Musdah Mulia: Menjaga Perdamaian di Tengah Isu Berbalut Agama

Senin, 12 Desember 2016 | 07:00 WIB
Musdah Mulia: Menjaga Perdamaian di Tengah Isu Berbalut Agama
Siti Musdah Mulia. (dok pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akhir tahun 2016, publik disibukkan dengan masalah politik berbungkus isu kebencian terhadap suku, agama, ras dan golongan (SARA). Paling terlihat di kasus penistaan agama yang dituduhkan ke calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Kasus penistaan agama Ahok merembet melahirkan gerakan aksi unjuk rasa kelompok organisasi masyarakat, salah satunya dimotori FPI. FPI salah satu ormas yang dikenal sering melakukan aksi protes dengan jalan kekerasan kekerasan.  

Peristiwa lain, ada kelompok massa yang mengatasnamakan agama tertentu meminta paksa penghentian kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Pendeta Stephen Tong di Sabuga Bandung, Selasa (6/12/2016). Banyak pihak yang mengecam aksi intoleran ini, dari menteri sampai Sutradara sekelas Hanung Bramantyo. Puncaknya, Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil meminta maaf ke publik. Dia menegaskan Bandung adalah kota yang bertoleransi tinggi.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Siti Musdah Mulia menilai Indonesia masih rawan tindakan kekerasan mengatasnamakan agama. Masalahnya, tegas Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) itu, pemerintah melakukan pembiaran terhadap aksi intoleransi di Indonesia.

Baca Juga: Abdul Basit: Ahmadiyah dan Islam Santun Bertoleransi

Berbincang dengan suara.com di kawasan Jakarta Selatan akhir pekan lalu, Musdah banyak menuangkan analisanya tentang peristiwa demo 4 November, 2 Desember sampai kasus penistaan agama Ahok. Musdah pun bercerita tentang Afghanistan yang saat ini menjadi kawasan perang berbalut agama.

Penerima penghargaan Yap Thiam Hien 2008 itu mengungkapkan peran negara yang sangat kurang dalam mencegah aksi-aksi intoleransi kelompok mayoritas terhadap minoritas. Namun dia juga memberikan masukan, apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk menghentikan tindakan ‘pengkafiran’ kaum intoleran.

Sebab jika intoleransi dibiarkan, buntutnya akan menakutkan. Sebab Indonesia dikenal sebagai negara berbagaimacam suku, agama, ras dan golongan.

Simak wawancara lengkap suara.com dengan Musda Mulia berikut ini:

​Belakangan isu SARA dan intoleransi marah di Indonesia. Dari kasus penistaan agama sampai pembubaran paksa ibadah natal di Bandung. Mengapa ini terjadi?

Baca Juga: Obama: Muhammad Ali Pejuang Toleransi Beragama

Sudah terjadi politisasi agama di Indonesia. Sebab yang terjadi selama ini karena agama dijadikan kepentingan politik. Makanya pemerintah harus tegas bahwa semua kegiatan politik tidak boleh menggunakan isu agama.

Itu agak sulit dilakukan karena dimulai dengan menertibkan tempat kegiatan agama apapun, seperti masjid. Selain itu bagaimana pemerintah menertibkan khotbah, ajakan-ajakan keagamaan atau juga ceramah agama. Semestinya khotbah itu berisi ajakan-ajakan kemanusiaan, bukan kebencian atau juga permusuhan. Seharusnya pemerintah bisa. Ini bukan berarti kembali ke Orde Baru.

Pemerintah bisa mendorong membuat aturan cara ceramah dan ujaran di masjid maupun gereja atau di tempat ibadah mana pun berisi tentang membangun kemanusiaan yang adil dan beradab, membangun negara yang taat hukum, bebas korupsi, mengedepankan perdamaian dan pancasila. Nanti kan bisa dielaborasi lebih dalam, pancasila itu  kayak apa sih dari perspektif agama.

Bagaimana menentukan ukuran radikalisme atau ujaran kebencian dalam khotbah itu?

Pemerintah kan bisa mengawasi itu lewat departemen agama yang mempunyai Bimas-Bimas masing-masing agama. Misal Bimas Islam yang mempunyai 10.000 penyuluh agama yang dibiayai oleh pemerintah. Sayangnya mereka tidak bekerja.

Pemerintah tidak melakukan apapun. Menurut saya dari dulu, seharusnya Kementerian Agama tugasnya membangun spiritualitas bangsa.

Indikasi spiritualitas bangsa di antaraya kurangnya korupsi, masyarakat tidak ugal-ugalan di jalan, dan seluruh pegawai negeri tugasnya menfasilitasi kepentingan publik. Semua itu singkron dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi kembali ke pancasila saja.

​Apakah sikap anti terhadap suatu agama oleh kelompok tertentu di Indonesia itu nyata? Atau sikap itu sengaja diciptakan?

Iya, sangat nyata. Sikap seperti itu diajarkan bukan hanya dari SD, bahkan PAUD. Saya sudah lama melihat PAUD mengajarkan tentang sikap kebencian. Yang paling menyedihkan kita, kebanyakan guru PAUD tidak lewat pendidikan resmi. Jadi yang mengajar di sana, di ambil dari orang-orang biasa yang ingin mengajar.

Mengapa pendidikan di negara maju itu bagus? Karena rekruitmen guru itu menjadi hal yang sangat penting. Dulu sebelum menjadi Menteri Pendidikan, Anies Baswedan bicara soal itu. Tapi begitu menjadi menteri, jadi tidak mengurusi hal yang esensial seperti itu.

Dalam mendidik, apa yang perlu dilakukan oleh guru agama?

Pendidikan agama itu harus mengajarkan nilai-nilai spiritual, bukan yang legal formal dan doktrin. Saya dulu sekolah di pesantren, dan yang ditanamkan adalah nilai-nilai. Tapi sekarang kebanyakan orang memahami agama sebagai yang formalistis semata.

Ini harus didorong oleh Departemen Agama, dan lakukan oleh organisasi-organisasi agama yang memiliki kewenangan dalam dunia pendidikan. Misal NU dan Muhammadiyah. Tapi sampai saat ini belum pernah dilakukan.

Melihat aksi demo kelompok anti Ahok kemarin, pemerintah sepertinya memberikan panggung untuk kelompok yang selama ini dinilai radikal. Bagaimana pendapat Anda?

Iya benar. Itu sudah terjadi sejak 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu masa pembiaran yang luar biasa kepada kelompok radikal. Kalau Anda baca laporan ICRP, menyebutkan selama 10 tahun pemerintahan SBY memberikan jalan yang lapang untuk kelompok-kelompok seperti itu.

​Di sarasehan Kebhinekaan Nasional 2016 di Manado kemarin Anda menganalis mengenai teologis yang menjadi tantangan dalam persatuan dan kebangsaan. Apa yang Anda maksud?

Saat itu saya mengatakan, mari kita kembali ke pancasila. Mulai menjelaskan sila-sila pancasila dalam perspektif agama. Yang diajarkan semua agama tentang keadilan, kebersihan, kejujuran dan keindahan. Kalau itu yang pertama yang diajarkan dalam pendidikan, maka akan berguna sekali.

Nabi Muhammad juga bilang, kalau kamu belum mencintai saudara sesama manusia, kamu belum bisa dibilang sebagai orang yang beriman. Nabi bilang bukan hanya saudara yang seiman , tapi saudara sesama manusia.

Dalam agama tidak menyebutkan kalau ini kafir, dan ini tidak. Sekarang pemberian label kafir jadi makin mengental. Padahal Islam tidak seperti itu. Kafir dalam Islam itu artinya manusia yang menerobos batas-batas tuhan.

Kasus penistaan agama Ahok awalnya juga disulut karena pengkafiran, namut yang menjadi pintu masuk tuduhan penistaan agama surat Al Maidah. Sebagai peneliti agama. Bagaimaa terjemahan Al Maidah sebenarnya?

Kata memilih pemimpin seiman. Seiman itu maknanya banyak sekali, salah satunya sama-sama mempercayai tuhan. Kalau terjemahannya seiman, tidak bisa dengan mutlak artinya sesama Islam. Sebab di dalam Islam punya banyak perbedaan, misal antara organisasi keagamaan, NU dan Muhammadiyah itu berbeda. Saya menilai jadi banyak kotak-kotak, jadi semestinya hilangkan pengkotak-kotakan itu. Seiman itu harus diartinya sama-sama beriman kepada tuhan.

Tapi kebanyakan orang di Indonesia sejak kecil sudah diajarkan, mereka yang bukan Islam dipandang tidak beriman dan kafir. Sampai Paus mengatakan, jangan kamu menganggap kami orang kafir, sebab kami orang yang beriman.

Tolak ukur seseorang menistakan agama masih abu-abu. Bagaimana kategori atau ukuran seseorang bisa dikatakan sebagai penistaan agama?

Saat saya mempelajari agama-agama, Islam banyak selali memandang orang Kristen menyembah 3 tuhan. Tapi selanjutnya orang Kristen bilang, siapa yang menyembah 3 tuhan? Nggak tuh.

Pandangan filsafat mereka, Yesus adalah personifikasi terhadap tuhan supaya bisa berhadapan langsung dengan manusia. Kalau seperti itu, kita menodai mereka dong. Sebaliknya dengan agama-agama lain.

Masing-masing umat tidak boleh mengklaim agama lain begini-begitu. Beritakan lah kepada yang bersangkutan agama dia seperti apa. Kalau tidak percaya itu hak. Jangan mengklaim agama lain tidak baik.

Sehingga kategori mengenai penistaan agama ini tidak ada. Saya sejak tahun 2010 bersama Gus Dur pernah menggugat Undang-Undang (UU) PNPS tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi. Tapi ditolak, dengan alasan hakim tidak mempunyai legal standing.

​Anda banyak meneliti soal Islam di Indonesia, terutama soal Islam dan pluralisme. Bagaimana mayoritas muslim memandang pluralisme?

Umat Islam di Indonesia umumnya memandang 3 hal, pluralisme, sekularisme, dan liberalism dengan salah. Anda baca fatwa MUI tentang 3 hal itu. Mereka menganggap pluralisme mencapuradukan agama, dan sekularisme dianggap tidak percaya agama dan negara. Sebenarnya tidak seperti itu.

Sebagai pluralis, saya tidak ingin mengatakan semua agama itu sama. Sebab kata pluralism itu meyakini perbedaan dan banyak. Banyak agama dan berbeda-beda, saya menghargai perbedaan itu.

Apakah mayoritas muslim sadar dengan keberagaman?

​Mereka memandang pluralisme adalah kebersamaan dalam satu tempat di mana tidak terjadi interaksi dan kerjasama di antara mereka. Buat saya itu tidak sekedar seperti itu. Pluralisme tidak sekedar kita bersama, tapi kita saling menyapa, saling mendukung, dan saling membela.

Kala ada yang merasa dianiaya, kalau ada gereja yang dibakar dan kasus kemarin seperti di Bandung, saya langsung marah dan berteriak. Tapi pasti orang mengatakan, mengapa kamu harus marah? Kan itu bukan urusan kamu.

Kalau ada orang yang di diskriminasi dan di Eksploitasi itu persoalan kita juga. Kalau orang diperlakukan tidak adil kita harus marah dong. Sebab satu hari jika kita dihadapkan dengan ketidakadilan, kita akan dibantu dengan orang lain. Jadi jangan pernah menimpakan persoalan ketidakadilan ke siapa pun dan dimanapun, Kena berlaku tidak adil bertentangan dengan makasih manusia dan kita harus berteriak.

Jangan pernah kita berdiam diri kita berdiam diri dan takut dengan cap-cap kafir. Sebab kalau kita membiarkan akan dianggap menyetujui, maka pembiaran inilah yang terjadi. Maka saya sering mengatakan selama 10 tahun masa SBY dan dua tahun masa Jokowi inilah yang terjadi. Semakin luasnya kelompok fundamentalisme di Indonesia. Sementara kelompok intelektual saat ini juga memilih untuk diam.

Bagaimana dari analisa anda soal demo bila Islam kemarin? Apakah ada dampak positif, misalnya perbaikan masyarakat menjadi bertoleransi?

Menu saya tidak memperbaiki apapun, sebenarnya untuk apa sih dia mau itu? Tidak ada keuntungan buat siapa pun. Saat sekarang Aceh gempa, mengapa mereka tidak datang ke sana? Kalau mereka datang ke sana itu membuktikan Kepedulian mereka, dan terlihat hasilnya.

Tapi kemarin mereka mengatasnamakan pembela Islam. Islam apa yang mereka Bella? Apakah Islam makin kuat ketika Anda membela Islam? Lakukanlah pendidikan yang baik sehingga orang Islam ini terbebas dari pembunuhan, kemiskinan.

Lalu apa yang akan terjadi pascademo besar kemarin?

Kalau itu dibiarkan ini akan menjadi gerakan yang besar dan masif. Dan itu mudah sekali berubah menjadi Taliban. Kalau itu dibiarkan, polisi kita tidak lagi berwibawa. Kewenangan oknum polisi dan oknum tentara itu diambil alih oleh mereka. Mereka yang akan mengambil alih kekuasaan di jalan.

Pengalaman saya menghadiri acara PBB di Afganistan tahun 2011 bertemu dengan ulama-ulama di sana dan bicara soal pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia. Ulama sana mengatakan mereka awalnya diam saja dengan gerakan masyarakat di sana. Karena gerakan Taliban saat itu berbungkus gerakan atas nama Islam.

Jadi kelompok mayoritas dan intelektualnya diam saja. Ketika mereka diam, gerakan itu tidak pernah bisa berhenti, terus maju. Begitu kelompok itu menjadi Taliban, akhirnya kelompok perempuan yang mendukung mereka menyesal seribu menyesal.

Karena dengan berkuasanya Taliban di Afganistan, tidak ada ruang bagi perempuan. Semua perempuan ditarik dari ruang publik dan harus kembali ke rumah dan dilarang bekerja. Jadi salah satu jalan, mereka keluar, ke Amerika dan ke mana-mana.

Itu sebabnya Taliban kehilangan tokoh perempuan yang dulunya bekerja. Sebab menurut Taliban, perempuan tidak boleh bekerja, mereka harus kembali ke rumah. Kalau itu terjadi, sudah tidak ada kehidupan untuk si perempuan.

Negara Islam di Timur Tengah, seperti UE dan Dubai lebih moderat…

Kalau Uni Emirat Arab sih sudah lebih dari Eropa. Mereka sebagai negara Arab yang paling maju. Itu disebabkan karena mereka terbuka. Padahal dulunya tidak ada seperti itu. Tapi karena syech di sana pemikirannya terbuka, itu terjadi 20 tahun terakhir ini.

Aparat keamanan juga menunjukan sikap berlebih dalam menanggapi sebuah kasus berbungkus keagamaan. Sebut lah dalam sidang penistaan agama Ahok. Mengapa begitu?

Saya pikir nggak perlu seperti itu. Sidang Ahok selanjutnya harus dijaga normal saja. Tapi saya sudah lama sekali merasa kecewa dengan aparat pemerintah. Dulu dalam persidangan Rizieq, tahun 2008 kasus kekerasan di Monas.

Kondisi peradilan kita tidak berwibawa karena mereka bisa mengadakan tahlilan sebelum acara sidang. Mereka menguasai ruang sidang seperti pengajian. Para penegak hukum kita tidak melakukan apa apa? Padahal itu bertentangan dengan kode  etik di pengadilan.

Lebih lebih sekarang, jangan jangan terjadi seperti itu lagi. Itu mengerikan. Pada saat 2008 untungnyaa kita masih memiliki kekuatan tokoh seperti Adnan buyung Nasution. Saat itu kita roadshow ke hakim hakim untuk menguatkan mereka, kalian jangan takut ini bukan persoalan agama ini persoalan politik.

Kita harus membuat Rizieq masuk penjara karena membuat kesalahan. Apa yang dilakukan FPI terhadap orang-orang yang melakukan memperingati hari kelahiran Pancasila, kelakuan mereka benar-benar biadab.

Bagaimana untuk sekarang ini, apakah roadshow semacam itu akan dilakukan oleh kelompok aktivis yang konsentrasi ada keberagaman?

Saya belum tahu. Karena kelompok moderat belum terkonsolidasi. Mungkin kita akan lakukan itu setelah tahu siapa hakimnya. Saya sedang bicarakan ini dengan teman teman dan melihat sidang pertama ini.

Anda menyebut kelompok moderat bisa membantu sebagai penyeimbang dari gerakan kelompok radikal. Bagaimana eksistensi kelompok ini di Era pemerintahan Jokowi saat ini?

Sayangnya kelompok moderat tidak semilitan kelompok radikal ya. Karena kelompok radikal itu ada iming-iming surganya. Kelompok moderat sangat cair, mudah kumpul tapi mudah cair. Kehadiran kelompok moderat sangat penting sekali.

​Analisa Anda, apakah isu intoleransi dan SARA ini disusupi oleh organisasi terorisme seperti ISIS?

Saya tidak tahu ISIS seperti apa wujudnya di Indonesia. Tapi seharusnya kita tahu gerakan kemarin itu arahnya ke mana? Saya sempat mengatakan aksi itu tidak ada hubungannya dengan Ahok. Ini persoalan yang mengubah Pancasila menjadi ideologi Islam, itu saja.

Mengapa kalian tidak merasa cemas dengan situasi ini. Kalau saya sih cuma sekali. Dipersoalan ini, Ahok menjadi pintu saja. Sebab keinginan untuk mendirikan agama Islam sejak ada sejak dari dulu.

Kemarin saya bersama tokoh lainnya, termasuk Todung Mulya Lubis bertemu dengan presiden. Bang Todung bicara di depan Jokowi, tolong ya pak presiden ini perlu diselesaikan,. Kami benar-benar cemas. Lalu Jokowi mengatakan, iya ini menjadi kecemasan kita bersama.

​Di Indonesia kasus HAM ada tiga di Indonesia yang paling besar. Pertama kasus agraria, kedua hal kebebasan beragama, dan ketiga terkait perempuan dan anak. Kasus agraria paling besar negara kita, ini karena masyarakat kita sudah tidak percaya dengan pemimpin.

Ada wacana pemerintah akan mengetatkan ormas-ormas yang radikal atau tidak berlandaskan Pancasila. Menurut Anda bagaimana masukan untuk menjalankan aturan ini?

Itu sangat diperlukan, pengetatan ormas ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila. Tapi aturan ini jangan sampai diskriminatif. Termasuk pengetatan imam dan khatib yang berceramah di masjid. Mereka harus mempunyai sertifikat. Sehingga tidak semua orang bisa jadi Imam dan khatib.

Malaysia dan Turki sudah melakukan itu. Bahkan di Malaysia ekstra mah harus mendapatkan Stempel dari raja. Kalau di Indonesia tidak perlu presiden memberikan tanda tangan untuk teks ceramah. Cukup diatur isi ceramah itu saja. Yang baik yang dibicarakan adalah hal-hal yang membangun kemanusiaan, mendorong orang membuat keadilan dan kejujuran.

Saya tengah meneliti bagaimana kelompok radikal bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Apa yang mereka kembangkan? Apa yang masyarakat kita ini percaya dengan mereka? Karena 20 tahun lalu masyarakat kita tidak terlalu mudah untuk di hasut. Tapi sekarang mudah sekali. Masa kita jadi tidak kritis.

Tingkat toleransi masyarakat menjadi menurun. Lima tahun lalu orang orang melihat Ahmadiyah itu biasa saja, tapi sekarang makan nilai Ahmadiyah sebagai kafir. Jadi masyarakat kita semakin intoleran.

Biografi singkat Siti Musdah Mulia

Profesor Siti Musdah Mulia lahir 3 Maret 1958 di Bone, Sulawesi Selatan. Musdah merupakan perempuan pertama yang meraih doktor dalam bidang pemikiran politik Islam di IAIN Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Musdah dikukuhkan LIPI sebagai Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan di Dep. Agama tahun 1999.  

Tahun 2007 Musdah menerima penghargaan International Women of Courage mewakili Asia Pasifik dari Menlu Amerika Serikat, Condoleeza Rice dalam peringatan International Women Days di Gedung Putih Amerika Serikat. Tahun 2009, dia meraih penghargaan Woman of The Year 2009 di Italia.

Musdah lama mengenyam pendidikan Pesantren  As`adiyah di Sulawesi Selatan. Musdah meyelesaikan Sarjana Muda Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar (1980). Tahun 1982 dia lulus dari sarjaa penuh di Jurusan Bahasa dan Sastera Arab di Fakultas Adab, IAIN Alaudin, Makasar. Tahun 1992, Musdah menyelesaikan program S2 Bidang Sejarah Pemikiran Islam di IAIN Syahid, Jakarta. Di Pendidikan S3, Musdah mengambil Bidang Pemikiran Politik Islam di IAIN Syahid, Jakarta, dia melakukan penelitian dan penulisan disertasi di Kairo, Mesir.

Kiprahnya sebagai pluralis, membuat Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini menjadi sosok yang kontroversi. Dia banyak menyatakan pembelaannya terhadap kaum minoritas dan termajinalkan. Termasuk membela kaum LGBT. Pemikirannya yang lintas batas, menjadikan Musdah sebagai sosok ‘Kartini’ masa kini yang modern dan berpikiran luas serta terbuka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI