Suara.com - Kehidupan Anang Hermansyah sangat berubah sejak 3 tahun lalu duduk di kursi empuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Paling tidak, Anang ‘dipaksa’ baca koran saban pagi.
Berbagai perubahan itu tidak pernah dia lakoni saat menjadi musisi. Anang menjadi tenar sampai terpilih jadi pejabat karena karier musiknya. Tak perlu cerita banyak soal karier bermusiknya, siapa pun tahu.
Tapi, apakah lelaki yang pernah identik dengan rambut gondrong itu menikmati kehidupannya saat ini? Anang banyak cerita saat mengunjungi kantor Suara.com di kawasan Jakarta Selatan pekan lalu.
Cerita menarik, Anang mengomentari soal perkembangan dunia sosial media yang sudah mengancam negara. Informasi hoax masih menjadi momok, dan negara menyatakan ‘perang’. Anang mengusulkan banyak hal untuk menangkis hoax.
Selama 3 tahun berkarir di politik dan menjelang tahun politik pemilihan kepala daerah, juri Indonesia Idol yang khas dengan kalimat “aku sih yess” itu dijagokan menjadi Bakal Calon Gubernur Jawa Timur. Dia diklaim calon terkuat nomor 4 bersaing dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Saefullah Yusuf dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
Ini tak main-main, serius. Jawa Timur sebagai provinsi terbesar setelah Jakarta, menjadi penggalang massa banyak untuk Pemilihan Umum Presiden dan Legislatif di 2019.
Lalu bagaimana jawaban Anang? Siap jadi gubernur?
Simak wawancara lengkap suara.com dengan Anang berikut ini:
Sudah 3 tahun Anda menjadi anggota DPR, sebelumnya Anda adalah musisi. Apa yang berubah dari diri Ada?
Dalam 3 tahun ini kebiasaan aku bangun pagi dan setelah itu main musik dan mendengarkan musik, jadi berubah. Selain itu, dulu membaca koran bukan sebuah kewajiban, sekarang wajib. Karena untuk mengetahui perkembangan yang terjadi.
Dalam bergaul juga berubah, dulu bisa kapan saja bertemu seniman. Saat ini waktu aku habis di DPR.
Keseharianku tidak seperti dulu lagi. Dulu aku bisa ke mana saja, tapi sekarang tidak bisa. Ada hal-hal yang harus aku jaga, tidak seperti dulu.
Yang lebih berbeda di banding saat ini, dulu aku bertindak sendiri, menghasilkan uang sendiri, dan aku menjadi bos untuk diri sendiri. Sekarang aku benar-benar hidup dibayar oleh rakyat. Aku dibayar dari uang rakyat melalui pajak, jadi harus bertanggungjawab terhadap rakyat.
Jadi, apakah Anda merasa berat menjalani kehidupan saat ini?
Jabatan sebagai wakil rakyat, sangat berat. Karena kami hasil dari pemilihan umum, bertanggungjawab menjadi bagian dari pengatur arah pembangunan negara, memenuhi amanat konstitusi dengan mensejahterakan rakyat. Tidak seperti dulu, aku yang bebas.
Sebagai sosok yang berlatarbelakang musisi, Anda dianggap mewakili para musisi untuk memperjuangkan undang-undang permusikan…
Rancangan Undang-Undang Permusikan sudah masuk ke prolegnas. Itu bukan usaha mudah, karena program legislasi nasional harus disepakati bersama antara DPR dengan pemerintah.
Undang-undang ini memang aku perjuangkan, karena banyak masyarakat musik yang bertaya, mengapa musik saat ini sedemikian rupa tidak bisa bicara luar biasa.
Terjadi penurunan dari zaman ke zaman secara signifikan. Pendapatan musik dari PDB negara hanya 0,47 persen. Kok bisa sekecil ini yah. Ini harus dicarikan solusinya, apa undang-undang solusinya? Nah ini, mari kita perjuangkan bersama.
Saat ini RUU Permusikan tengah diperjuangkan masuk ke program legislasi tahunan tahun 2018. Ini butuh sura dari bawah lagi. Ini harus kita perjuangkan karena industri musik bagian dari ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif hari ini pertumbuhannya luar biasa.
Tapi musik masuk ke urutan ke-9 dari ekonomi kreatif itu. Yang terbesar, fashion dan kuliner. Musik ini bisa mengurai pengangguran dan penopang hidup, sampai menyumbang pendapatan untuk negara. Sehingga musik harus diutamakan.
Sebagai musisi, bagaimana Anda bisa menggabungkan antara seni dan politik sehingga menjadi seni berpolitik?
Ini menarik.
Kalau seni, menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Di ranah politik sama, kita ingin menciptakan yang bernilai tinggi untuk kesejahteraan masyarakat. Selama aku serius di satu bidang, aku akan bisa mengikuti ritme itu dengan baik.
Bagaimana jika istri Anda juga terjun ke dunia politik?
Aku sudah bilang, selama dia mampu, kalau bisa, silakan. Aku akan mensupport.
Sebagai wakil rakyat, pasti Anda sangat intens berkomunikasi lewat sosial media, bahkan memantau perkembangan perpolitikan dan berbagai isu lewat internet. Di sisi lain, saat ini negara tengah perang dengan kemunculan hoax di konten media sosial. Bahkan sudah ditangkap kelompok Saracen yang dituduh sebagai pemproduksi konten hoax itu. Bagaimana pendapat Anda soal ini?
Bidang internet, aku pernah mengusulkan untuk mengurangi hal-hal negatif. Aku bilang, setiap aplikasi sosial media atau yang berurusan dengan media cyber dan seterusnya, harus (daftar dengan) memasukkan nomor KTP atau paspor.
Lalu mengapa terjadi hoax? Ini salah satu eforia baru di masyarakat Indonesia. Bebas membuat akun (di media sosial), bahkan satu orang punya 10 akun.
Satu akun bicara benar, pasti (akun lain) bicara berapi-api. Sementara yang akun lain ngomongin DPR, satu akun untuk ngomongin tetangganya, satu untuk ngomongin pacarnya.
Ini lah yang jadi masalah, kebebasan bicara ini sulit untuk mengerem. Makanya sampai dibuat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Apakah itu solusi? Iya, bagian dari solusi.
Tapi coba bayangkan kalau daftar akun media sosial menggunakan KTP atau paspor, nggak akan seperti ini. Akun Facebook sampai 71 juta, di Instagram 36 juta akun.
Waktu bicara gitu, ya emang saya baru di DPR, jadi mungkin nggak diangkut. Padahal itu solusi.
Makanya, aku mengkritisi waktu pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kenapa? Ini nggak memperdayakan yang ada untuk diperkuat. Kan membuat BSSN mengeluarkan biaya lagi. Dan ini menimbulkan hoax karena adanya perbedaan informasi. Terus jadi pegangannya apa?
Sudahlah Komisi III DPR harus berani merekomendasikan pemerintah, masyarakat harus mendaftarkan KTP dan paspor jika ingin membuat akun di media sosial. Pasti saya akan dimarahi sama generasi milenial, “mas anang goublok ya,” haduh.
Sudah lah sekarang jangan main bohong-bohongan lah hayok.
Ya itu terjadi lah demokrasi liberal. Karena tidak terdata dengan akurat. Jadi dengan penduduk Indonesia 261 juta itu, bagaimana BSSN mau mengawasi? Negara yang menjemuk ini, piye carane?
Sementara saat ini server data di internet ada di luar negeri…
Ya itu panjang kalau dibahas. Sama seperti Google, nggak mau bayar tunggakan pajak sekian triliun. Karena mereka kantornya nggak di Indonesia. Bukannya Google mencari uang di Indonesia?
Ada banyak yang mau karya anak bangsa kalau mau, kita punya badan yang bisa. Habibie (BJ Habibie) bisa membuat pesawat terbang dan diakui dunia.
Hampir semua orang menggunakan media sosial, termasuk para anggota DPR. Apakah media sosial menunjang komunikasi anggota DPR dengan publik?
Sebetulnya prinsipnya mudah. Bayangkan jika tidak ada ponsel. Jadi, ini sudah keniscayaan media sosial harus kita manfaatkan secara positif. Bahwa terjadi kekurangan dari kehadiran media sosial, pasti.
Tapi harus dijaga dalam ambang batas normal.
Tapi aku punya keyakinan, bahwa Indonesia nantinya akan jaya. Indonesia akan perform. Tapi awas, Indonesia adalah negara dengan kepulauan terbesar di dunia. Indonesia butuh percepatan informasi yang akurat dan efisien.
Tinggal masyarakat bersama-sama gotong royong membantu eksekutif mengurai masalah ini. Bahwa ini harus dimanafaatkan dengan cepat jika kita ingin menjadi negara yang bersaing di era global ini.
Harus cepat.
Aku setuju dengan slogan Presiden Joko Widodo, “kerja, kerja, kerja”. Tapi yang seperti apa supaya cepat? Kerja, okay. Tapi cepat yang seperti Bagaimana? Karena kita adalah pertumbuhan internet terbesar di dunia, itu ngeri loh.
Anang mampu nggak jadi gubernur? Baca di halaman kedua....