Jatna Supriatna: Petaka Alam dari Semen Kendeng sampai Raja Ampat

Senin, 20 Maret 2017 | 07:00 WIB
Jatna Supriatna: Petaka Alam dari Semen Kendeng sampai Raja Ampat
Ilmuan Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim dari Universitas Indonesia Jatna Supriatna. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anda pakar di bidang keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Bagaimana menjelaskan jika keanekaragaman hayati Indonesia ini mempengaruhi perubahan iklim di dunia?

Dua-duanya saling mempengaruhi. Perubahan iklim akan terjadi karena perilaku dari manusia, misal konversi lahan, gas rumah kaca dan sebagainya. Dampak perubahan iklim sangat besar pada pangan dunia.

Di Filipina, produksi beras sudah bergeser. Perubahan iklim berdampak pada ekosistem. Banyak pergeseran tumbuhan berbuah. Sehingga perilaku konsumsi hewan akan berubah, tidak mendapatkan makanan secara tepat waktu.

Manusia sangat terpengaruh perubahan iklim karena produksi pangan juga berubah, termasuk produksi air.

Kalau saja skenario terburuk kenaikan suhu air laut 4 derajat pertahun, itu sudah sangat luar biasa dampaknya. Sekarang masih di bawah itu, sekitar 3 derajat. Paling nyata terlihat, jika terumbu karang sudah hancur.

Terumbu karang akan terpengaruh jika suhu air laut naik 2 derajat. Jika saja itu terjadi di teluk Jakarta, maka terumbu karang akan mati memutih. Karena terumbu karang asosiasi antara mahluk hidup dan CaCO3. Kalau misalnya, tiba-tiba panas 2 derajat sampai 3 derajat maka karang menjadi putih dan tidak menghasilkan makanan untuk ikan.

Terumbu karang adalah penyimpanan makanan untuk ikan-ikan kecil. Sehingga ikan akan kabur, bagaimana nasib nelayan dan produksi ikan untuk manusia? Ini akan sangat kacau. Nelayan akan berlayar lebih jauh ke laut dalam.

Belum lagi kenaikan air laut ke daratan. Kalau sampai kenaikannya sampai 4 meter, maka akan banyak pulau tenggelam.

Tahun 2015 lalu, Anda pernah memprediksi dalam pesisir di Kabupaten Karawang akan tenggelam. Kalau sekarang dengan adanya pertemuan Perubahan Iklim di Paris dan kampanye tetang perubahan iklim, apakah prediksi itu masih berlaku?

Rata-rata kenaikan air laut saat ini hanya beberapa centimeter saja, saat ini tidak terasa. Tapi bayangkan kalau kenaikan itu terjadi terus selama 50 tahun? Di negara-negara kepulauan Pasifik ini sudah terjadi.

Ada masyarakat di satu pulau harus mengungsi. Karena luas pulaunya terus berkurang karena kenaikan air laut ke daratan. Mereka mengungsi ke Selandia Baru.

Mahasiswa doktor saya tengah meneliti di pantai Jakarta, di sana juga akan mengalami kehancuran. Apalagi dibuat bendungan, reklamasi dan 13 sungai-sungai sempit. Dampaknya akan besar.

Tapi ada tidak, daerah di Indonesia yang kuat dengan perubahan iklim. Itu yang harus dicari.

Di mana? Sudah ditemukan?

Raja Ampat. Saat ini di sana lagi ribut karena kerusakan terumbu karang karena kapal pesiar.

Di Raja Ampat, suhu perbedaan siang dan malam 16 derajat. Jadi terumbu karang akan bertahan lebih kuat. Jika kenaikan suhu laut 4 derajat tidak akan mati.

Selain itu di bandingkan di Jakarta, perbedaan suku siang malam 3 derajat. Di Jakarta, karang bisa hancur kalau suhu laut naik 4 derajat.

Perairan Raja Ampat dilalui oleh aliran air laut Samudera Pasfik dan Samudera Hindia. Kawasan laut Sulawesi juga bisa bertahan. Semua ikan di sana kumpul, 60 persen terumbu karang dunia ada di sana.

Makanya kerusakan terumbu karang di Raja Ampat itu hal gila. Lama sekali perbaikan terumbu karang itu, puluhan tahun. Tapi rusak seketika.

Raja Ampat itu kawasan luar biasa, terumbu karang paling indah sedunia di sana, ekosistem air laut terbanyak di sana. Ikan-ikan di sana sangat padat. Begitu karang hancur, ikan sudah tidak ada lagi. Resistensi di sana akan baik kembali pulih jika keadaan ekosistem di sana baik.

Seberapa banyak kerusakan lingkungan di Indonesia?

Jawa, jangan ditanya lagi. Sumatera dan Kalimantan dalam masa kerusakan karena deforestasi. Paling bagus, Papua.

Belakangan banyak kasus-kasus pengrusakan lingkungan yang memicu konflik di daerah. Misal saja tamban Semen di Pengunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Bagaimana pandangan Anda tentang eksplorasi yang ramah lingkungan?

Saya pernah penelitian di Merauke, apakah mungkin kita menebang hutan tetapi tidak merugikan biodivercity? Teryata bisa, tapi ada kemauan nggak dari sisi political will? Dari dulu sudah ada studi soal itu.

Riset itu menggabungkan kepentingan ekologi, konservasi, sosial dan piranti lunak GPS. Kita bisa simulasi, mana yang duluan ditebang. Dalam teori ekologi baru menyebutkan jika kerusakan tidak parah, maka alam akan me-recovery atau memperbiki sendiri. Sehingga bisa dipetakan mana daerah hutan yang kaya dan miskin. Ini bukan tebang tanam, tapi alam akan memperbaiki sendiri.

Namun cara ini akan mengurangi produksi kayu, dari 30.000 hektar, paling yang terpakai hanya 5.000 hektar. Tapi alam tidak rusak dan masyarakat tidak terdampak. Saya sudah tawarkan ke swasta, tapi mereka tidak mau. Pemerintah juga tidak mau report.

Bagaimana dengan persoalan tambang semen di Rembang?

Mau tidak mau pegunungan di sana, ada gunung kapur yang menghasilkan air. Sebuah peradaban ada, ketika ada air. Kalau tidak ada air, maka tidak akan terbentuk komunitas. Yang dibutuhkan manusia pertama adalah air, setelah itu makan.

Jadi penambang di Kendeng harus melihat berapa besar di sana berfungsi sebagai sumber air. Kars bukan hanya ada di Rembang, di Kalimantan Timur banyak sekali. Kenapa di sana, sudah jelas di sana kota besar, di sana butuh air.

Banyak sekali pemikiran pendek yang merugikan jangka panjang. Kalau di sana tidak ada air, bagaimana? Susah semua keturunan.

Kementerian Pariwisata beropsesi menjadikan sektor pariwisata sebagai core ekonomi atau salah satu pendapatan utama pemasukan negara. Bagaimana masukan Anda agar ini berhasil?

Kita masih jauh untuk berpandangan alam sebagai bahan pariwisata. Saat ini masih sampai pada pariwisata budaya, makanya Bali sangat dijual. Sementara pariwisata biodivercity kebanyakan dikelola oleh orang asing, dari 10 hanya 1 orang Indonesia yang mengelolanya.

Enteprener pariwisata alam di Indonesia kebanyakan orang asing, padahal ini bukan soal modal. Banyak dari mereka juga modalnya berasal dari pinjaman bank dalam negeri. Negara yang sukses memanfaatkan alam dan keanekaragaman hayati untuk pariwisata di antaranya Afrika dan Australia.

Biografi Singkat Jatna Supriatna

Prof. Jatna Supriatna adalah guru besar dalam bidang Biologi Konservasi Universitas Indonesia. Jatna menyelesaikan sarjana ilmu biologi di Universitas Nasional, lalu melanjutkan pendidikan master di Biological Anthropology di Universitas of New Mexico. Di bidang yang sama dan kampus yang sama, Jatna pun mendapatkan gelar Ph.D. Terakhir, dia juga menempuh post-doctoral di Columbia University, AS.

Saat ini Jatna menjadi Ketua Research Center for Climate Change (RCCC) UI. Selain aktif mengajar, Jatna masih rajin keluar masuk hutan untuk meneliti keanekaragaman hayati. Dia pakar di bidang primata dan perubahan iklim.

Jatna menjadi banyak editor di jurnal ilmiah ketermuka internasional, di antaranya Tropical Biodiversity, Asia Primate Journal, the International Journal of Wildlife Policy and Law, Biosphere Conservation dan IUCN Journal Parks.

Kepakaran Jatna sudah mendunia. Dia sering diminta memaparkan masalah alam di dunia di berbagai pertemuan ilmiah.

Selama berkecimpung di bidangnya, Jatna banyak mendapatkan penghargaan dunia dan lokal. Di antaranya penghargaan dari Belanda Royal Highness Prince Berhard of the Netherlands sebagai the most Excellence Order of Golden Ark. Habibie Award 2006 di bidang Natural Science. Lalu di 2010, Jatna mendapatkan Terry MacManus Award.

Jatna aktif menulis buku tentang biodiversity dan lingkungan hidup. Sudah ada 15 buku, dan 100 lebih artikel di jurnal internasional. Namun, nama Jatna lebih dikenal di luar Indonesia, dibanding lokal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI