Marzuki Darusman: Pendekatan Kemanusiaan untuk Rohingya

Senin, 18 September 2017 | 07:00 WIB
Marzuki Darusman: Pendekatan Kemanusiaan untuk Rohingya
Marzuki Darusman. (suara.com/Dian Rosmala)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembantaian Militer Myanmar terhadap Etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine menjadi perhatian dunia. Dunia, terutama negara mayoritas muslim melihat ada pelanggaran hak asasi manusia di sana.

Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah membentuk tim khusus untuk menjawab dugaan pelanggaran HAM yang disoroti dunia. Tim tersebut diketuai mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman. Selama ini Marzuki berkantor di Markas Besar PBB New York sebagai utusan khusus dari Indonesia.

Pekan lalu, kakak kandung dari komposer Indonesia Candra Darusman ini ke Jakarta. Di tengah waktunya yang terbatas, dia wara-wiri ke organisasi masyarakat sipil Tanah Air untuk berkonsolidasi dan berdiskusi situasi terakhir nasib Rohingya di Myanmar, salah satunya ke Wahid Institute Jakarta pertengahan pekan lalu.

Dalam diskusi publik di sana Kiki, sapaan akrab Marzuki Darusman, menceritakan tentang Tim Pencari Fakta bentukan PBB untuk kasus di Myanmar. Tim ini sudah bekerja, dan Kiki sangat hati-hati bercerita ke publik.

“Sebelum 18 September 2017, TPF dilarang menyampaikan informasi itu,” kata Kiki menjawab tentang kisi-kisi informasi yang di dapat TPF.

Dalam sebuah diskusi publik di Wahid Institute itu Kiki pun banyak cerita alur TPF itu dalam bekerja mencari fakta dugaan pelanggaran HAM di sana. Suara.com pun menemui Kiki selepas acara itu, dia banyak cerita tentang bagaimana seharusnya publik dunia melihat kasus kekerasan terhadap Rohingya.

Berikut wawancara lengkapnya dan paparan Kiki saat diskusi publik itu:

Tim Pencari Fakta (TPF) kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar telah dibentuk PBB. Namun masih terkendala masuk Rahine. Apakah sudah ada update, keadaan terakhir tim ini?

Hari ini (Kamis, 14 September 2017) kami sudah bisa dapat berita bahwa tim awal dari TPF sudah bisa berada di wilayah Asia Tenggara. Kami masih belum bisa menyampaikan di mana, tapi tentunya kami juga menghadapi kenyataan bahwa tidak serta merta mudah untuk bisa masuk ke Rakhine.

Sebab ada faktor-faktor keamanan yang masih terkendala sehingga karena itu kemungkinan besar kita baru mulai melihat situasi di sekitar negara yang terkena dampak, yaitu Bangladesh.

Nanti semua data dan fakta akan dihimpun menjadi satu laporan yang utuh. Kami harapkan dalam satu atau dua pekan ini sudah ada gambaran lebih jelas mengenai perkembangan di perbatasan.

Terutama yang bersambungan dengan jumlah pengungsi yang mengalir deras tanpa akhir. Karena nanti merupakan satu dimensi kemanusiaan sendiri, terlepas dari eksodus yang memaksa masyarakat untuk berpindah dari tempat pemukimannya secara paksa.

Sejauhmana jangkauan TPF dalam menyelidiki kasus kekerasan Rohingya di Myanmar?

Mandat ini menyatakan bahwa TPF ditugaskan untuk melakukan penelitian dan mencari fakta-fakta di Rakhine dan Myanmar secara keseluruhan. Kami mencari kesimpulan, apa yang terjadi di Rakhine, dan Myanmar secara keseluruhan. Jangkauan geografis dari mandat itu mencakup Myanmar secara keseluruhan, walaupun secara khusus menyoroti kemanusiaan di Rakhine State.

Kedua, jangkauan periodisasi masa kejadian TPF menetapkan bahwa penelitian akan dilakukan bahwa pada sekurang-kurangnya 5 sampai 1 tahun. Lalu setelah itu memperoleh gambaran tentang pola kejadian-kejadian dan kecenderungan kejadian-kejadian.

TPF ini bukan mencari bukti perkara, tetapi untuk mencari sebab musabab, lalu memberikan rekomendasi ke Dewan HAM PBB, seperti langkah-langkah akuntabilitas apa yang harus diberikan?

Apakah sudah ada analisa awal tentang kejadian di sana?

Sebelum 18 September 2017, TPF dilarang menyampaikan informasi itu. TPF ditugaskan untuk membuat laporan lisan, Senin mendatang. Oleh karena itu apa yang diamati atau yang diketahui TPF sebelum laporan disampaikan (ke Dewan HAM PBB), tidak bisa disampaikan kepada publik.

Oleh sebab itu bebas untuk memberikan pandangan pandangan apa yang telah terjadi dan apa yang menjadi pandangan dari pencari fakta tentang situasi selama ini. 

Kemarin sempat kesulitan untuk mengakses Rakhine, bias cerita?

Tidak ada satu negara yang senang menyambut TPF. Namun ini kan nyatanya bukan lagi masalah domestik, tapi masalah regional. Bahkan sudah menjadi masalah internasional. Oleh karena itu kami hanya bisa appear kepada pemerintah daerah untuk bekerjasama dan memanfaatkan tim pencari fakta untuk menyampaikan pengertian kepada pemerintah Myanmar sendiri.

Kalau perlu Pemerintah Myanmar pun menyampaikan tentang keadaan di sana, sehingga tim pencari fakta bisa seimbang menyampaikan laporan dewan HAM.

Harapan kami masih tinggi, bahwa satu bentuk kerjasama bisa dicapai walaupun  tidak ideal. Tetapi setelah menunjukkan bahwa ada saat di mana pemerintahan Myanmar sudah melakukan peranannya untuk memungkinkan tim pencari fakta ini menyampaikan laporannya sebaik-baiknya kepada Dewan HAM PBB.

TPF akan pada akhirnya menarik kesimpulan dan menjadikan kesimpulan itu sebagai rekomendasi ke Depan HAM PBB. Apa yang perlu diperhatikan dalam pengambilan kesimpulan ini, sebab ini masalah sensitif?

Tim tidak bisa menyimpulkan bahwa ini adalah masalah konflik tertentu. Karena fitra dari kami adalah mencari fakta, lalu menyimpulkan. Nggak bisa 1 analisa. Tetapi saya mengatakan itu tidak bisa dibantah bahwa kesengsaraan yang amat luar biasa sedang menimpa masyarakat Rohingya dan juga masyarakat Myanmar secara keseluruhan.

Saya nggak bisa bayangkan bahwa penderitaan satu (Negara) bagian (Rakhine) itu dirasakan oleh semua orang.

Kelompok ormas berkedok keagamaan seperti FPI pun mengklaim mengirimkan ‘jihadis’ untuk membela Rohingya. Bagaimana pendapat Anda? Apakah itu perlu?

Dari Burma Human Rights Network mengatakan sebaiknya arif dalam mewujudkan bantuan itu dan tidak mempersulit posisi dari masyarakat Rohingya di sana jikalau ini dihubungkan dengan dinamika yang menyebabkan masalah. Semestinya merupakan masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia lalu berubah menjadi masalah politik internasional yang dikaitkan dengan masalah terorisme dan lain sebagainya.

Itu lalu nanti bisa lebih memperumit keadaan. Kita jauhilah spekulasi-spekulasi yang tidak berdasar untuk menciptakan kondisi yang sebaik-baiknya bagi kita semua masyarakat ke depan.

Ini juga berdampak kepada masyarakat kita ini kalau kita menggambarkan bahwa keadaan di sana itu, sebagaimana yang digambarkan sementara memerlukan sukarelawan. Siapa yang mau menangani kedatangan itu? Apa yang harus ditangani? Itu menyebabkan ada salah pengertian antara rakyat  kita dengan rakyat Myanmar.

Bentuk bantuan apa yang bias diberikan kepada Rohingya?

Bantuan ini bisa fisik, bisa moril. Bahwa pelaksanannya ini tidak akan demikian hilang saja dari perhatian. Kita memberi harapan bagi semua, bahwa kalau masalah ini terus-menerus menjadi perhatian bangsa Indonesia, maka harapan bangsa ini mendapatkan perhatian yang lebih baik.

Di sana itu jelas, sekarang bagaimana ketahanan kita memprakarsai gerakan kemanusiaan di Indonesia. Supaya bisa bertahan hingga masalah ini selesai. Secara pribadi, saya bisa mengatakan Ini pertama bisa diselesaikan yaitu gerakan kemanusiaan. Indonesia juga harus mempunyai daya tahan yang lama untuk itu.

Harus ada perencanaan, ada pemikiran bagaimana gerakan kemanusiaan Indonesia ini bisa langgeng dan berbekas dalam kehidupan di dalam masyarakat Indonesia.

Apakah sanski yang diberikan ketika TPF menyimpulkan ada pelanggaran HAM di Myanmar?

Orang dipaksa pindah, itu kan sudah pelanggaran HAM. Yang jadi masalah, apakah terjadi pelanggaran HAM berat? Itu bedanya antara pelanggaran HAM yang reguler yang terjadi dan pelanggaran berat. Itu sangat besar bedanya. Kami sekarang berada dalam kondisi mencari kebenaran. Apakah itu benar atau tidak? Jangan lalu kita lompat ke arah kesimpulan.

Internasional menyoroti sikap Aun San Suu Kyi yang lambat mengikapi pembantaikan Rohingya. Sebenarnya, bagaimana sikap Suu Kyi yang Anda ketahui?

Saya ingin membantah, bahwa Ibu Su kyi tidak berperan. Itu adalah satu fiksi. Ada satu situasi lebih rumit, lebih kompleks dan tidak bisa memberikan secepat yang dikehendaki. Jangan direfleksikan pada dunia, bahwa kita kehilangan kepercayaan terhadap yang bersangkutan.

Apapun yang nanti disampaikan, setidak-tidaknya ini menandakan bahwa Pemerintahan Myanmar responsif terhadap dunia internasional dan itu yang penting. Baru nanti selanjutnya kami melangkah lagi sedikit demi sedikit, sampai ada satu koordinasi di mana keamanan tertuliskan dan stabilitas sudah mulai tertanam kembali di sana.

Bisa Anda ceritakan bagaimana awal terbentuk TPF ini?

Tim ini terbentuk Maret 2017. Tapi baru tersusun sekitar sebulan yang lalu. Sasuatu yang nampak sekali pada saat ini adalah gelombang kebangkitan rasa kemanusiaan dari masyarakat Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia.

Ini sesuatu yang sangat menjanjikan. Dengan tidak mengecilkan, tentu bahwa ini terjadi bersamaan dengan penderitaan yang begitu luas. Masyarakat yang terpaksa meninggalkan daerah kehidupannya secara tidak sukarela.

Bagaimana fungsi TPF ini?

Tim Pencari Fakta ditugaskan secara intens untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang tidak reguler, yang tidak biasa, yang luar biasa, yang serius.

Pembentukan TPF didahului pelapor khusus Profesor Li Yang Hi dari Korea Selatan yang merupakan pelapor khusus ke empat yang menggambarkan bahwa masalah Myanmar, yang dulu Burma, sudah hampir 15 sampai 20 tahun ditangani oleh PBB dan mencapai puncaknya di akhir masa yang sekarang ini.

Sebetulnya sudah berlimpah informasi mengenai apa yang terjadi secara reguler di sana dan dunia sebenarnya sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Namun dalam hal ini tim pencari fakta dimandatkan untuk memastikan bahwa, apakah yang disinyalir yang terjadi itu dapat disimpulkan atau tidak dari kejadian-kejadian yang kita lihat dari hari ke hari ini. 

Artinya bahwa, fitrah itu hakikat dari apa yang telah terjadi di Rakhine dan di Myanmar pada umumnya, haruslah kesimpulan dari suatu proses penelitian yang dilakukan secara menyeluruh dan kiranya tidak bisa menjadi pangkal dari analisa yang disimpulkan terlebih dahulu lalu kami melakukan penelitian.

Karena itu Jika ditanya sekarang kepada kepada TPF mengingat bahwa sudah begitu banyak yang kita ketahui tentang Myanmar? Apakah telah terjadi genosida? Itu perlu disimpulkan, tidak bisa dijadikan pangkal analisa terlebih dahulu.

Ini yang saya maksud bahwa pembicaraan yang terakhir ini sedikit banyak memberikan perspektif bahwa kita masih harus menempuh satu proses untuk bisa memberi kualifikasi? Apakah yang telah terjadi di sana memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam hukum internasional memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang disimpulkan tadi?

Kami juga minta kesempatan untuk masuk ke sana, sekaligus pada saat awal ini dirintangi atau tidak terhalang untuk bisa masuk, maka fokus atau arah penelitian dari tim pencari fakta akan ditujukan kepada negara-negara yang terdampak, yaitu Bangladesh, Thailand dan Malaysia.

Apa yang dilakukan TPF dengan tidak terbukanya Myanmar?

Kami bisa mengerti, bahwa mengapa pemerintah Myanmar belum secara terbuka atau secara langsung dapat memberi akses kepada kami. Oleh karena tekanan-tekanan di dalam negeri sangat besar untuk mencegah tim pencari fakta ini masuk ke dalam.

Kedua adalah jangka periodisasi dari kerja TPF. Jangkauan periodisasi tujuan dari tim pencari fakta ini adalah untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan sendiri yang dalam 1 kurun tertentu membentuk suatu pola kejadian yang bisa kemudian di kualifikasi sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang memenuhi syarat-syarat hukum internasional tadi.

Sejauhmana tolak ukur TPF dalam melihat kasus ini? Apakah melihat juga peristiwa masa lalu di sana?

Untuk sesuatu rangkaian kejadian bisa menjadi suatu pola, maka diperlukan satu ukuran massa tertentu yang ditetapkan bahwa kejadian itu menjelma menjadi pola. Sehingga ke belakang sekurang-kurangnya disepakati bahwa itu adalah 5 tahun ke belakang.

Hingga 2012, yang berkebetulan pada saat mana proses reformasi di Myanmar mulai terjadi dengan pemilihan waktu itu yang di menangkan LLB secara besar-besaran. Menjadi sesuatu yang shock bagi pemerintahan militer yang waktu itu masih berkuasa penuh.

Karena itu juga, sebagian proses apa yang terjadi di sana itu adalah manifestasi dari pada dinamika reformasi politik yang terjadi. Kami harapkan bahwa dengan demikian jikalau diperoleh gambaran tentang pola dan juga kecenderungan dapatlah dijelaskan. Mengapa kondisi umum di sana sini serupa, sehingga rentan terhadap pelanggaran pelanggaran HAM yang regular.

Anda adalah orang Indonesia yang mewakili PBB untuk menjadi ketua TPF...

Saya mau menyampaikan, bahwa posisi saya ini tidak terkait dengan Pemerintah Indonesia. Saya tidak mau mewakili Pemerintah Indonesia, demikian juga tidak anggota-anggota tim pencari fakta lain yang dari Sri Lanka dan Australia. Mereka tidak mewakili pemerintah mereka.

Pemerintah Indonesia sudah menemui Suu Kyi dan memberikan masukan untuk solusi dalam menyelesaikan konflik...

Kami sebagai TPF mengamati betapa Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri dapat menempatkan diri dalam posisi yang sebaik-baiknya, diterima oleh Pemerintah Myanmar sebagai satu-satunya pemerintah pada saat ini bisa mempunyai hubungan dialog yang normal dengan pemerintah Myanmar.

Kami juga melihat ini sebagai suatu langkah yang bersamaan dengan dikeluarkannya laporan Kofi Annan yang baik di laporan itu. Bahwa Pemerintahan Myanmar menghadapi tantangan-tantangan yang amat luar biasa saat ini untuk mengatasi kemelut yang terjadi di dalam.

Sebagai akibat dari berbagai dinamika yang belum terselesaikan yang bertalian dengan bagaimana negara ini bisa memulai suatu proses untuk memulihkan keadaan yang diakibatkan oleh bertahun-tahunnya adanya pemerintahan yang restriktif yang terpusat terkonsentrasi sentralistik militeristik.

Karena itu memang banyak sekali ketertinggalan yang harus dikejar oleh permintaan Myanmar secara keseluruhan.

Biografi Singkat

Marzuki Darusman pernah menjadi Jaksa Agung Republik Indonesia periode 1999-2001. Selain berkantor di PBB sebagai utusan Indonesia, dia merupakan Direktur Human Rights Resource Centre (HRRC).

Sosok yang lebih akrab dipanggil Kiki ini menamatkan pendidikan di bangku sekolahnya di SMA Kolese Kanisius. Karena ayahnya seorang diplomat, ia bersekolah di berbagai negara mengikuti ayahnya ditugaskan seperti Singapura, Australia, Perancis dan Portugal.

Ia pernah mengenyam pendidikan di jurusan Fisika Murni Institut Teknologi Bandung dan jurusan Arsitektur Universitas Goethe Frankfurt namun tidak selesai.

Marzuki menamatkan jenjang S1 jurusan Hukum internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada tahun 1974. Selama kuliah, ia dipercaya menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (1970-1971) dan Sekretaris Jenderal Badang Kerjasama Senat/Dewan Mahasiswa Bandung.

Kiki mengawali kiprah politik sejak menjadi Sekretaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat (1973-1974) dan Sekretaris Jenderal KNPI (1974-1978). Kemudian ia dipercaya menjadai Sekretaris Jenderal Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia/AMPI (1978-1981) dan selama menjadi Ketua KNPI Pusat juga menjabat Sekretaris Jenderal Komisi Kerjasama Pemuda Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara/ASEAN (1978-1981).

Kariernya terus menanjak dengan menjadi Wakil Presiden Dewan Pemuda Asia (1977-1993), Wakil Ketua IPU Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (1990-1992). Di dalam negeri, kariernya tak kalah mentereng. Kiki dipercaya menjadi Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1993-1998) lalu Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1998-2003).

Ia juga pernah menjadi Ketua Partai Golongan Karya, Ketua Fraksi Partai Golongan Karya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Jaksa Agung Kejaksaan Agung Indonesia. Saat menjabat sebagai Jaksa Agung, ia dianggap berprestasi karena berhasil menggiring beberapa koruptor papan atas ke dalam jerat hukum, diantaranya adalah mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin dalam kasus Bank Bali (sekarang Bank Permata) dan Raja Hutan Bob Hasan serta beberapa kroni Soeharto. Selain itu ia pernah menjabat sebagai Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 dan salah satu tokoh yang turut mendirikan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI