Ichsan Malik: Selangkah Lagi, Krisis Konflik SARA Bisa Terulang

Senin, 30 Januari 2017 | 07:00 WIB
Ichsan Malik: Selangkah Lagi, Krisis Konflik SARA Bisa Terulang
Ichsan Malik. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bagaimana cara konflik SARA bisa dicegah sejak awal?

Kita bisa cegah konflik Indonesia dan mendeteksinya. Karena eskalasi koflik sudah bisa terlihat. Dari ada sebuah sengketa yang tidak bisa dibereskan. Seperti di Indonesia saat ini konfliknya berulang dari tahun 1945 dan 1950, seperti isu syariat Islam, khilafah, negara Islam dan sebagainya. Karena memang tidak pernah tuntas.

Sehingga terjadi ketegangan dan ada proses mobilisasi. Kalau dibiarkan saja, bisa jadi krisis. Kalau sudah krisis, semua sistem sudah ada yang tidak jalan. Ketika krisis dibiarkan, maka akan terjadi kekerasan terbatas dan kekerasan massal. Kalau sudah kekerasan masal, melakukan 1000 kali istigosah juga tidak akan selesai.

Kalau sekarang di Indonesia sudah sampai mana?

Kita sebenarnya baru sampai ketegangan dan mobilisasi yang bisa mendorong kepada krisis. Jadi selangkah lagi menuju krisis. Tapi kita belum.

Kalau TNI sudah ikut bergerak, polisi juga sudah mulai kebablasan, ini bisa konsolidasi jadi krisis. Tapi saya lihat itu belum terjadi. Makanya sengketa-sengketa dasar harus diselesaikan.

Ketika sengketa tidak sengketa itu tidak dituntaskan, maka akan menimbulkan ketegangan. Kalau dibungkus dengan agama, itu jadi konflik abadi dan susah diselesaikan.

Apakah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah SARA di Indonesia?

Sayangnya, sekarang di Indonesia makin banyak kelompok rentan yang hanya mau mendengar dari omongan provokator. Dia nggak mau mendengar dari kelompok fungsional, seperti polisi. Kelompok fungsional gagal memotong komunikasi itu. Maka kelompok rentan jadi pemicu, sehingga masalah SARA jadi naik lagi.

Selain itu komunikasi di kelompok menengah tidak berjalan. Seperti pergurun tinggi, pers, coorpotate, Pemda dan LSM jalan sendiri-sendiri.

Bisa ditegah kalau deteksi dini dan respon dini jalan. Eskalasi jangan dibiarkan saja. Kelompok rentan harus diatur lagi, jangan dibubarkan. Kelompok rentan ini harus didekati dengan kelompok fungsional. Sebab kelompok ini berkembang besar di kawasan tak terpelajar dan mempunyai ekonomi yang rendah.

Kenapa kelompok itu tidak boleh dibubarkan?

Sebenarnya boleh juga dibubarkan kalau sudah bertindak berlebihan seperti kekerasan, sikat saja.

Kasus Rizieq Shibab dan Munarman sudah masuk ke ranah kepolisian. Tapi dia masih bebas bicara di depan publik dan mengajak masyarakat untuk ‘berjihad’. Apakah seharusnya mereka ditangkap dan dipenjara saja?

Bisa. (Ketika dipenjara) dia sebagai provokator sudah tidak bisa lagi memprovokasi dengan logika-logika tak normalnya kepada kelompok rentan yang membutuhkan. Jadi gizi kelompok rentan adalah provokasi itu. Sebab itu yang bisa membuat kelompok rentan ini mengkonsolidasi.

Tapi memang kelemahan intelijen kita melakukan deteksi dini. Harus diperbaiki untuk membaca pemicu gerakan intoleran.

Biografi singkat Ichsan Malik

Ichsan Malik lahir di Bandung pada 6 September 1957. Dia mendapat gelar Doktor Psikologi Perdamaian di fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 2012. Saat ini Ichsan Malik menjabat sebagai Ketua IM Centre untuk Dialog dan Perdamaian, pembina dari Institut Titian Perdamaian di Indonesia, working group resolusi konflik dari Ikatan Psikologi Sosial seluruh Indonesia.

Dia juga merupakan anggota Tim Kerja Dialog dan Mediasi GPPAC mewakili jaringan Asia Tenggara. Dia merupakan inisiator dan fasilitator dari Gerakan Perdamaian Maluku ‘Baku Bae’, sebuah gerakan yang berlangsung sejak April 2000 hingga 2003 untuk membangun perdamaian di Maluku, Indonesia.

Pada tahun 2009, Ichsan Malik melakukan pelatihan tentang Conflict Early Warning and Early Response untuk kegiatan Shalom Foundation di Myanmar. Pada 2011, dia menjadi fasilitator untuk tim Nahdatul Ulama Indonesia untuk menciptakan perdamaian di Afghanistan.

Ichsan Malik juga merupakan dosen pengajar di Departemen Psikologi Universitas Indonesia sejak tahun 2000, dan dosen pengajar mata kuliah Resolusi Konflik dan Konflik Intervensi di Universitas Pertahanan Indonesia sejak 2012 hingga sekarang.

Bersama dengan GPPAC Asia Tenggara, ia terlibat dalam misi solidaritas ke Thailand Selatan, Kachin, Myanmar, dan Mindanao pada tahun 2013 sampai 2014. Pada tahun 2015, bersama delegasi dari Rusia, Belanda, dan Australia memulai inisiatif dialog untuk perdamaian di Pyongyang, Korea Utara. Ichsan Malik menerima Penghargaan Sani AhuSiwalima dari Pemerintah dan para Pemimpin Adat Maluku pada tahun 2011.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI