Sutopo Purwo Nugroho: Bencana Membuat Miskin dan Tak Pernah Libur

Senin, 02 Januari 2017 | 07:00 WIB
Sutopo Purwo Nugroho: Bencana Membuat Miskin dan Tak Pernah Libur
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memberikan keterangan pers terkait gempa bumi yang berkekuatan 6,5 SR di wilayah Pidie, Aceh, di Jakarta, Rabu (7/12). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejak tahun 2002, pencatatan kebencanaan di Indonesia mulai rapih. Sejak itu hingga 2016 tercatat ada 18.898 bencana alam di Indonesia. Mulai dari gempa bumi, longsor, bajir dan sebagainya.

Hampir setiap saat, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengirimkan pesan elektronik di layanan chatting, WhatsApp. Tidak ada humas yang serajin Sutopo.

Sutopo memberikan data dan informasi kebencanaan ke jaringan wartawan. Menurutnya, media massa kunci dari keberhasilan Indonesia ‘lolos’ dari bencana.

Berbincang dengan suara.com di ruang kerjanya, Sutopo menunjukan ponsel pintar layar sentuhnya. Dia mengelola sendiri berbagai macam media sosial. Semua itu membantu penyebaran informasi kebencanaan. Salah satu aplikasi andalan Sutopo adalah WhatsApp.

Dia mempunyai ratusan grup dan ribuan kontak wartawan di ponselnya. Dia mengelola informasi kebencanaan di pelosok hingga menjadi rilis, data dan informasi untuk wartawan. Jika Anda seorang wartawan kebencanaan, pasti sangat terbantu dengan data kiriman Sutopo. Doktor manajemen kebencanaan itu banyak cerita isi dapur pengelolaan data bencana.

Indonesia sebagai super market bencana alam tidak mempunyai pilihan selain mengajarkan masyarakatnya untuk waspada. Menurut Sutopo, kebanyakan bencana alam tidak terprediksi. Namun ini belum berhasil dilakukan Indonesia. Korban berjatuhan saban bencana datang.

Selama tahun 2016 saja terdapat 2.342 kejadian bencana, jumlah ini paling besar. Sebab kenaikan jumlah bencana alam di banding 2015 lalu sampai 35 persen.

BNPB banyak menggagas ide untuk mengurangi risiko bencana, bukan mencegah bencana datang. Ide itu mulai dari teknologi kebencanaan sampai asuransi bencana. Menurut Sutopo, Negara perlu mengutamakan kebencanaan sebagai fokus pembangunan. Sebab salah satu dampak bencana di Indonesia adalah memiskinkan masyarakat yang terdampak. Bagaimana itu bisa terjadi?

Sutopo juga fasih memaparkan prediksi kebencanaan tiap tahunnya, termasuk tahun 2017 mendatang. Banyak hal yang harus diwaspadai masyarakat. Bukan tidak mungkin bencana lebih besar mengincar.

Berikut wawancara suara.com dengan Sutopo akhir pekan lalu:

Salah satu keunggulan BNPB adalah sangat bagus mengelola data. Bagaimana caranya?

Semua lembaga sudah komitmen, semua data resmi tentang bencana hanya dari BNPB atau BPBD. Sehingga kita melakukan pendataan dan membentuk forum pengelola data. Data itu diolah dari Basarnas, TNI, Polri, dan Kementerian Sosial.

BNPB melakukan banyak pelatihan dan bantuan kepada BPBD tentang melakukan pendataan yang baik. Kemudian bagaimana mengkomunikasikan.

Anda juga sering mengirimkan data lengkap dan detail ke awak media. Bisa ceritakan di balik pengelolaan data itu?

Kita bentuk posko, ada pos tanggap darurat dan media centre. Salah satunya di Kantor Pusat BNPB buka selama 7 hari 24 jam. Kita memantau data bencana. Kita punya jaringan dengan BPBD lain.

Termasuk via WhatsApp. Di ponsel saya ada banyak grup WhatsApp. Ada 102 grup. Isinya mulai dari grup kebencanaan sampai grup dengan wartawan. Saya sudah berkali-kali ganti HP karena hank. Ini saja ada 1895 pesan yang saya belum baca.

Mengapa strategi itu Anda lalukan?

Media itu sangat penting dalam pengelolaan bencana. Media mampu mempengaruhi keputusan politik, media mampu menyelamatkan nyawa manusia, dan media mampu mengubah perilaku masyarakat. Sehingga teman media mempunyai peran strategis.

Personel BNPB hanya 500 orang, BPBD juga masih sangat minim. Jadi bagaimana menyampaikan informasi ke publik agar cepat sampai dan berganda. Ya lewat media.

Saya selalu menyampaikan informasi ke media terus menerus. Makanya sengaja saya membuat grup di WhatsApp, ada 6 grup. Dulu pakai BlackBerry Messenger, ada 2000 kontak di BBM saya. Itu sudah mentok.

Tapi karena wartawan sudah jarang pakai BBM, akhirnya di WhatsApp. Satu grup WhatsApp maksimal menampung 256 orang. Di kontak saya ada 6 grup hanya wartawan. Kalau bukan wartawan saya keluarkan.

Sekarang di grup wartawan bukan hanya soal informasi bencana, tapi sudah kayak grup 108, pada minta nomor telepon. Tapi tidak apa-apa, itu juga kerja jurnalis.

Catatan BNPB, tahun 2016 data bencana meningkat. Begitu juga yang menjadi korban tewas. Mengapa itu terjadi?

Pertama, bencananya memang meningkat. Selain itu pendataan kebencanaan jauh lebih baik dan kemajuan ilmu pengetahuan yang bagus. Selain itu didukung teknologi informasi. Selain itu banyak BPBD yang terbentuk, akhirnya proses pelaporan bencana sangat cepat. Makanya data bencana melambung.

Di antara bencana yang terjadi, banjir dan longsor paling banyak. Penaikan banjir sampai 52 persen, 766 kejadian tahun 2016 ini. Sementar longsor dan puting beliung naik tipis.

Selama bencana 2016 ada 522 orang tewas, 3,05 juta mengungsi, 69.287 unit rumah rusak, dan 2.311 unit fasilitas umum rusak. Dari semua itu, akibat banjir yang paling banyak makan korban 147 jiwa meninggal dunia, 107 jiwa luka, 2,72 juta jiwa mengungsi dan menderita, dan 30.669 rumah rusak.

Banjir memang paling dominan karena cuaca ekstrem tahun 2016. Bahkan daerah yang tadinya tidak banjir, menjad banjir parah. Misal di Pangkal Pinang, Kota Bandung, dan Kota Bima. Banjir terus berulang selama setahun di satu daerah. Banjir di Citarum dan Bengawan Solo juga terjadi berulang.

Bencana mana yang paling berbahaya?

Semua. Tapi longsor menjadi bencana yang mematikan. Korban meninggalnya paling banyak. Sejak 2014 sampai sekarang banyak sekali. Tahun 2016 saja ada 188 orang tewas karena longsor. Kenapa paling mematikan? Karena tinggi kerentanan longsor. Ada 40,9 juta masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor.

Puting beliung juga menjadi ancaman. Saat ini puting beliung melanda semua daerah, mulai dai kota dan desa, serta di pesisir dan di pegunungan. Bahkan bentuk puting beliung sudah menyerupai bentuk tornado di Amerika Serikat. Jadi bentuknya pusaran. Ini terjadi di Solo dan Salatiga.

Ini disebabkan pengaruh perubahan iklim lokal dan global, perubahan penggunaan lahan dan kerusakan lingkungan. Banyak perubahan penggunaan lahan, yang awalnya hutan menjadi pertanian, dan pertanian menjadi perkotaan, ini menyebabkan perubahan temperature di permukaan tanah dan atmosfer mengalami peningkatan.

Sementara untuk gempa bumi selama 2016 terjadi 5.578 gempabumi atau rata-rata 460 gempa setiap bulan, dan 12 gempa diantaranya merusak. Ada 3 sumber gempa ada 3 yaitu dari lempeng, zona subduksi dan sesar di darat. Di tahun 2016 ada terjadi tsunami, meski kecil di Sumatera Barat 2 Maret.

Soal tsunami, tragedi tsunami Aceh 2004  sangat membekas. Pemerintah pun banyak melakukan pelatihan kebencanaan setelah itu. Bagaimana kesadaran masyarakat tentang bencana pasca itu?

Tsunami kecil kemarin saya mencatat ada pembelaran penting sebenarnya. Dari aspek peringatan dini, 5 menit setelah kejadian gempa bumi, maka bisa disampaikan peringatan dini. Tapi respon masyarakat dan respon pemerintah daerah dalam menyampaikan peringatan kepada masyarakat.

Fakta di lapangan terjadi koordinasi yang kacau sehingga menimbulkan caos dan macet kendaraan.

Potensi tsunami memang tinggi di Indonesia, tapi tidak bisa memprediksikan. Golden time hanya 1 jam untuk memberitahu gempa berpotensi tsunami.

Dari kenaikan bencana selama 2016, bagaimana dengan kerugian akibat bencana itu?

Kita masih menghitung totalnya. Tapi rata-rata kejadian bencana menyebabkan kerugian Rp30 triliun. Tapi selama 2016 ini kerugian akibat bencana turun. Kerusakan dan kerugian akibat bencana tahun 2015 sebesar Rp 241 triliun.

Sebagian besar bencana menimpa masyarakat yang miskin dan membuat mereka makin miskin. Sebab bencana itu menyebabkan gagal panen, kehilangan aset produksinya dan terganggunya kehidupan sehari-hari.

Penyakit bermunculan, utang meningkat, kehidupan para keluarga miskin menjadi lebih sengsara karena mengalami proses pendalaman kemiskinan.

Jadi ada kaitan yang sangat signifikan antara bencana dan pembangunan. Bencana bisa langsung menyebabkan masyarakat jatuh miskin, yang miskin lebih miskin lagi. Sehingga proses pemulihannya sangat sulit.

Misalnya, di Bengawan Solo yang banjir sampai 5 kali setahun. Ini menunjukan, kehidupan mereka makin sengsara. Belum berbenah untuk bangkit, malah datang bencana lagi.

Makanya, masalah bencana ini harus dijadikan isu mainstream karena bencana menyebabkan infrastruktur dan kesahteraan masyarakat langsung turun saat terjadi bencana.

Bencana paling banyak terjadi Sabtu dan Minggu, ini tercatat. Jadi bencana tidak kenal hari libur.

Negara juga merelokasi warga yang tinggal di kawasan rawan bencana. Mereka direlokasi karena kawasan tempat tinggal awal sudah tidak layak. Ini menarik karena tidak mudah merelokasi mereka…

Proses relokasi sepeti di Gunung Sinabung sangat lama dilakukan. Ini disebabkan tidak ada lahannya. Anggarannya ada, tapi lahan sangat terbatas. Harga tanah terus meningkat.

Bagaimana untuk prediksi bencana 2017?

Diprediksi akan terus jadi, tergantung besaran pemicunya. Di Jakarta misal, masih akan terjadi banjir jika curah hujan tinggi. Selain itu masih rentan karena banyak sungai yang dangkal. Bayak pemukiman di daerah rawan bencana.

Jutaan masyarakat Indonesia terpapar dari ancaman bencana. Mereka tinggal di daerah-daerah rawan bencana. Kemampuan mitigasi, baik structural dan non structural masih terbatas. Menurut BMKG diprediksikan tahun 2017 musim normal. Tidak ada penguatan El Nino yang menyebabkan curah hujan menurun sehingga menimbulkan kekeringan.

Tidak ada fenomena penguatan La Nina yang menyebabkan curah hujan meningkat. Sampai Maret 2017 diprediksikan curah hujan normal. Sehingga ancaman banjir, longsor dan puting beliung akan berkurang.

Namun banjir, longsor dan puting beliung masih akan mendominasi bencana selama 2017. Puncak bencana Januari-Februari 2017. Sementara gempa tidak bisa diprediksi, namun rata-rata setiap bulan ada sekitar 450-500 kejadian gempa di Indonesia.

Sejak 3 tahun terakhir kawasan bencana di Indonesia di luar peta bencana. Di mana kawasa-kawasan yang belum masuk peta bencana namun mempunyai kerawanan yang tinggi?

Indonesia bagian timur sebenarnya harus waspada bencana. Potensi gempa dan tsunami di sana lebih besar, tapi riset tentang kebencanaan di sana minim. Jadi kita tidak ada peta yang akurat, terutama peta kebencaan gempa.

Misal di Pidie Aceh, merupakan daerah yang belum dipetakan. Bahkan ada sekitar lebih dari 80 zona sesar aktif di Indonesia yang belum dipetakan dengan detil.

Potensi tsunami sangat tergantung dari besaran gempa bumi dan lokasinya. Jika gempa lebih dari 7 skala richter, kedalaman kurang dari 20 km dan berada di jalur subduksi maka potensi tsunami. Sistem peringatan dini tsunami sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Sebanyak 315 kabupaten dan kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari banjir di Indonesia. Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi banjir 63,7 Juta jiwa. Sementara 274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari longsor di Indonesia. Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi longsor 40,9 Juta jiwa.

Dengan data itu, kita dihadapkan kepada ancaman yang bisa datang kapan saja.

Bagaimana penguatan BNPB untuk menanggulangi bencana itu?

Secara umum tingkat kesiapsiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana terus meningkat dibandingkan sebelumnya. Pengetahuan bencana meningkat signifikan. Tapi pascatsnunami aceh, pengetahuan bencana ini belum meningkat menjadi sikap  dan perilaku (practice). Bahkan belum menjadi budaya.

Bayangkan saja, di Pidie Jaya, banyak bangunan yang rusak karena gempa. Di sisi lain masyarakat sadar kalau bencana bisa datang kapan saja, tapi tidak diikuti dengan sikap untuk membangun rumah yang tahan gempa.

Sementara sistem peringatan dini pun masih minim. Misalnya, kita membutuhkan sirine tsunami 1.000 unit, tapi BMKG baru membangun 52 unit. Karena anggaran terbatas. Anggaran kebencanaan ini harus dinaikan.

Saat ini dana cadangan penanggulangan bencana Rp 4 triliun perlu ditingkatkan karena ancaman bencana dan dampak bencana makin meningkat. Sementara pembiayaan dampak bencana di Garut saja sudah dihabiskan sampai Rp600 miliar, di Aceh Rp2 triliun, kemudian di Bima Rp1 triliun.

Kami memberikan masukan, ke depan harus ada asuransi bencana untuk melindungi masyarakat dari bencana.

Seperti apa skema asuransi bencana ini?

Sebenarnya asuransi bencana ini sudah dibahas cukup lama sejak 2012 dengan DPR. Bahkan BNPB dan DPR ini sudah sepakat pentingnya asuransi bencana. Preminya nanti dibayarkan oleh negara. Sebagian masyarakat juga saat ini sudah mengikuti asuransi rumah, tapi premi bayarkan individu.

Sementara asuransi bencana ini dibayarkan oleh negera ke konsorsium asuransi swasta atau pun BUMN. Jumlah presmi yang dibayarkan sekitar Rp400 miliar. Perusahaan itu yang akan membayarkan stimulus pembangunan rumah. Besarnya, tahun 2012 lalu disepakati rumah rusak berat sekirat Rp30 juta, sampai rusak ringan Rp10 juta.

Dengan asuransi itu, pendataan rumah rusak bisa sangat cepat oleh asuransi profesioal, sehingga penanganan bencana akan cepat pula. Negara lain yang memakai skema asuransi bencana ini di antaranya, Jepang, Kanada, Italia, Turki dan beberapa negara.

Mengapa warga negara belum juga sadar soal bahaya bencana?

Terutama masalah ekonomi. Karena sebagian besar masyarakat membangun rumah berdasarkan ketersediaan anggaran yang ada, bukan berdasarkan tingkat ancaman yang ada. Biasanya rumahnya tidak tahan gempa, karena membangun rumah tahan gempa akan lebih mahal.

Selain itu tukang bangunan banyak yang tidak paham. Sebenarnya banyak buku pedoman tentang pembangunan rumah tahan gempa. Tapi dalam implemetasi sangat lemah. Bahkan di izin mendirikan bangunan (IMB) tidak ada klausul syarat pendirian rumah tahan gempa.

Ini yang perlu didorong, bagaimana pengawasan implementasi di lapangan. Padahal tata peta sudah bagus, tapi implemetasi di lapangan sangat lemah.

Dari dunia usaha pun sangat minim sadar dengan bangunan tahan gempa. Jangan membangun bangunan berlebih di kawasan tahan gempa. Mereka harus membangun bangunan tahan gempa.

Artinya ini masalah ekonomi, negara mana yang bisa dijadikan contoh yang keadaan ekonomi masyarakatnya sama dengan tingkat kerawanan yang sama juga?

Tidak ada. Hanya di Indonesia. Indonesia jadi contoh. Namun soal gempa, Selandia Baru, Jepang dan Chile bisa jadi contoh. Mereka patuh dengan peta yang sudah ada. Hasil kajian ilmiah dituangkan ke peraturan dan jalankan oleh warganya.

Jadi saat Selandia Baru di sana diguncang gempa 7,8 SR, korban meninggal hanya 2 orang. Di Indonesia korban meninggal ratusan. Orang tewas bukan karena gempa, tapi bangunannya. 

Biografi singkat Sutopo Purwo Nugroho

DR. Sutopo Purwo Nugroho lahir di Boyolali 7 Oktober 1969 . Saat ini Sutopo adalah Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sutopo menyelesaikan sarjana di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Ia merampungkan pendidikan MSc dan PhD nya di Institut Pertanian Bogor di bidang hidrologi.

Sutopo mengawali karirnya pada 1994 dengan bekerja sebagai peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sejak 2010 hingga sekarang ia bekerja di BNPB.

Selain menjadi Humas BNPB, Sutopo juga mengajar kuliah manajemen kebencanaan di beberapa kampus. Dia juga menyandang status ilmuan kebencanaan ternama di Indonesia. Sutopo terjun langsung menyaksikan penanggulangan dan rehabilitasi bencana di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI