Suara.com - Sejak tahun 2002, pencatatan kebencanaan di Indonesia mulai rapih. Sejak itu hingga 2016 tercatat ada 18.898 bencana alam di Indonesia. Mulai dari gempa bumi, longsor, bajir dan sebagainya.
Hampir setiap saat, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengirimkan pesan elektronik di layanan chatting, WhatsApp. Tidak ada humas yang serajin Sutopo.
Sutopo memberikan data dan informasi kebencanaan ke jaringan wartawan. Menurutnya, media massa kunci dari keberhasilan Indonesia ‘lolos’ dari bencana.
Berbincang dengan suara.com di ruang kerjanya, Sutopo menunjukan ponsel pintar layar sentuhnya. Dia mengelola sendiri berbagai macam media sosial. Semua itu membantu penyebaran informasi kebencanaan. Salah satu aplikasi andalan Sutopo adalah WhatsApp.
Dia mempunyai ratusan grup dan ribuan kontak wartawan di ponselnya. Dia mengelola informasi kebencanaan di pelosok hingga menjadi rilis, data dan informasi untuk wartawan. Jika Anda seorang wartawan kebencanaan, pasti sangat terbantu dengan data kiriman Sutopo. Doktor manajemen kebencanaan itu banyak cerita isi dapur pengelolaan data bencana.
Indonesia sebagai super market bencana alam tidak mempunyai pilihan selain mengajarkan masyarakatnya untuk waspada. Menurut Sutopo, kebanyakan bencana alam tidak terprediksi. Namun ini belum berhasil dilakukan Indonesia. Korban berjatuhan saban bencana datang.
Selama tahun 2016 saja terdapat 2.342 kejadian bencana, jumlah ini paling besar. Sebab kenaikan jumlah bencana alam di banding 2015 lalu sampai 35 persen.
BNPB banyak menggagas ide untuk mengurangi risiko bencana, bukan mencegah bencana datang. Ide itu mulai dari teknologi kebencanaan sampai asuransi bencana. Menurut Sutopo, Negara perlu mengutamakan kebencanaan sebagai fokus pembangunan. Sebab salah satu dampak bencana di Indonesia adalah memiskinkan masyarakat yang terdampak. Bagaimana itu bisa terjadi?
Sutopo juga fasih memaparkan prediksi kebencanaan tiap tahunnya, termasuk tahun 2017 mendatang. Banyak hal yang harus diwaspadai masyarakat. Bukan tidak mungkin bencana lebih besar mengincar.
Berikut wawancara suara.com dengan Sutopo akhir pekan lalu:
Salah satu keunggulan BNPB adalah sangat bagus mengelola data. Bagaimana caranya?
Semua lembaga sudah komitmen, semua data resmi tentang bencana hanya dari BNPB atau BPBD. Sehingga kita melakukan pendataan dan membentuk forum pengelola data. Data itu diolah dari Basarnas, TNI, Polri, dan Kementerian Sosial.
BNPB melakukan banyak pelatihan dan bantuan kepada BPBD tentang melakukan pendataan yang baik. Kemudian bagaimana mengkomunikasikan.
Anda juga sering mengirimkan data lengkap dan detail ke awak media. Bisa ceritakan di balik pengelolaan data itu?
Kita bentuk posko, ada pos tanggap darurat dan media centre. Salah satunya di Kantor Pusat BNPB buka selama 7 hari 24 jam. Kita memantau data bencana. Kita punya jaringan dengan BPBD lain.
Termasuk via WhatsApp. Di ponsel saya ada banyak grup WhatsApp. Ada 102 grup. Isinya mulai dari grup kebencanaan sampai grup dengan wartawan. Saya sudah berkali-kali ganti HP karena hank. Ini saja ada 1895 pesan yang saya belum baca.
Mengapa strategi itu Anda lalukan?
Media itu sangat penting dalam pengelolaan bencana. Media mampu mempengaruhi keputusan politik, media mampu menyelamatkan nyawa manusia, dan media mampu mengubah perilaku masyarakat. Sehingga teman media mempunyai peran strategis.
Personel BNPB hanya 500 orang, BPBD juga masih sangat minim. Jadi bagaimana menyampaikan informasi ke publik agar cepat sampai dan berganda. Ya lewat media.
Saya selalu menyampaikan informasi ke media terus menerus. Makanya sengaja saya membuat grup di WhatsApp, ada 6 grup. Dulu pakai BlackBerry Messenger, ada 2000 kontak di BBM saya. Itu sudah mentok.
Tapi karena wartawan sudah jarang pakai BBM, akhirnya di WhatsApp. Satu grup WhatsApp maksimal menampung 256 orang. Di kontak saya ada 6 grup hanya wartawan. Kalau bukan wartawan saya keluarkan.
Sekarang di grup wartawan bukan hanya soal informasi bencana, tapi sudah kayak grup 108, pada minta nomor telepon. Tapi tidak apa-apa, itu juga kerja jurnalis.
Catatan BNPB, tahun 2016 data bencana meningkat. Begitu juga yang menjadi korban tewas. Mengapa itu terjadi?
Pertama, bencananya memang meningkat. Selain itu pendataan kebencanaan jauh lebih baik dan kemajuan ilmu pengetahuan yang bagus. Selain itu didukung teknologi informasi. Selain itu banyak BPBD yang terbentuk, akhirnya proses pelaporan bencana sangat cepat. Makanya data bencana melambung.
Di antara bencana yang terjadi, banjir dan longsor paling banyak. Penaikan banjir sampai 52 persen, 766 kejadian tahun 2016 ini. Sementar longsor dan puting beliung naik tipis.
Selama bencana 2016 ada 522 orang tewas, 3,05 juta mengungsi, 69.287 unit rumah rusak, dan 2.311 unit fasilitas umum rusak. Dari semua itu, akibat banjir yang paling banyak makan korban 147 jiwa meninggal dunia, 107 jiwa luka, 2,72 juta jiwa mengungsi dan menderita, dan 30.669 rumah rusak.
Banjir memang paling dominan karena cuaca ekstrem tahun 2016. Bahkan daerah yang tadinya tidak banjir, menjad banjir parah. Misal di Pangkal Pinang, Kota Bandung, dan Kota Bima. Banjir terus berulang selama setahun di satu daerah. Banjir di Citarum dan Bengawan Solo juga terjadi berulang.
Bencana mana yang paling berbahaya?
Semua. Tapi longsor menjadi bencana yang mematikan. Korban meninggalnya paling banyak. Sejak 2014 sampai sekarang banyak sekali. Tahun 2016 saja ada 188 orang tewas karena longsor. Kenapa paling mematikan? Karena tinggi kerentanan longsor. Ada 40,9 juta masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor.
Puting beliung juga menjadi ancaman. Saat ini puting beliung melanda semua daerah, mulai dai kota dan desa, serta di pesisir dan di pegunungan. Bahkan bentuk puting beliung sudah menyerupai bentuk tornado di Amerika Serikat. Jadi bentuknya pusaran. Ini terjadi di Solo dan Salatiga.
Ini disebabkan pengaruh perubahan iklim lokal dan global, perubahan penggunaan lahan dan kerusakan lingkungan. Banyak perubahan penggunaan lahan, yang awalnya hutan menjadi pertanian, dan pertanian menjadi perkotaan, ini menyebabkan perubahan temperature di permukaan tanah dan atmosfer mengalami peningkatan.
Sementara untuk gempa bumi selama 2016 terjadi 5.578 gempabumi atau rata-rata 460 gempa setiap bulan, dan 12 gempa diantaranya merusak. Ada 3 sumber gempa ada 3 yaitu dari lempeng, zona subduksi dan sesar di darat. Di tahun 2016 ada terjadi tsunami, meski kecil di Sumatera Barat 2 Maret.
Soal tsunami, tragedi tsunami Aceh 2004 sangat membekas. Pemerintah pun banyak melakukan pelatihan kebencanaan setelah itu. Bagaimana kesadaran masyarakat tentang bencana pasca itu?
Tsunami kecil kemarin saya mencatat ada pembelaran penting sebenarnya. Dari aspek peringatan dini, 5 menit setelah kejadian gempa bumi, maka bisa disampaikan peringatan dini. Tapi respon masyarakat dan respon pemerintah daerah dalam menyampaikan peringatan kepada masyarakat.
Fakta di lapangan terjadi koordinasi yang kacau sehingga menimbulkan caos dan macet kendaraan.
Potensi tsunami memang tinggi di Indonesia, tapi tidak bisa memprediksikan. Golden time hanya 1 jam untuk memberitahu gempa berpotensi tsunami.
Dari kenaikan bencana selama 2016, bagaimana dengan kerugian akibat bencana itu?
Kita masih menghitung totalnya. Tapi rata-rata kejadian bencana menyebabkan kerugian Rp30 triliun. Tapi selama 2016 ini kerugian akibat bencana turun. Kerusakan dan kerugian akibat bencana tahun 2015 sebesar Rp 241 triliun.
Sebagian besar bencana menimpa masyarakat yang miskin dan membuat mereka makin miskin. Sebab bencana itu menyebabkan gagal panen, kehilangan aset produksinya dan terganggunya kehidupan sehari-hari.
Penyakit bermunculan, utang meningkat, kehidupan para keluarga miskin menjadi lebih sengsara karena mengalami proses pendalaman kemiskinan.
Jadi ada kaitan yang sangat signifikan antara bencana dan pembangunan. Bencana bisa langsung menyebabkan masyarakat jatuh miskin, yang miskin lebih miskin lagi. Sehingga proses pemulihannya sangat sulit.
Misalnya, di Bengawan Solo yang banjir sampai 5 kali setahun. Ini menunjukan, kehidupan mereka makin sengsara. Belum berbenah untuk bangkit, malah datang bencana lagi.
Makanya, masalah bencana ini harus dijadikan isu mainstream karena bencana menyebabkan infrastruktur dan kesahteraan masyarakat langsung turun saat terjadi bencana.
Bencana paling banyak terjadi Sabtu dan Minggu, ini tercatat. Jadi bencana tidak kenal hari libur.