Shamsi Ali: Berdialog dengan Yahudi, Dakwah Damai di Amerika

Senin, 31 Juli 2017 | 07:00 WIB
Shamsi Ali: Berdialog dengan Yahudi, Dakwah Damai di Amerika
Muhammad Syamsi Ali atau Imam Shamsi Ali. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Apakah Islamophobia sangat meninggi di Amerika Serikat saat ini?

Sangat tinggi. Islamophobia seolah-olah sudah menjadi pembenaran dari Pemerintahan Donald Trump. Kebijakan Donald Trump banyak yang diskriminasi ke masyarakat muslim. Buktinya larangan masyarakat dari 6 negara masyoritas muslim masuk ke Amerika.

Banyak juga kekerasan atasnama Islamophobia, sampai perempuan muslim dipukuli dan pekerja-pekerja muslim yang dikeluarkan.

Di sisi lain, masyarakat Amerika makin simpatik dengan Islam. Banyak warga Amerika mengakatakan, “to day i’m moslem to”. Mereka juga menyerukan, “jika Anda membenci muslim, Anda juga membenci kami”.

Sebagai ulama, apa bedanya dakwah di Amerika dan Indonesia?

Saya belum banyak dakwah di Indonesia. Sebab, saya tinggalkan Indonesia sejak usia 18 tahun, sejak tamat pesantren. Tapi kalau ke Indonesia, saya pasti diundang dakwah.

Tapi saya merasa dalam berdakwah menyampaikan Islam lebih mudah kepada non muslim daripada orang Islam itu sendiri. Karena non muslim, saat disampaikan dengan argumentasi baik, mereka akan terima. Minimal mereka akan menerima.

Tapi kalau disampaikan kepada masyarakat muslim Indonesia, mereka merasa sudah paham dan sudah tahu, padahal belum belajar mendalam tentang Islam. Sehingga ketika mereka ditawarkan dengan ide-ide baru, dianggapnya bertentangan dengan Islam. Meski tidak semua seperti itu.

Saya sering menyampaikan ke ulama dan ustad, jika pemikiran manusia itu tidak akan berhenti, akan berkembang. Yang tidak akan berubah adalah kitab suci, tapi pemahaman soal kitab suci akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman. Sehingga yang kita persepsikan tentang kebenaran kemarin, belum tentu sesuai dengan kehidupan saat ini.

Pada zaman nabi, mungkin transportasi tercanggih adalah onta. Tapi sekarang ini dunia transportasi sudah berkembang.

Akan susah berdakwah di Indonesia…

Saya kira begitu. Karena kebanyakan di sini menganggap keislaman kita sudah lebih baik, dan ini sikap yang berbahaya. Sikap ini bisa membuat manusia sulit menerima masukan dari orang lain, malah marah jika beri masukan.

Perhatikan saja umat Islam di dunia sekarang ini, mereka merasa lebih hebat. Tapi di mana berkahnya?

Bagaimana Anda menjelaskan soal isu LGBT di Amerika Serikat dari sisi Islam?

Bicara soal LGBT, tidak ada perspektif Islam.

Yang perlu dijelaskan, bagaimana mengkomunikasikan isu ini sehingga tidak menjadikan orang lain mengeluarkan tuduhan-tuduhan terhadap Islam yang tidak perlu dan bahaya. LGBT di Amerika bukan sekadar isu LGBT semata, tapi sudah menjadi isu hak asasi manusia, kebebasan, kehormatan terhadap manusia.

Jika Islam bicara LGBT itu dimusuhi, diharamkan dan masuk negara, tanpa ada penjelasan yang bersifat argumentatif dan bisa diterima. Maka konsekwensinya, Islam itu dianggp anti HAM dan tidak memberikan penghormatan ke manusia. Ini bahaya, pada akhirnya Islam bisa dicekal.

Cara saya mengkomunikasian isu LGBT ke masyarakat barat, pertama manusia secara mendasar diberikan kebebasan karena Allah sudah menetapkan ajarannya. Menerima atau menolak ajaran agama adalah hak manusia dan hak Allah juga memilih manusia yang akan diberikan hidayah.

Demikian juga dalam mengambil keputusan hidup, sehingga kebebasan itu harus dihargai. Ketika manusia sudah memilih kebebasan, maka harus bertanggungjawab.

Saya lebih mengedepankan isu yang fundamental itu. Dakwah seperti itu lebih bisa diterima di sana.

Soal LGBT ini sangat kuat isunya. Kalau Islam menentang, pasti akan disalahkan. Ini harus dikomunikasian dengan baik.

Anda bekerjasama dengan pemuka agama lain untuk memberikan pandangan positif tentang LGBT ini?

Iya. Agama Katolik, sangat keras dengan LGBT. Tapi ada juga ajaran yang memandang lunak tentang LGBT. Tapi yang perlu ditekankan, antar agama perlu berdiskusi tentang isu LGBT ini dari perspektif HAM.

Dalam berdakwah itu harus hati-hati sebenarnya. Jangan sampai apa yang disampaikan malah menimbulkan pandangan negatif tentang Islam.

Di Indonesia, banyak terjadi diskriminasi terhadap kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah dan agama lainnya. Apa masukan Anda pada pemerintah Indonesia?

Pemerintah harus menegakan hukum yang ada, hukum harus ditegakkan.

Sebagai muslim yang paham Al Quran, saya tidak setuju dengan Ahmadiyah, tapi sebagai warga negara dan manusia, mereka punya hak perlindungan. Kalau mereka dizalimi haknya sebagai warga negara dan manusia, itu bertentangan dengan UUD.

Ulama Indonesia juga harus mengayomi semua orang. Jangan balik menuding mereka sesat dan harus diasih ‘pelajaran’. Cara kekerasan ini sangat bertentangan dengan Islam. Indonesia ini punya sejarah panjang peradabannya, semakin jauh berjalan saya semakin kagum.

Indonesia ini darah dagingnya adalah toleransi.

Biografi singkat Shamsi Ali

Imam Shamsi Ali atau Muhammad Syamsi Ali adalah ulama Indonesia terkenal di New York, Amerika Serikat. Dia Imam Masjid terbesar di sana, Al-Hikmah di  96th Street dan 3rd AV Manhattan dan Direktur Jamaica Muslim Center di Queens.

Sebagai ulama, Shamsi tidak hanya rajin berkegiatan di masjid. Dia aktif dalam organisasi perdamaian dunia. Di antaranya:

  • Advisory board member Tanenbaum Center and Federation for Middle East Peace
  • Chairman of the Board of Trustees for the Asean Muslim Federation of North America
  • Board member for the Partnership of Faith
  • Co-founder of the UNCC (Universal Clergy Coalition-International)
  • Assistant Director and a Board member of the Muslim Foundation of America, Inc
  • Vice President of the Asian-American Coalition USA (AAC-USA)

Ayah 6 anak ini juga merupakan Dewan Penasehat untuk organisasi-organisasi Muslim nasional utama seperti IMSA (Indonesian Muslim Society in America) dan ICMI (Indonesian Muslim Intellectual Society in America).

Lelaki kelahiran  5 Oktober 1967 di Bulukumba, Sulawesi Selatan ini juga merupakan sedikit di antara ulama muslim yang sering berdialog dengan komunitas antaragama. Dia sering menjadi pembicara di gereja-gereja dan institusi keagamaan lain.  Shamsi pernah diminta menemani Presiden Amerika Serikat George W. Bush untuk mengunjungi Ground Zero beberapa hari setelah serangan teror 11 September. Shamsi memimpin doa saat itu di Yankee Stadium di Amerika bersama pejabat tinggi pemerintah, ermasuk mantan Presiden Bill Clinton dan kemudian Senator Hillary Clinton.

Shamsi juga pernah berpartisipasi dalam Konferensi Internasional Imam dan Rabbi untuk Perdamaian di Seville Spanyol 2006. Selain itu Pertemuan Tingkat Tinggi pertama Imam dan Rabbi Amerika Utara 2007. Dia pernah terlibat di dialog Antaragama Transatlantik 2008 di Frankfurt, Jerman.

Shamsi pernah diangkat menjadi Duta Besar untuk Perdamaian oleh International Religious Federation pada tahun 2002, dan penerima ICLI Interfaith Award 2008. Pada tahun 2006, dia ditunjuk sebagai salah satu dari tujuh pemimpin agama paling berpengaruh di New York City oleh Majalah New York.

Tahun 2009, Imam Ali dianugerahi satu dari 100 penerima Medali Kehormatan Ellis Island 2009. Medali emas non militer bergengsi ini merupakan pengakuan tertinggi yang diberikan kepada warga keturunan dengan kontribusi luar biasa untuk masyarakat Amerika dan dunia.

Sebagai ulama, kemampuan berbahasa Shamsi sangat luar biasa. Dia bisa berbahasa Inggris, Arab dan Urdu dan tentunya Indonesia. Shamsi memperoleh gelar BA dari Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan. Gelar masternya dia dapat di Studi Relatif Agama dari universitas yang sama.

Selanjutnya, pada tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012, Imam Ali terpilih sebagai salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia oleh Royal Islamic Strategic Studies Center di Yordania dan Universitas Georgetown.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI