Suara.com - Tahun 2013, Indonesia disorot dunia karena kasus penyiksaan manusia paling sadis di masa itu. Erwiana Sulistyaningsih, tenega kerja Indonesia (TKI) terluka parah di wajah dan sekujur tubuh karena disiksa majikannya di Hongkong.
Erwiana disiksa secara fisik dalam waktu 8 bulan oleh majikannya, Law Wan-tung yang kini sudah divonis bersalah dalam 18 dari 20 butir dakwaan, antara lain memukul, menciderai dan mengintimidasi.
Penyiksaan itu, buruh migran di dunia bersatu untuk membelanya, terutama masyarakat Hong Kong dan Indonesia. Muncul juga desakan untuk mengubah berbagai birokrasi dan kebijakan buruh migran di Indonesia.
Amnesty International pun saat itu mengutuk pemerintah Hongkong dan Indonesia karena mengizinkan kondisi yang membuat wanita rentan terhadap eksploitasi. Termasuk pembatasan kebebasan, kekerasan fisik dan seksual, kekurangan makanan, dan jam kerja yang panjang. Sempat terjadi unjuk rasa besar yang digelar di Hongkong.
Lebih dari 5000 orang dan berbagai kelompok HAM menyerukan penegakan keadilan bagi Erwiana karena polisi tidak menyelidiki kasus ini sebagai kasus kriminal.
Erwi, sapaan akrab Erwiana pun dinobatkan sebagai 100 orang paling berpengaruh dunia oleh media terkemuka, Majalah Time pada April 2014. Erwi pun menjadi tokoh perempuan dalam perjuangan melawan kekerasan dan diskriminasi. Tidak banyak masyarakat dunia yang mendapatkan pengakuan bergengsi ini.
Lima tahun setelah disiksa, bagaimana kabar Erwiana? Kini perempuan berusia 27 tahun itu tidak lagi menjadi TKI. Dia menjadi aktivis untuk membela buruh migran. Sebab, penyiksaan dan kekerasan belum berhenti menimpa salah satu penyumbang devisa Indonesia, TKI.
Berbincang dengan suara.com, Erwiana banyak cerita tentang kegiatan sehari-harinya. Dia rajin bertemu dengan tokoh gerakan pembelaan dan perlindungan dengan buruh migran.
Berikut wawancara lengkapnya:
Setelah kasus penyiksaan 2013 lalu di Hongkong, bagaimana kabar Anda?
Saya sudah tidak jadi TKI, tapi masih dalam organisasi buruh migrant, Kabar Bumi. Saya di sana sejak organisasi itu berdiri. Sekarang menjadi bendahara di sana. Saya menetap di Desa Pucangan, Kecamatan Ngerambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Apa kegiatan Anda saat ini?
Sekarang saya sekolah lagi, kuliah di Universitas Sanata Dharma jurusan Ekonomi Manajemen, semester 7. Sudah mau skripsi, tapi sekarang mau menyelesaikan megang.
Selain itu, saya mendampingi kasus-kasus. Jadi kegiatan saat ini banyak menjadi aktivis buruh migram saja.
Menjadi aktivis buruh migrant, apa saja yang diurus?
Sebenarnya banyak, tapi saya nggak bisa full. Kalau saya bisa, yah damping buruh migran yang terkena masalah. Misal ada yang sakit dan dipulangkan. Kebanyakan mereka dibohongi sama agen. Sampai sekarang masih banyak yang begitu (kasus penipuan yang dilakukan agen TKI).
Apakah kasus yang tengah Anda tangani?
Kasusnya Fadila Rahmatika, sama kayak kasus aku. Itu langsung sama aku dan teman-teman yang dampingi. Jadi gantian saja mendampinginya.
Fadila TKI dari Ponorogo (Dukuh Blimbing, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo) disiksa majikannya di Singapura. Dia sudah pulang dan sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Solo. Kasusnya, tahun 2017 ini. Fadila jadi TKI karena miskin. Keluarganya miskin, dan dia ingin membantu orangtuanya, sampai jadi TKI. Sayangnya gajinya nggak dibayar.
Fadila sudah 10 bulan kerja di singapura. Dia dipikul dan disiksa, disiram air keras, dan akhirnya ditinggalkan sendiri di Batam oleh majikannya.
Apakah masih berniat menjadi TKI kembali?
Saya akan kembali jadi TKI kalau nggak ada kerjaan di Indonesia. Tapi nggak tahu lah.
Apakah yang Anda petik pelajaran dari kasus penyiksaan lalu?
Banyak. Saya jadi banyak tahu terkait dengan hukum, hak asasi manusia, dan begitu lah pokoknya. Dulu saya tak tahu apapun.
Apakah masih trauma menjadi TKI?
Trauma lah pasti. Tapi sekarang saya sudah berani. Dari kejadian itu sudah banyak belajar. Kalau saya benar, saya akan berani melawan. Kalau dulu, saya takut dan nggak berani. Dulu saya juga nggk tahu harus minta tolong siapa.
Dari kasus kemarin, saya juga jadi kenal dengan aparatur pemerintah yang biasa urus TKI. Bahkan sampai sekarang masih berkomunikasi dengan pihak-pihak yang pernah urusi kasus saya.
Saya bertemu mereka ketika sedang menangani kasus. Sampai sekarang kita sebagai buruh migran juga masih menuntut untuk perubahan peraturan TKI. Peraturannya harus diganti, dan harus yang benar-benar melindungi.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sebenarnya undang-undang itu justru samadengan menjual tenaga kerja. Undang-undang itu hanya mengatur untuk penempatan dan perekrutan, bukan perlindungan.
Bukan hanya saya yang mendorong revisi undang-undang itu. Semua aktivis dan pejuang buruh migrant juga. Undang-undang itu memberikan celah dan membuka praktik perdagangan manusia. Semestinya ada pengawasan dan penegakan hukum. Tapi ini belum juga dilakukan oleh pemerintah. Masa, harus menunggu korban lagi.
Bagaimana modus perdagangan manusia terhadap TKI?
Kebanyakan pemalsuan dokumen, pemalsuan usia, sampai pengeluaran paspor.
Kalau saya mau pemerintah meratifikasi konvensi ILO (The International Labour Organization) 189. Konvensi ini disahkan tahun 2011, tapi Indonesia belum ikut meratifikasi.
Isi Konvensi ILO 189
1. Hak dasar pekerja rumah tangga
Promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pasal 3). Penghormatan dan perlindungan prinsip-prinsip dan hak dasar di tempat kerja seperti kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak atas perundingan bersama, penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib, penghapusan pekerja anak, penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (Pasal 3, 4, 11). Perlindungan efektif dari segala bentuk penyalahgunaan, pelecehan, dan kekerasan (pasal 5). Ketentuan kerja yang fair dan kondisi hidup yang layak (pasal 6).
2. Informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja
Pekerja rumah tangga harus diberi informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja mereka dengan cara yang mudah dipahami dan sebaiknya melalui kontrak tertulis (Pasal 7).
3. Jam kerja
Jam kerja ditujukan untuk menjamin perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja secara umum berkaitan dengan jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan mingguan dan cuti tahunan berbayar. Masa istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam kerja berturut-turut (pasal 10).
4. Pengupahan
Menggunakan upah minimum jika aturan upah minimum ada untuk pekerja lain. Pembayaran dilakukan dengan tunai tidak lebih lama dari satu bulan. Sedangkan pembayaran dengan transfer bisa dilakukan jika diatur dalam undang-undang, kesepakatan bresama atau persetujuan pekerja. Pembayaran dengan barang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu sesuai pasal 12. Agen tenaga kerja swasta juga tidak diperkenankan memotong biaya jasa dari upah pekerja.
5. Keselamatan, kesehatan kerja, dan jaminan sosial
Pekerja rumah tangga memiliki hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat sebagaimana tercantum dalam pasal 13. Pekerja rumah tangga mendapatkan jaminan sosial serta tunjangan persalinan (pasal 14).