Suara.com - Seluas 13.522 meter persegi terumbu karang di Raja Ampat, Papua rusak karena diterabas kapal pesiar MV Caledonian Sky 4 Maret 2017 lalu. Sekilas, itu persoalan biasa. Tapi ternyata ini masalah serius dan menajadi keresahan dunia.
Kerusakan terumbu karang di Raja Ampat adalah salah satu dari peristiwa kerusakan lingkungan di Indonesia yang disebabkan oleh manusia. Kerusakan demi kerusakan alam, seperti hutan dan laut akan berdampak sangat buruk untuk manusia. Namun tidak akan dirasakan saat ini, tapi nanti.
Salah satu masalah saat ini adalah ancaman perubahan iklim. Perubahan iklim mudah dipahami sebagai perubahan alam akibat kerusakan alam dan keanekaragaman hayati. Dampak yang sudah terasa adalah banjir, kebakaran hutan, dan semakin susah mendapatkan pangan di alam, seperti ikan.
Ilmuan Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim dari Universitas Indonesia Jatna Supriatna mengatakan saat ini masyarakat Indonesia masih belum sadar ada di ujung kehancuran. Sebab Indonesia, salah satu negara yang alamnya paling rusak di dunia. Ancaman perubahan iklim dan kerusakan lingkungan mengincar.
Salah satu profesor biologi yang namanya tercatat di berbagai lembaga ilmu pengetahuan dunia itu mencontohkan dua kasus yang seharusnya dipandang sangat serius. Pertama rusaknya terumbu karang Raja Ampat dan penambangan semen di Pegunungan Kendeng.
Kerusakan Raja Ampat bisa mempengaruhi keadaan biodiversity secara global. Kawasan itu paling kuat diterpa perubahan iklim. Sementara penambangan semen di Pegunungan Kendeng menyebabkan masyarakat di kawasan itu jadi sengsara di masa mendatang karena akan terjadi krisis air.
Jatna banyak memberikan analisanya ke suara.com saat ditemui di ruang kerjanya di Universitas Indonesia pekan lalu.
Jatna baru saja mencatatkan sejarah sebagai ilmuan pertama Indonesia yang namanya dipakai untuk nama spesies primata baru. Dia juga cerita pengalamannya selama 42 tahun menjadi ilmuan biologi top dunia. Tidak banyak orang seperti Jatna.
Berikut wawancara lengkapnya:
Febuari lalu Anda mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award and Leadership on Biodiversity Conservation dari komunitas biodiversity dunia. Bisa Anda jelaskan penghargaan apa itu?
Penghargaan mengenai kepemimpinan dan ketokohan dalam bidang konservasi keanekaragaman hayati. Mereka selalu melihat siapa di antara ilmuan kompeten, kemudian mereka memberikan award kepada orang-orang yang konsisten dalam bidang konservasi. Saya tidak tahu nominasi lainnya, tapi kandidatnya diberikan kepada ilmuan di berbagai negara.
Mereka dari seluruh dunia berkumpul datang ke Bali Febuari lalu. Mereka mengaku sudah 1 tahun mengawasi dan memperhatikan saya. Termasuk saat menjadi pembicara di Hawai dan Maroko.
Persentasi saya diperhatikan, dan lewat wawancara. Setiap tahun, saya sering bicara di berbagai forum dan international meeting di banyak negara. Salah satunya di kantor PBB, New York.
Nama Anda juga diabadikan di nama Spesies primata baru yang bernama Tarsius Supriatnai. Apa keistimewaan spesies ini?
Kalau itu lain cerita. Saya masuk dalam grup spesialis primata di bawah The International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang berkedudukan di Switzerland. Lembaga itu mempunyai anggota puluhan ribu orang. Mereka rata-rata ilmuan dunia yang top dari berbagai bidang, salah satunya ahli primata.
Saya ketua IUCN untuk Asia Tenggara, membawahi 10 negara. Saya banyak menemukan spesies baru, salah satu konsentrasi di primata. Singkat cerita, satu waktu para ilmuan primata menemukan spesies baru di Gorontalo, kemudian mereka menamakan itu. Saya pikir, bahagia saja dan kehormatan besar.
Selain Anda, siapa lagi orang Indonesia yang namanya terukir di spesies primata baru?
Saya satu-satunya untuk spesies primata, tapi kalau spesies lain ada. Paling banyak orang asing yang namanya diabadikan untuk spesies tertentu.
Sebelumnya, nama saya juga diabadikan untuk nama spesies cicak terbang di Kepulauan Togian, draco supriatnai 4 tahun lalu.
Saya banyak penelitian di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Selama 42 tahun menjadi ilmuan, banyak keluar masuk hutan, sampai sakit kena malaria.
Saya juga editor di beberapa jurnal ilmiah internasional, makanya di nasional saya kurang dikenal.
Selama 42 tahun menjadi ilmuan biodiversity, pengalaman apa yang paling tidak terlupakan?
Semua temuan menyenangkan. Tahun 1987, saya meneliti monyet Sulawesi, lalu digigit. Darah monyet itu mengandung virus AIDS. Sejujurnya, saya sering digigit sampai dipatok ular dan macam-macam hewan, tapi digigit monyet yang mengandung virus AIDS sangat besar dampaknya di lapangan.
Setelah itu saya sangat berhati-hati. Saat itu saya diminta berkali-kali ke Amerika Serikat untuk periksa, apakah virus itu berkembang? Tapi ternyata virus AIDS monyet itu tidak berkembang.
Selama 5 tahun, saya takut virus itu berkembang.
Apakah keistimewaan keanegaraman hayati Indonesia?
Saya pernah meneliti di Amazon tahun 1986, lalu di Afrika selama 3 minggu. Dua kawasan itu paling sehat di dunia. Lalu apa bedanya kondisi di sana dengan Indonesia? Ini sangat menarik.
Amazon, daerah yang sangat besar, 6 kali luas Indonesia. Tapi Amazon adalah daratan yang keanekaragaman hayatinya dibedakan dengan sungai. Banyak sungai besar yang menyebabkan spesiesnya berbeda. Itu yang membuat biodiversitynya berbeda.
Di Afrika, benua yang sangat besar, perbedaannya disebabkan oleh cuaca, musim dan daerah tropis-non tropis.
Indonesia, sangat menarik. Karena yang membedakan hayati satu dengan yang lain adalah pulau. Hayati Sumatera, Jawa dan Kalimantan hampir sama. Lalu di Papua yang sangat beda sekali, lalu Sulawesi dan kepulauan Maluku juga sangat beda.
Sehingga, Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati, sama dengan Brazil. Tapi Indonesia punya keunikan, paling banyak genus. Artinya, itu adalah aset terbesar Indonesia.
Sayangnya, banyak pihak yang menyamakan harta terbesar ini. Padahal mereka sangat beda-beda.
Hutan di Jawa hampir punah, tinggal 10 persen. Di Kalimantan dan Sumatera masih banyak hutan, tapi mengalami kerusakan yang sangat besar karena sawit. Manajemen pengelolaan hutan Indonesia sangat jelek, lebih memberikan kepada sawit. Ini mengkhawatirkan.
Begitu juga Papua yang belum dimanfaatkan dengan besar. Saya sering berteriak soal ini di forum-forum dunia.
Apa yang menjadi titik persoalan negara, sehingga keanekaragaman hayati Indonesia belum tergarap serius?
Yang salah, sejarah Indonesia. Indonesia telat, dari dulu ahli keanekaragaman hayati tidak berkembang. Yang berkembang ahli pemotongan kayu.
Misal, baru-baru ini ditemukan obat penyakit jantung dari pohon yang hanya tumbuh di kawasan gambut. Tapi sudah terlambat, gambutnya keburu hancur.
Indonesia banyak mengidentifikasi keanekaragaman hayati, tapi belum memanfaatkannya.
Sementara negara sekecil Singapura yang memanfaatkan kekayaan biodiversity Indonesia. Mereka mempunyai ribuan ahli biodiversity dan biomolukuler dari berbagai dunia. Singapura memberikan dana dan fasilitas riset kepada mereka untuk meneliti di Indonesia.
Sementara Indonesia tidak punya, ahli-ahlinya tercecer di berbagai kampus dan LIPI. Mereka tidak terkoordinasi dan tidak mempunyai dampak besar.
Maka itu juga banyak penemuan obat-obatan dari Indonesia dipatenkan di luar negeri…
Betul. Mengapa penemuan obat selalu di luar negeri? Karena negara lain memberikan budgetnya, Indonesia tidak. Misal, LIPI memberikan budget riset hanya Rp200 juta sampai Rp300 juta, sementara Singapura 1 juta dolar AS.
Peneliti dunia berhak mendapatkan spesimen dari Indonesia berdasarkan protokol Nagoya 2016. Mereka harus bayar 10 persen royalti ke Indonesia, tapi lembaga penerimanya belum ada di sini.
Dulu ada lembaga biologi nasional di LIPI, sekarang tidak ada lagi. Di Indonesia hanya banyak pusat penelitian dan museum.
Indonesia masih terbawa emosi negatif deforestasi hutan.
Saya sebagai anggota di lembaga dana ilmu pengetahuan, sangat menyayangkan uang riset masih sangat jauh dari cukup, di bawah 1 persen dari GDP negara.
Sementara PBB menyatakan tahun 2010 sampai 2020 sebagai abad biologi. Karena di sana ada persimpangan jalan pilihan. Hutan akan di rusak dan biodiversity laut menjadi kehidupan masa depan.
Dunia akan kehilangan sumber energi fosil, dan akan memanfaatkan bahan baku alam atau bio. Banyak riset yang bisa dilakukan untuk mendapatkan bahan bakar yang baik, selain kepala sawit yang banyak bertentangan dengan ekosistem lain.
Saat ini peneliti dunia melihat masyarakat adat di Indonesia mempunyai potensi obat-obatan dari kearifan lokal mereka selama ribuan tahun.
Saya pernah penelitian di Togian, ibu-ibu di sana menggunakan sejenis ramuan untuk mengatasi panasnya di siang hari. Mereka adalah manusia perahu. Mereka menumbuk daun dan dipakai ke seluruh muka sebagai masker. Sehingga mukanya menjadi dingin sekali.
Ramuan itu sudah dipatenkan di Jepang, kita cuma melongo aja.
Kalau Indonesia mempunyai 500 suku saja yang mempunyai kearifan lokal ramuan obat-obatan, maka jumlah peneliti kita tidak sebanding atau tidak cukup. Sementara perusahaan obat Indonesia hanya menjual obat, sementara RND tidak jalan.
Potensi ekonomi sangat besar…
Sekarang keberanian negara saja untuk mengembangkan itu semua. Bukan soal modal yang akan dikeluarkan.
Anda pakar di bidang keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Bagaimana menjelaskan jika keanekaragaman hayati Indonesia ini mempengaruhi perubahan iklim di dunia?
Dua-duanya saling mempengaruhi. Perubahan iklim akan terjadi karena perilaku dari manusia, misal konversi lahan, gas rumah kaca dan sebagainya. Dampak perubahan iklim sangat besar pada pangan dunia.
Di Filipina, produksi beras sudah bergeser. Perubahan iklim berdampak pada ekosistem. Banyak pergeseran tumbuhan berbuah. Sehingga perilaku konsumsi hewan akan berubah, tidak mendapatkan makanan secara tepat waktu.
Manusia sangat terpengaruh perubahan iklim karena produksi pangan juga berubah, termasuk produksi air.
Kalau saja skenario terburuk kenaikan suhu air laut 4 derajat pertahun, itu sudah sangat luar biasa dampaknya. Sekarang masih di bawah itu, sekitar 3 derajat. Paling nyata terlihat, jika terumbu karang sudah hancur.
Terumbu karang akan terpengaruh jika suhu air laut naik 2 derajat. Jika saja itu terjadi di teluk Jakarta, maka terumbu karang akan mati memutih. Karena terumbu karang asosiasi antara mahluk hidup dan CaCO3. Kalau misalnya, tiba-tiba panas 2 derajat sampai 3 derajat maka karang menjadi putih dan tidak menghasilkan makanan untuk ikan.
Terumbu karang adalah penyimpanan makanan untuk ikan-ikan kecil. Sehingga ikan akan kabur, bagaimana nasib nelayan dan produksi ikan untuk manusia? Ini akan sangat kacau. Nelayan akan berlayar lebih jauh ke laut dalam.
Belum lagi kenaikan air laut ke daratan. Kalau sampai kenaikannya sampai 4 meter, maka akan banyak pulau tenggelam.
Tahun 2015 lalu, Anda pernah memprediksi dalam pesisir di Kabupaten Karawang akan tenggelam. Kalau sekarang dengan adanya pertemuan Perubahan Iklim di Paris dan kampanye tetang perubahan iklim, apakah prediksi itu masih berlaku?
Rata-rata kenaikan air laut saat ini hanya beberapa centimeter saja, saat ini tidak terasa. Tapi bayangkan kalau kenaikan itu terjadi terus selama 50 tahun? Di negara-negara kepulauan Pasifik ini sudah terjadi.
Ada masyarakat di satu pulau harus mengungsi. Karena luas pulaunya terus berkurang karena kenaikan air laut ke daratan. Mereka mengungsi ke Selandia Baru.
Mahasiswa doktor saya tengah meneliti di pantai Jakarta, di sana juga akan mengalami kehancuran. Apalagi dibuat bendungan, reklamasi dan 13 sungai-sungai sempit. Dampaknya akan besar.
Tapi ada tidak, daerah di Indonesia yang kuat dengan perubahan iklim. Itu yang harus dicari.
Di mana? Sudah ditemukan?
Raja Ampat. Saat ini di sana lagi ribut karena kerusakan terumbu karang karena kapal pesiar.
Di Raja Ampat, suhu perbedaan siang dan malam 16 derajat. Jadi terumbu karang akan bertahan lebih kuat. Jika kenaikan suhu laut 4 derajat tidak akan mati.
Selain itu di bandingkan di Jakarta, perbedaan suku siang malam 3 derajat. Di Jakarta, karang bisa hancur kalau suhu laut naik 4 derajat.
Perairan Raja Ampat dilalui oleh aliran air laut Samudera Pasfik dan Samudera Hindia. Kawasan laut Sulawesi juga bisa bertahan. Semua ikan di sana kumpul, 60 persen terumbu karang dunia ada di sana.
Makanya kerusakan terumbu karang di Raja Ampat itu hal gila. Lama sekali perbaikan terumbu karang itu, puluhan tahun. Tapi rusak seketika.
Raja Ampat itu kawasan luar biasa, terumbu karang paling indah sedunia di sana, ekosistem air laut terbanyak di sana. Ikan-ikan di sana sangat padat. Begitu karang hancur, ikan sudah tidak ada lagi. Resistensi di sana akan baik kembali pulih jika keadaan ekosistem di sana baik.
Seberapa banyak kerusakan lingkungan di Indonesia?
Jawa, jangan ditanya lagi. Sumatera dan Kalimantan dalam masa kerusakan karena deforestasi. Paling bagus, Papua.
Belakangan banyak kasus-kasus pengrusakan lingkungan yang memicu konflik di daerah. Misal saja tamban Semen di Pengunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Bagaimana pandangan Anda tentang eksplorasi yang ramah lingkungan?
Saya pernah penelitian di Merauke, apakah mungkin kita menebang hutan tetapi tidak merugikan biodivercity? Teryata bisa, tapi ada kemauan nggak dari sisi political will? Dari dulu sudah ada studi soal itu.
Riset itu menggabungkan kepentingan ekologi, konservasi, sosial dan piranti lunak GPS. Kita bisa simulasi, mana yang duluan ditebang. Dalam teori ekologi baru menyebutkan jika kerusakan tidak parah, maka alam akan me-recovery atau memperbiki sendiri. Sehingga bisa dipetakan mana daerah hutan yang kaya dan miskin. Ini bukan tebang tanam, tapi alam akan memperbaiki sendiri.
Namun cara ini akan mengurangi produksi kayu, dari 30.000 hektar, paling yang terpakai hanya 5.000 hektar. Tapi alam tidak rusak dan masyarakat tidak terdampak. Saya sudah tawarkan ke swasta, tapi mereka tidak mau. Pemerintah juga tidak mau report.
Bagaimana dengan persoalan tambang semen di Rembang?
Mau tidak mau pegunungan di sana, ada gunung kapur yang menghasilkan air. Sebuah peradaban ada, ketika ada air. Kalau tidak ada air, maka tidak akan terbentuk komunitas. Yang dibutuhkan manusia pertama adalah air, setelah itu makan.
Jadi penambang di Kendeng harus melihat berapa besar di sana berfungsi sebagai sumber air. Kars bukan hanya ada di Rembang, di Kalimantan Timur banyak sekali. Kenapa di sana, sudah jelas di sana kota besar, di sana butuh air.
Banyak sekali pemikiran pendek yang merugikan jangka panjang. Kalau di sana tidak ada air, bagaimana? Susah semua keturunan.
Kementerian Pariwisata beropsesi menjadikan sektor pariwisata sebagai core ekonomi atau salah satu pendapatan utama pemasukan negara. Bagaimana masukan Anda agar ini berhasil?
Kita masih jauh untuk berpandangan alam sebagai bahan pariwisata. Saat ini masih sampai pada pariwisata budaya, makanya Bali sangat dijual. Sementara pariwisata biodivercity kebanyakan dikelola oleh orang asing, dari 10 hanya 1 orang Indonesia yang mengelolanya.
Enteprener pariwisata alam di Indonesia kebanyakan orang asing, padahal ini bukan soal modal. Banyak dari mereka juga modalnya berasal dari pinjaman bank dalam negeri. Negara yang sukses memanfaatkan alam dan keanekaragaman hayati untuk pariwisata di antaranya Afrika dan Australia.
Biografi Singkat Jatna Supriatna
Prof. Jatna Supriatna adalah guru besar dalam bidang Biologi Konservasi Universitas Indonesia. Jatna menyelesaikan sarjana ilmu biologi di Universitas Nasional, lalu melanjutkan pendidikan master di Biological Anthropology di Universitas of New Mexico. Di bidang yang sama dan kampus yang sama, Jatna pun mendapatkan gelar Ph.D. Terakhir, dia juga menempuh post-doctoral di Columbia University, AS.
Saat ini Jatna menjadi Ketua Research Center for Climate Change (RCCC) UI. Selain aktif mengajar, Jatna masih rajin keluar masuk hutan untuk meneliti keanekaragaman hayati. Dia pakar di bidang primata dan perubahan iklim.
Jatna menjadi banyak editor di jurnal ilmiah ketermuka internasional, di antaranya Tropical Biodiversity, Asia Primate Journal, the International Journal of Wildlife Policy and Law, Biosphere Conservation dan IUCN Journal Parks.
Kepakaran Jatna sudah mendunia. Dia sering diminta memaparkan masalah alam di dunia di berbagai pertemuan ilmiah.
Selama berkecimpung di bidangnya, Jatna banyak mendapatkan penghargaan dunia dan lokal. Di antaranya penghargaan dari Belanda Royal Highness Prince Berhard of the Netherlands sebagai the most Excellence Order of Golden Ark. Habibie Award 2006 di bidang Natural Science. Lalu di 2010, Jatna mendapatkan Terry MacManus Award.
Jatna aktif menulis buku tentang biodiversity dan lingkungan hidup. Sudah ada 15 buku, dan 100 lebih artikel di jurnal internasional. Namun, nama Jatna lebih dikenal di luar Indonesia, dibanding lokal.