Gunarti: Jika Kendeng Ada Pabrik Semen, Keturunan Kami Sengsara

Senin, 03 April 2017 | 07:00 WIB
Gunarti: Jika Kendeng Ada Pabrik Semen, Keturunan Kami Sengsara
Gunarti tengah berorasi dalam demonstrasi tolak pabrik semen. (omahkendeng)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ada berapa total pabrik semen yang ingin menambang semen di Pati?

Masih ada Indosemen yang mau masuk. Di Rembang ada Semen Indonesia (dulu Semen Gersik di Sukolilo).

Jadi di desa Anda, pabrik semen belum sempat berdiri?

Belum, makanya kami tolak sebelum itu terjadi. Kalau pabriknya sudah ada, kami akan kualahan. Bagi kami, kalau bisa sih jangan sampai terjadi.

Karena Jawa Tengah seharusnya peruntukannya menjadi lumbung pangan nusantara. Jadi jangan dijadikan pabrik semen.

Salah satu perlawanan Anda untuk menolak penambangan semen adalah dengan cor kaki. Dari man aide perlawan model begitu?

April 2016 sudah pernah cor kaki.

Di gerakan penolakan semen di Pegunungan Kendeng, kalau ingin melalukan apapun, kita selalu adakan pertemuan dan rapat bersama. Kesepakatan yang kita hasilkan, itu lah yang dipatuhi. Jadi nggak ada satu yang harus begini dan begitu. Entah itu jalan kaki atau mendirikan tenda, itu kesepakatan bersama.

Cor kaki, karena itu melambangkan tanah kita sedang dibelengguh pabrik semen. Kita tak bisa bergerak apa-apa kalau akhirnya nanti pabrik semen masuk.

Terbukti di kawasan Purwakarta, Jawa Barat saat sudah ada pabrik semen, semua warga tersingkir di sana. Sekarang, siapa yang sejahtera? Jadi pemerintah kalau bisa jangan sewenang-wenang. Yang rusak harus diperbaiki. Kalau sudah rusak akan datang bencana.

Anda juga berdiskusi dengan Mama Aleta, pejuang lingkungan dari Nusa Tenggara Timur…

Kita sama-sama membela lingkungan dan menjaga kelestarian ibu bumi. Saat itu (2006) saya belum kenal Mama Aleta, tapi setelah selesai tahun 2009, saya baru mendengar Mama Aleta. Kita sama-sama membela lingkungan agar tetap bisa menjadi sumber kehidupan untuk anak cucu.

Menurut kami, nggak dizinkan Jawa Tengah untuk didirikan pabrik semen sangat logis. Sebab Jawa Tengah seharusnya untuk lumbung pangan. Kalau Anda ingat, Soko Guru Negara itu adalah petani. Kalau nggak ada petani, siapa yang mau kasih makan orang-orang di kota?

Yang sudah ingin jadi petani, jangan diusik. Yang sudah menjadi sawah, ya sudah jadi sawah. Yang sudah jadi gunung, biarkan menjadi gunung. Yang laut, menjadi laut.

Jadi kita bisa hidup seimbang. Bukan mengusik satu sama lain.

Anda menolak pembangunan?

Kita mendukung pembangunan yang berkelanjutan, untuk kehidupan yang berkelanjutan.

Pabrik semen, bagi kami pembangunan yang merusak. Mereka mengambil gunung. Siapa yang bisa bikin gunung itu kembali? Siapa yang bisa kembalikan sumber mata airnya? Kalau gunung itu ditebas, mungkin akan habis beberapa tahun, setelah itu ditinggal.

Tapi tuhan yang membuat gunung, membutuhkan ribuan tahun. Gunung itu nggak akan tumbuh lagi, ini sudah di luar keinginan manusia.

Pertanyaan saya, pabrik semen itu untuk siapa? Semua orang hidup yang paling utama dibutuhkan makan dan minum. Semua itu dari tanah, makanya tanahnya harus dijaga. Tanah juga butuh air yang ada di pegunungan.

Kalau semen, bukannya kami tidak butuh. Tapi semen di Indonesia ini sudah over, banyak pabrik yang ditutup, dan semen dijual ke luar negeri sudah murah.

Padahal, bayi lahir itu butuh air, bukan semen.

Dalam hitung-hitungan, tanah 1 hektar bisa mempekerjakan 250 orang, untuk sekali musim tanam sampai panen.  Dalam 1 tahun, 1 hektar membutuhkan tenaga kerja 500 orang. Kalau 2.600 hektar tanahnya di ambil, berapa tenaga kerja yang menganggur.

Kalau tanah itu dipakai untuk pertanian, semua air terjaga. Sementara semen hanya memberikan penghidupan untuk 1 generasi, sementara generasi selanjutnya hanya kena dampaknya saja.

Anda ingin pembangunan yang berkelanjutan di Pati. Pembangunan yang seperti apa?

Saya belum terpikir, tapi yang penting jiwa manusia di sini harus dibangun.

Jangan semua dihitung dengan uang. Kalau uang masih bisa dibikin manusia, kalau gunung nggak bisa dibikin.

Anda menangis saat bertemu Presiden Jokowi. Apa yang Anda bicarakan?

Saya sempat ngobrol. Saya sampaikan mengenai apa yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengeluarkan izin baru.

Padahal Pak Jokowi pernah bertemu dengan warga Kendeng Agustus 2016. Kami bilang maunya Kendeng jangan ada pabrik semen. Pak Jokowi bilang, Kendeng harus diadakan KLHS, diteliti ulang. Kalau memang pabrik semen tidak layak berdiri di Kendeng, semua harus pergi.

Dikasih waktu 1 tahun. Selama 1 tahun jangan ada izin yang keluar dulu, pabrik yang sudah berdiri harus berhenti beroperasi dan menghormati KLHS ini.

(KLHS  merupakan bagian yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuat KLHS guna memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS diatur tata laksananya oleh Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 yang menekankan prinsip pembangunan berkelanjutan, jaminan atas keterlibatan masyarakat, dan mekanisme pelaksanaan KLHS.)

Akhirnya tim KLHS mempersingkat waktu kerja dan komitmen 6 bulan selesai. Akhir April 2017, laporan itu akan dikeluarkan. Jangankan menunggu sampai akhir April, setelah Pak Jokowi ke Kendeng, pabrik-pabrik banyak yang beroperasi. Sampai Ganjar mengeluarkan izin lagi.

Jadi saya bicara sama Pak Jokowi, seolah-olah Gubernur Jawa Tengah ini ada di atas presiden. Presiden saja berembug dengan masyarakat dan dipatuhi. Tapi Ganjar tidak berembug.

Anda percaya Jokowi akan menghentikan izin pabrik semen?

Kalau KLHS itu jujur dengan bukti yang nyata membuktikan Kendeng tidak layak ditambang. Lalu juga tidak hanya meneliti sumber air dan gunungnya, tapi juga meneliti manusianya. Manusia ini sudah banyak bicara tidak boleh goa dan tempat tinggalnya dirusak. Manusia harus dilindungi.

Apakah warga dilibatkan dalam survei KLHS?

Kalau disurvei dan ditanyai satu persatu, saya tidak tahu. Karena kami merasa itu belum ada. Kita sudah stor petisi tandatangan sebanyak 6.000 tandatangan ke KLHK, ke Gubernur. Itu bukti kita suarakan kami tidak menerima dengan pendirian pabrik semen.

Generasi Anda di Kendeng menolak pabrik semen. Bagaimana dengan generasi selanjutnya?

Warga di sini tidak bersekolah formal. Tapi kami sekolah apa saja, bukan hanya baca dan tulis. Kami belajar soal memahami lingkungan dan pertanian. Sejak kecil kami diajarkan. Kami sekolah di rumahnya sendiri, dikasih tahu sama orangtuanya sendiri.

Ada pihak yang menuding aksi cor semen ditunggangi, bagaimana komentar Anda?

Terserah orang mau bicara apa. Ketulusan nggak harus disuarakan. Kita lihat saja buktinya nanti. Isu itu sejak tahun 2006 sudah ada. Kalau kita melayani isu, kita nggak jalan.

Dari mana dana untuk ke Jakarta, membeli semen dan menjalankan aksi-aksi lainnya?

Warga dari Kendeng ada yang pekerjaannya, setelah selesai bertani, mereka merantau ke Jakarta. Mereka yang merantau memberikan uang, karena nggak bisa ikut aksi. Itu lah yang memberikan kekuatan.

Untuk membela ibu bumi nggak harus ke Jakarta. Yang punya panen banyak, mereka kasih beras. Apakah itu dinamakan didanai orang?

Waktu dulu, sering pergi aksi dengan jual ayam dan beras. Kita bareng-bareng ke sawah mencari keong. Keongnya dijual, dan uangnya untuk aksi.

Kita masih punya keong, karena ada sawah. Pemberian itu semua belum seberapa dari yang diberikan ibu bumi ke kita. Jadi tidak terhitung, berapa materi yang dikeluarkan.

Biografi singkat Gunarti

Gunarti lahir 21 April 1974 di Sukolilo, Kabupaten Pati. Dia adalah ibu rumah tangga dengan 3 orang anak. Kesehariannya, Gunarti ke sawah untuk menanam padi dan mengurus ketiga anaknya.

Sejak kecil, Gunarti tidak pernah bersekolah. Dia dididik orangtuanya menjadi petani. Di tengah kesibukannya menjadi ibu rumah tangga dan petani, Gunarti memimpin para ibu di desanya untuk mencegah pendirian pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng. Dia pun aktif membina anak-anak di desanya memberikan pemahaman tentang alam.

Meski tak sekolah, Gunarti hafal betul dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan semen di Kendeng. Dia hafal di luar kepala undang-undang lingkungan hidup. Gunarti berasal dari komunitas warga sedulur sikep. Ini adalah komunitas masayarakat yang menganut ajaran Samin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI