Rifki Muhida: "Science" Menghitung Waktu Kiamat, Kapan?

Senin, 16 Oktober 2017 | 07:00 WIB
Rifki Muhida: "Science" Menghitung Waktu Kiamat, Kapan?
Rifki Muhida. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rifki Muhida, nama doktor lulusan Universitas Osaka, Jepang ini memang tidak begitu terdengar di Indonesia. Kiprahnya sebagai ilmuwan fisika selama di Jepang tidak kalah dengan nama-nama ilmuwan besar saat ini.

Rifki menganalisa dan merangkum catatan perkembangan ilmu pengetahuan dunia dalam sebuah buku selama puluhan tahun. Hasilnya, dia memprediksi hari terjadinya kiamat berdasar teori-teori fisika.

Perjalanan Rifki menjadi ilmuwan di Jepang hingga menemukan cara penyimpanan hidrogen untuk kendaraan bermotor, berbeda dengan ilmuwan Indonesia. Rifki tidak mengandalkan negara untuk membayar duit kuliah. Dia mencari sendiri beasiswa pendidikan di Jepang dengan menerbitkan banyak jurnal ilmiah. Bahkan bekerja siang malam untuk bisa bertahan hidup di Negeri Sakura.

Bicara soal penemuannya, Rifki merupakan pakar hidrogen yang mempunyai 2 paten. Singkatnya, dia menemukan cara peyimpanan hidrogen yang aman. Hidrogen ini adalah salah satu energi masa depan pengganti minyak bumi. Aplikasi temuan itu bisa untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Temuannya ini sudah dilirik produsen mobil dunia.

Suara.com berkesempatan menemuinya  di Universitas Pertamina, Jakarta. Sejak 2011, Rifki pulang ke Indonesia setelah lama menjadi berkarir sebagai Assistant Professor tahun 2006 sampai 2007 di Jepang, dan diteruskan di IIUM Malaysia hingga tahun 2011. Rifki  saat ini bekerja sebagai dosen di Universitas Pertamina.

Rifki banyak cerita tentang perjalanan kariernya di sebagai ilmuwan dan penemu di Jepang. Dia juga menjelaskan waktu terjadinya kiamat berdasar teori-teori dari Albert Einstein sampai Stephen Hawking.

Berikut wawancara lengkapnya:

Anda bercerita tentang hari kiamat di buku ‘Penciptaan Alam Semesta dan Kiamat’. Bisa Anda ceritakan?

Buku ini ditulis sejak jadi mahasiswa S1, ditulis selama 23 tahun, Febuari 2017 rampung dan diterbitkan. Ini buku pertama, untuk menulis buku fisika teori sangat sulit.

Sejak kuliah itu mencicil teori-teori tentang penciptaan alam semesta sampai terjadinya kiamat. Mengapa proses penulisannya lama? Karena ilmu pengetahuan terus berkembang. Tulisan ini dimulai dari teori bigbang yang menjelaskan pembentukan alam semesta. Lewat ledakkan bigbang itu, alam semesta menjadi besar dan mengembang, sampai nanti menguncup kembali. Dan itu lah kimat. Jadi kiamat merupakan bagian dari science.

Di buku ini, saya menjelaskan teori berbagai ilmu pengetahuan, terutama fisika. Salah satunya penelitian yang dilakukan Friedmann, Lemaitre, Robertson dan Walker. Mereka memprediksi 3 skenario terjadinya kiamat.

Bagaimana proses kiamat dari sisi science akan terjadi?

Ketika alam semesta mengembang  setelah bigbang, dan tercipta galaksi beserta  isinya  alam semesta akan  menguncup dan trilyunan galaksi akan saling bertabrakan. Saat itu terjadi kiamat.

Sama halnya saat batu dilempar, awalnya cepat lalu akan melambat dan jatuh. Penjelasan kiamat dalam science sama dengan di agama mana pun. Kiamat adalah sebuah kehancuran.

Kapan kiamat akan datang?

Saya memprediksi 30 miliar tahun lagi kiamat akan datang. Jadi masih lama.

Dari mana angka 30 miliar tahun itu?

Dari teori solusi persamaan medan Einstein, energi pasca bigbang di galaksi sudah mulai habis. Saat ini fasi galaksi bima sakti dalam posisi mengembang, tapi energinya sudah hampir habis dan akan kembali menguncup.

Saat ini usia alam semesta sekitar 13.799 miliar tahun, dan pergerakan benda-bendanya sedang menuju puncak grafik atau maksimal. Dalam beberapa miliar tahun lagi, grafiknya yang dinyatakan sebagai jari-jari alam semesta akan mulai menurun.

Pernyataan itu juga untuk menepis berbagai prediksi tak berdasar terjadinya kiamat kelompok tertentu. Sementara tabrakan galaksi saja membutuhkan waktu 4 miliar tahun. Sementara ada 100 triliun galaksi di alam semesta. Jadi kemungkinan kecil galaksi Bima Sakti yang kita huni ini tabrakan dalam waktu dekat.

Sementara usia matahari untuk bersinar diperkirakan sekitar 5 miliar tahun lagi. Matahari akan kehabisan bahan bakar hidrogennya. Sebenarnya badan antariksa Amerika Serikat (NASA) sudah mengamati banyak benda luar angkasa yang berpotensi bertabrakan dengan Bumi. Ini pengamatan nyata.

Bisa jelaskan lebih rinci…

Dalam buku yang saya tulis ada penjelasan agak rinci  proses penciptaan alam semesta dan kiamat dari sisi ilmu pengetahuan tidak berdiri sendiri. Banyak peristiwa yang dihubungkan.

Rifki Muhida bersama  Rektor Universitas Osaka, Prof. Miyahara

Anda adalah ilmuwan dari latar belakang Fisika Teoritis, Anda salah satu dari sedikit ilmuwan Indonesia yang masih bertahan menjadi ilmuwan Fisika Teoritis. Bagaimana awal Anda minat di bidang ini?

Saat kuliah S1 mengambil Fisika teoritik di Institut Teknologi Bandung (ITB), saya mempelajari teori-teori fisika partikel, kosmologi, alam semesta, dan lain sebagainya. Saya pun mulai tertarik riset dan membaca semua karya Albert Einstein sampai Stephen Hawking.

Jenjang S2 dan S3 dilanjutkan di Jepang di bidang yang sama, Fisika Teoritis Komputasi atau teori kuantum, Spin hidrogen dan nuklir. Bidang ini mempunyai dampak yang besar dan aplikasi yang bagus untuk kehidupan sehari-hari.

Salah satunya untuk mobil masa depan berbahan bakar hidrogen.

Anda Belajar Fisika Teori di Jepang, apa yang diteliti?

Saat itu mempelajari hidrogen, dengan memperdalam soal cara penyimpanan hidrogen itu.

Hidrogen menjadi energi masa depan untuk transportasi, seperti mobil. Saat ini perusahaan mobil dunia berlomba-lomba memproduksi mobil berbahan bakar hidrogen. Meski dalam 10 tahun mendatang, mobil listrik akan menjadi inovasi baru, tapi itu teknologi yang sudah tertinggal.

Teknologi mobil listrik sudah ketinggalan zaman dan tidak efisien.

Perusahaan yang sudah membangun mobil hidrogen adalah Toyota, nama mobil itu Mirai.

Tapi ilmuwan dunia menemukan banyak masalah dengan bahan bakar hidrogen.

Pertama masalahnya dengan ketersediaan hidrogen itu sendiri, bagaimana cara mendapatkan hidrogen? Jika hidrogen didapatkan dengan cara elektrolisis, biayanya terlalu mahal karena membutuhkan listrik dengan tegangan tinggi. Cara lain dengan memanaskan air menggunakan geothermal, tapi ini juga teknologi mahal karena harus bangun infrastruktur.

Di Eropa, hidrogen dibuat dengan energi nuklir. Sehingga sampai kini cara mendapatkan hidrogen belum efisien.

Rifki Muhida bersama Prof. Heinrich Rohrer (Pememnag Hadiah Nobel Fisika 1986)

Kedua, masalah penyimpanan hidrogen, sebab hidrogen mudah terbakar jika terkena api. Jika menggunakan hidrogen cair, suhu penyimpanan hidrogen juga harus sedingin minus  250 derajat celcius. Suhu hidrogen akan cepat naik dan menyebabkan tangki penyimpanannya cepat meledak. Sementara jika menggunakan hidrogen gas, memerlukan tangki penyimpanan yang sangat tebal karena bertekanan tinggi.

Ketiga, masalah penggunaan hidrogen memerlukan bahan yang mahal.

Jika ketiga masalah itu bisa terpecagkan, maka dunia akan melalui era baru. Bahan bakar hidrogen sangat efisien. seliter hidrogen bisa menjalankan mobil sampai ratusan km.

Dalam 20 tahun ke depan, mungkin bahan bakar hidrogen sudah bisa diakses. Di Jepang sudah ada kota yang menggunakan bahan bakar ini untuk penduduknya. 

Lanjut halaman kedua

 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI