Abdul Haris Semendawai: Polisi atau Tentara Bisa Berkarir di LPSK

Senin, 06 Februari 2017 | 07:00 WIB
Abdul Haris Semendawai: Polisi atau Tentara Bisa Berkarir di LPSK
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Belakangan ini tengah marah kasus berbungkus isu agama. Banyak pihak yang saling melaporkan dan merasa menjadi korban. Bagaimana LPSK melihat ini? Apakah kasus berbungkus isu agama ini menjadi perhatian khusus LPSK? Menyaring pihak yang akan dilindungi?

Untuk memberikan layanan perlindungan saksi dan korban, LPSK harus berpedoman pada aturan hukum yang ada. Yang mendapatkan perlindungan saksi dan korban khusus kejahatan tertentu. Misalnya pelanggaran HAM berat, terorisme, penyiksaan, kejahatan seksual pada anak, dan human trafficking.

Tapi kami juga bisa berikan kepada saksi dan korban dari tindak pidana lain yang menyebabkan korban terancam jiwanya. Jadi untuk kejahatan pencemaran nama baik, penistaan agama, ini tidak disebut sebagai kejahatan prioritas.

Tapi tidak menutup kemungkinan para saksi dan korban diberikan perlindungan, bila mereka terancam jiwanya.

Ada beberapa kasus yang tidak disebutkan UU itu, tapi saksi dan korbannya kita lindungi. Misal kasus perusakan lingkungan di Lumajang (Kasus Salim Kancil), itu kejahatan pembunuhan yang diawali dengan kasus pengrusakan lingkungan. Saksi-saksinya merasa takut karena sudah ada korban jiwa.

Sejak kasus penistaan agama yang dituduhkan ke Ahok, berkembang antar pihak saling lapor. pihak yang dilaporkan dan yang dilaporkan, mereka lapor kasus yang sama dan kasus lain. Saling lapor ini sangat kurang baik untuk negara kita. Meski melaporkan tindak pidana itu hak warga.

Aksi saling lapor itu menimbulkan rasa takut untuk warga yang ingin laporkan tindak pidana. Begitu juga untuk para saksi di pengadilan, mereka khawatir kalau jadi saksi terancam dilaporkan balik.

Ini banyak terjadi di kasus pidana korupsi. Namun pelapor dilaporkan dengan tersangka korupsi dengan kasus lain, misal pencurian dokumen.

Mereka diancam dengan tindakan fisik, pembakara rumah dan pencobaan pembunuhan. Ini menunjukan posisi para pelapor dan saksi ini rentan. Sangat beda tipis dibandingkan dengan terdakwa.

Tapi saksi dan pelapor juga jangan sampai memberikan keterangan dan laporan palsu. Makanya permohonan perlindungan akan diproses melalui telaah formil maupun materil. Termasuk menjadi pertimbangan adalah sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh saksi dan pelapor, bentuk ancaman, hingga rekam jejak pemohon.

Jadi tidak semua permohonan perlindungan akan dikabulkan, ada beberapa kriteria hingga permohonan perlindungan dikabulkan.

Perlindungan yang diberikan LPSK sendiri bertujuan mendukung upaya pengungkapan tindak pidana melalui keterangan saksi, korban, pelapor, dan saksi pelaku yang bekerjasama. Maka keterangan yang diberikan terlindung LPSK pun harus merupakan keterangan yang didasarkan itikad baik. Yakni niat untuk mengungkap tindak pidana yang sebenarnya terjadi.

Biografi singkat Abdul Haris Semendawai

Abdul Haris Semendawai lahir di Ulak Baru, OKU Timur, Sumatera Selatan, 28 September 1964. Semendawai menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta (1991) dan Master Hukum di Northwestern University School of Law (2004) di Chicago Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan studinya di UII, Semendawai kemudian bergabung dengan Lembaga Kajian Hak-Hak Masyarakat (Lekhat) Yogyakarta (1991 – 1993) dan menjadi pengacara praktek di salah satu law office sejak (1994–1998) di Yogyakarta.

Sejak 1998 hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) sebagai pengacara dan terakhir menjabat sebagai Wakil Direktur ELSAM di bidang Program. Selain itu, juga menjadi Koordinator Divisi Capacity Building TAPAL Jakarta (2000 – 2003) dan Koordinator Observatory Body of Sawit Watch Bogor (2004 – 2008).

Dalam kurun 2006–2008, Semendawai ditunjuk sebagai Ketua Komite Nasional untuk advokasi perubahan KUHP, serta terlibat dalam penyusunan sejumlah tim rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Pada tahun 2008 terpilih sebagai Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk periode 2008 – 2013 dan dipercaya sebagai Ketua LPSK periode pertama. Sejak 2010 hingga sekarang sebagai salah satu Anggota Dewan Pembina Ikatan Alumni UII (IKA UII). Menjadi Majelis Pakar Majelis Nasional KAHMI masa bakti 2012–2017. Pada 2013 kembali terpilih sebagai Anggota LPSK periode kedua (2013–2018) dan terpilih kembali menjadi Ketua LPSK.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI