaka University Jepang. Saat Rifki mengajar di Universitas Pertamina. Rifki juga pernah mengajar penuh di Universitas Surya, pimpinan Profesor Yohanes Surya.
Selama di Jepang, dia masih bergelut dengan penelitian fisika teori dan menggunakan Japan Atomic Research Institute, salah satu superkomputer tercepat di dunia waktu itu. Rifki menjadi 20 mahasiswa doktor berprestasi yang mendapatkan beasiswa prestasi di Jepang dengan banyak mendapat beasiswa penelitian dengan nilai jutaan yen. Di antaranya dari Gakusin (JSPS), Marubun Foundation, 21st Center of Excellence (COE), Hasiya foundation dan Sagawa foundation.
Selama di Jepang, Rifki aktif melakukan penelitian di lembaga penelitian di bawah proyek Japan Society for the Promotion of Science (JSPS). Dia diangkat menjadi profesor muda atau Assistant Professor dalam bidang fisika teori dan komputasi material di Osaka University, Jepang.
Rifki mempresentasikan penelitiannya di hadapan Prof. Dudley Herschbach (Peraih Nobel Kimia 1986), Prof. Lee (Peraih Nobel Kimia 1986) dan Koichi Tanaka (Peraih Nobel Kimia 2002).
Rifki mendirikan Institut Fisika (IFI) untuk penelitian bidang fisika dan robotika.