Bagaimana jika tarif parkir dibuat sangat mahal?
Iya, itu saya setuju. Intinya membuat pengendara mobil itu berpikir berulang untuk jalan di Jakarta. Mungkin tarifnya 10 kali lipat, Rp40 ribu perjam, sama dengan San Fransisco.
Jadi apa yang membuat kota bisa sehat? Udara yang Anda hirup itu harus bersih kan. Bagaimana bisa sehat kalau tambah mobil dan jalan layang, BPJS Kesehatan bisa bangkrut.
Harus banyak pedestrian. Sayangnya di Jakarta sangat kurang mempunyai fasilitas pejalan kaki. Padahal warga Jakarta akan sehat kalau banyak jalan. Saya juga prihatin, siapa yang desain pedestrian. Kebanyakan pedestrian di Jakarta di bangun di kompeks olahraga, siapa yang mau jalan? Kalau dibangun di pertokoan, pasti banyak yang mau jalan. Tengok saja Orchard Road di Singapura.
Sehingga udara kota itu mutlak harus dijaga. Yang bisa menjaga udara tetap baik adalah pohon. Bisa menjadikan udara bersih, menjaga suhu, mengurangi radiasi dan sebagainya. Saat ini banyak pohon yang dihilangkan di Jakarta, salah satunya saat pembangunan MRT.
Sehingga timbul pertanyaan yang saya tadi, bangun MRT untuk siapa?
Dengan pembangunan Jakarta yang sudah sangat masif, apakah masih on the track mengacu pada fakta-fakta, misalnya Jakarta ada di bawah permukaan air laut dan sebagainya?
Saya belum meneliti itu lebih jauh.
Tapi saya akan contohkan saat Jakarta dibangun oleh Gubernur Ali Sadikin. Yang pertama dibangun Ali Sadikin tahun 1966 yang dibangun lebih dulu adalah fasilitas MCK. Di sepanjang jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, kalinya penuh dengan MCK.
Setiap pagi ditemui ada yang lagi nyuci, BAB, mandi dan sebagainya. Sehingga kebutuhan warga Jakarta saat itu yang dia pikirkan. Sebab jika satu keluarga tidak punya MCK, kesehatan akan terganggu.
Setelah bangun MCK, Ali Sadikin bangun fasilitas transportasi mulai dari halte bus, mendatangkan bus. Setelah itu dia bangun banyak gelanggang olahraga. Itu sebabnya di zaman itu tidak ada tawuran.
Dia gubernur yang benar-benar membangun dengan memikirkan rakyatnya, bukan citra pribadi seperti saat ini.
Setelah itu Ali Sadikin juga membangun pusat kebudayaan seperti TIM. Dia juga membangun Lembaga Bantuan Hukum (LBH), sebab sadar harus juga dikritik.
Saat itu kondisi Jakarta di tahap awal pembangunan. Beda dengan saat ini…
Betul, saat itu kekurangan uang. Dan sekarang melimpah uang.
Sehingga di Jakarta yang sudah ramai ini harus membangun dengan prioritas. Sekarang prioritas pembangunan Jakarta adalah menciptakan udara dan air yang bersih. Itu sangat vital sekali.
Negara mana yang berhasil membangun kotanya di saat situasi kota yang sudah ‘krisis’?
Di Brazil ada kota Curitiba yang sangat padat sekali. Kota ini yang mencetuskan konsep busway. Kota ini membongkar fly over dan menutup jalan untuk kendaraan pribadi. Sekarang menjadi kota yang sangat hebat. Pembangunan di kota ini menguntungkan masyarakat umum.
Belakangan ini banyak pihak yang mendesak Jakarta harus melaksanakan pembangunan yang berkeadilan. Menurut Anda, seperti apa konsep pembangunan yang berkeadilan ini?
Pembangunan yang beradilan sangat diperlukan di Jakarta saat ini. Maka itu dalam membangun apapun harus jelas, membangun untuk siapa? Sehingga konsep adil yang sederhana kira-kira, masa yang tidak bekerja mendapat bagian yang sama.
Jadi perlu dilihat, pembangunan yang mengakses ke semuanya. Misalnya pembangunan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Penyediaan 3 akses publik itu harus sudah dibangun dan terjangkau. Sehingga untuk merancang kota harus melihat kebutuhan warga itu sendiri secara psikologis dan biologis.
Apakah sampai kini Jakarta menerapkan skala prioritas?
Ada beberapa yang dilakukan. Misalnya sektor kesehatan dan sekolah. Sementara soal akses pekerjaan, saya tidak melihat banyak yang dilakukan.
Misal membangun sarana transportasi dan jalan untuk bisa diakses ke tempat kerja. MRT diklaim bisa menjawab persoalan itu, tapi berapa banyak pekerja yang bisa diangkut?
Soal penggusuran masih ada yang pro dan kontra. Di sisi lain pemerintah mengklaim penggusuran ini untuk memperbaiki kota dan kehidupan masyarakatnya. Bagaimana analisa Anda?
Yang pro penggusuran, suruh tinggal di rumah susun terlebih dulu.
Seharunya orang-orang yang digusur dan disuruh tinggal di rusun itu ditanya, mengapa tidak betah meski sudah diberikan kulkas? Pemerintah tidak pernah tanya, mau mereka itu apa? Padahal saat dipindahkan, ada hubungan yang terputus di kehidupan mereka.
Ada atmosfer yang hilang. Seharusnya pemerintah harus bicara dengan mereka dan tawarkan rusun itu. Bicara juga soal tipe tetangga dan sebagainya. Jangan seperti sekarang, langsung bilang sudah ada tipe (rusun) seperti ini, dan disuruh langsung masuk. Jadi seperti dipaksa.
Lalu apa solusi lain untuk mengatur tempat tinggal di Jakarta? Sebab imej Jakarta saat ini sebagai kota metropolitan dan modern.
Yang ditinggalkan oleh Ali Sadikin adalah Kampung Improvement Program (KIP). Ini harus dilanjutkan. Program ini untuk memperbaiki prasarana dan membiarkan warga membangun sendiri. Mereka tetap tinggal di sana, sehingga relasi sosialnya tidak hilang, semangat gotong royong masih ada. Dalam hal ini nilai-nilai manusia diutamakan dalam pembangunan.
Semial dalam pembangunan Kalijodo saat ini, siapa yang diuntungkan? Menurut saya pengembang. Sebab harga tanah di sana semakin naik dan makin tidak bisa diakses oleh warga miskin.
Harga tanah Jakarta makin mahal, dan makin terjadi ketimpangan ekonomi…
Jelas akan mahal terus. Sebab harga tanah di Jakarta diserahkan kepada sekelompok tertentu. Kapitalisme berjalan begitu.
Bagaimana agar tanah di Jakarta bisa diakses oleh masyarakat?
Gubernur harus membuat kebijakan ketat soal lahan hijau yang membuat pengembang tidak bisa menaikan harga tanah. Harga tanah pun akan turun. Jangan biarkan tanah dibangun oleh pengembang.
Singapura menjadi negara yang berhasil soal menata pemukiman. Sejauhmana kosep kota itu bisa diterapkan di Jakarta?
Saat ini konsep memisahkan tempat tinggal dengan kawasan tempat bekerja sudah ketinggalan zaman. Saat ini konsep mix use atau kawasan bisnis tercampur dengan kawasan tempat tinggal.
Ada wacana untuk memindahka Ibu Kota negara ke Palangkaraya. Bagaimana pandangan Anda?
Saya belum meneliti itu.
Tapi memang banyak negara maju seperti Amerika, Australia, Brazil, Malaysia dan Afrika. Mereka memisahkan kawasan pemerintahan dengan kawasan perekonomian. Tapi ternyata tida sepenuhnya berhasil, salah satu kawasan itu menjadi kita mati.
Kalau pun Indonesia akan melakukan itu, perlu dilihat sisi vitalitas dan karakter kota yang akan ditempatkan. Selain itu efisiensi akses dan keamanan alam. Itu yang menentukan kota itu berjalan dengan baik.
Apakah pemindahan Ibu Kota itu menjadi sosusi untuk mengurangi kepadatan Jakarta?
Saya belum tahu. Tapi untuk memindahkan persoalan kota, mungkin saja. Namun belum tentu menyelesaikan persoalan.
Negara mana yang sukses memindahkan Ibu Kota?
Mungkin Melbourne setelah tidak jadi ibu kota Australia. Sekarang Canberra jadi Ibu Kota Australia. Yang membuat rencananya sama dengan yang membuat Washinton DC.
Pekan ini, Jakartapunya gubernur baru. Apa yang paling mendesak dilakukan gubernur itu?
Bangun lah manusianya. Salah satu yang sudah berhasil membangun manusia di proyek busway. Dulu orang tidak mau antre, sekarang jadi ingin antre. Jadi menata kota itu berarti menata manusianya juga.
Begitu juga dalam memindahkan orang ke rumah susun, apakah mereka akan lebih beradab jika dipindakan. Nilai apa yang ingin dibuat dalam memindahkan mereka ke rusun? Nilai kemanusiaan.
Misalnya saat ini warga Singapura yang tinggal di rumah susun sangat rindu dengan nilai kampung. Suasana kampung sudah sangat hilang. Warga Singapura yang tinggal di apartemen membutuhkan waktu 15 tahun agar mereka akrab. Pemerintah membuat program perpindahan itu secara serius. Mulai diajarkan naik lift dan etikanya.
Biografi Gunawan Tjahjono
Gunawan Tjahjono lahir di Medan, 11 Desember 1945. Dia adalah profesor di Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Indonesia sejak 2002. Selain mengajar, Pak Gun, sapaan akrab Gunawan, juga menjadi Kepala Badan Penasehat Teknis Perkotaan dan Bangunan Pemprov DKI Jakarta. Dia sering menganalisa dan memberikan saran setiap usulan proyek pembangunan yang masuk ke Pemerintah DKI Jakarta, dari swasta atau pun Pemprov. Kritikan pedas soal pembangunan di Jakarta sering dia layangkan.
Pak Gun mulai dikenal publik saat dia merancang Gedung Pusat Administrasi Universitas, Universitas Indonesia atau yang dikenal sebagai Rektorat UI. Sebagai arsitek, karyanya tersebar di seluruh Indonesia.
Gun menyelesaikan gelar sarjana arsitektur di Universitas Indonesia tahun 1975. Tahun 1983 dia menyelesaikan S2 di University of California at Los Angeles tahun 1983. Gelar Ph.D-nya pun di dapat di sana.
Gun sering menjadi pembicara, Juri Sayembara Arsitektur Tingkat Nasional dan Regional, Ketua Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK) DKI Jakarta periode 2004-2007, 2007-2010, 2010-2013,2013-2016 dan Penulis Arsitektur dan Perkotaan. Dia juga menjadi Rektor Universitas Pembangunan Jaya pertama di kurun waktu 2011-2015.