Tjia May On: Fisikawan Partikel dan Nasib Sedih di Indonesia

Senin, 19 Desember 2016 | 07:00 WIB
Tjia May On: Fisikawan Partikel dan Nasib Sedih di Indonesia
Tjia May On. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lalu mengapa Anda dulu mengambil jurusan atau ilmu fisika partikel?

Jadi ilmu fisika atau Ilmu lainnya adalah ilmu empiris. Saya lihat hebatnya seorang Fisikawan kalau teorinya tidak diverifikasi dengan eksperimen, teori itu tidak akan berlaku. Termasuk teorinya Newton sangat terbukti Satiti karena melalui eksperimen yang panjang.

Makanya seorang yang mendapatkan Nobel bukan seorang teoritis, tapi dia sudah membuktikan teorinya melalui eksperimen. Terakhir Fisikawan partikel yang mendapatkan mobil adalah higs karena teori dia tentang partikel Higgs itu terbukti di share dengan fasilitas eksperimen yang maha besar.

Akseleratornya sangat luas sampai jarak lingkarannya sampai 30 km. Indonesia negara yang miskin mana bisa membuatnya? Kalau di Eropa atau Amerika ada fisikawan yang juga kerja di sana. Komunikasi dan informasinya pun sangat cepat.

Kalau tidak cepat kita pasti ketinggalan. Kita mau mengerjakan apa, itu sudah keburu dikerjakan orang.

Jadi akhirnya itu yang menyebabkan saya memutuskan untuk di fisika material saja.

Lalu kenapa Anda mengambil fisika partikel saat itu?

Mungkin itu ada sedikit unsur jiwa anak muda. Karena ada semacam ada pemikiran tidak tertulis. Kalau orang saat itu masuk ke fisika partikel adalah seorang yang dipandang berpotensi. Guru besarnya tidak akan mau menerima bimbingan kalau mahasiswa yang biasa-biasa.

Jadi orang yang mengambil fisika partikel harus mahasiswa yang sudah lolos kualifikasi terbaik. Mahasiswa mengambil master bisa mengajar di sekolah SMA di sana dan itu luar biasa.

Namun ilmuan fisika partikel tidak terpakai di Indonesia…

Jadi kalau sebuah penelitian itu harus menghasilkan produk, itu salah besar. Jadi problem di Indonesia pejabat yang memegang tentang penelitian tidak mengerti tentang penelitian. Sebenarnya riset pendukung penelitian di internasional.

Lihat saja handphone yang saat ini hanya bisa dikeluarkan oleh perusahaan raksasa yang mempunyai basis penelitian. Di mana perusahaan kita yang mempunyai basis penelitian? Tidak ada. Jadi yang namanya industri di Indonesia itu hanya pabrik-pabrik manufaktur saja. Designnya dari luar negeri dan di rakitnya di Indonesia.

Apakah anda pernah bergabung di industri swasta untuk mengembangkan suatu produk?

Dulu saya mengerjakan material organik. Cukup lama saya mengerjakan itu. Jadi mengerjakan Bahan polimer yang mempunyai fungsi-fungsi khusus. Tapi dengan alat yang kita miliki, hanya bisa menunjukkan fungsi-fungsi tertentu.

Kalau itu dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi produk itu memerlukan suatu investasi, uang, dan waktu yang jauh. Jadi tidak mendukung dari sisi penelitian karena tidak didukung dana yang cukup.

Sering baca di media setelah ada pensiun, Anda hanya mendapatkan gaji sekitar Rp2,5 juta. Apa itu benar?

Bukan. Saya mau koreksi.

Indonesia itu dalam mengatur dana pensiun hanya mengakal-akali. Gaji PNS dibuat dalam dua bagian. gaji pokok dan tunjangan Fungsional yang besarannya sama. Tujuan ya kalau PMS itu pensiun maka tunjangan Fungsional itu bisa dicopot. Jadi hanya bayar setengah.

Yang sudah terpotong ini dipotong lagi 20 persen. Sementara 80 persen sisa inilah dana pensiun saya setiap bulan.

Jadi profesor sekarang menerima gaji sampai belasan juta. Sementara saya yang sudah mengabdi puluhan tahun hanya menerima Rp4,5 juta sebulan. Jadi ada contoh seorang istri mantan Profesor yang sudah pensiun hanya menerima uang pensiun suaminya Rp4 juta.

Bayangkan saja sudah puluhan tahun mengabdi ilmu pengetahuan meriset sana sini. Dia nya mendapatkan gaji seperti itu.

Sementara saya sebulan mendapat uang pensiun Rp4 juta.

Biografi singkat Tjia May On

MO Tjia, begitu panggilannya, menamatkan sarjana fisika di ITB tahun 1962. Lalu dia melanjutkan kuliah master dan doktor di Northwestern University, Amerika Serikat, dan rampung tahun 1969 mendapatkan gelar Ph.D.

Tjia merupakan salah satu di antara sedikit fisikawan Indonesia yang pakar di bidang fisika partikel. Kecerdasannya saat ini bisa disejajarkan dengan Newton yang juga meneliti fisika partikel.

Dia telah menerbitkan dua buku teks dan lebih dari 200 penelitian. Peelitiannya itu di dipublikasikan di jurnal internasional Physical Review, Nuclear Physics, Physica C, International Journal of Quantum Chemistry, Review of Laser Engineering, dan Journal of Non-linear Optical Physics. Semua jurnal ilmiah kelas dunia.

Salah satu penelitiannya yang bergengsi di bidang fisika partikel adalah risetnya bersama fisikawan CH Albright dan LS Liu berjudul "Quark Model Approach in the Semileptonic Reaction". Hasil penelitian itu banyak menjadi rujukan peneliti fisika dunia.

Tjia pun pernah aktif meneliti di lembaga riset dunia, International Center of Theoretical Physics (ICTP), Trieste, Italia. Lembaga riset ini didirikan fisikawan peraih Nobel asal Pakistan, Abdus Salam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI