Onno W Purbo: UU ITE Baru Lebih Beri Hak Pemerintah Memberangus

Senin, 05 Desember 2016 | 07:00 WIB
Onno W Purbo: UU ITE Baru Lebih Beri Hak Pemerintah Memberangus
Pakar Teknologi Informasi Onno Widodo Purbo. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mulai berlaku, Senin (28/11/2016) pekan lalu. Isi perubahan UU itu dinilai makin mengancam kebebasan ekspresi dan demokrasi di Indonesia.

Ratusan orang sudah masuk penjara karena terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mereka dituduh menghina, mencemarkan nama baik, sampai penistaan agama karena mengunggah pendapat di media sosial.

Ada 7 hal yang diubah dalam UU tersebut. DPR menambahkan penjelasan di pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan atau pencemaran nama baik. Selain itu UU itu mengurangi jumlah ancaman pidana pencemaran nama baik dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta. Seain itu menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan menjadi 4 tahun penjara dan denda dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

Undang-Undang ini juga memasukkan putusan Mahkamah Konstitusi tetang bukti dokumen elektronik hasil penyadapan yang sah dengan syarat dilakukan atas permintaan kepolisian atau kejaksaan.

Lainnya, memperkuat peran PPNS UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK. Menambahkan ketentuan 'right to be forgotten' atau kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaan 'right to be forgotten' bisa dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Terakhir, pemerintah bisa langsung memblokir situs yang dinilai melanggar.

Pakar Teknologi Informasi Onno Widodo Purbo resah dengan perubahan UU ITE. Menurutnya perubahan UU ITE tidak lebih baik. Namun ada satu kebaikan, soal pengurangan masa hukuman maksimal. Sehingga tersangka UU ITE tidak langsung ditahan. Selebihny, UU itu bisa jadi makin mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi di dunia maya.

Ditemui suara.com di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat pekan lalu, Onno banyak menganalisa soal UU tersebut. Dia banyak cerita soal aturan baru right to be forgotten. Sebab aturan ini banyak dipandang analis media menganggu kebebasan pers. Sebab seseorang bisa meminta pengadillan agar konten tentang dirinya di sebuah situs dihapus.

Onno pun berbagi tips agar pengguna media sosial bisa terhindar dari jeratan UU ITE, terutama saat mereka menyatakan pendapat di sebuah media sosial.

Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Onno:

UU ITE yang baru sudah mulai berlaku Senin pekan kemarin. Bagaimana Anda melihat perubahan ini?

Dari sisi pencemaran nama baik dikurangi lama hukumannya, nggak langsung dipenjara. Soal hak untuk langsung menghapus konten, itu yang sangat karet. Karena kalau ada yang konten jelek segala macam, bisa langsung dihajar. Dulunya kan nggak kayak gitu. Makanya pas saya baca, “aahhh mati deh gue!”

Kalau ada konten porno kan bisa langsung diblock. Bukan kah ini positif?

Jujur saja, memang pornografi terblokir? Tidak tuh. Kita masih bisa ‘menikmati’ itu. Kalau mau jujur, nggak ada efeknya aturan pemblokiran itu. Sebagian besar situs porno tidak diblokir. Jika satu situs diblokir, mudah membuat situs porno baru. Jadi nggak ada efeknya peraturan itu.

Kalau efeknya mau terlihat, tak perlu pakai internet sekalian. Misalnya, putus jaringan internet sendiri di sekolah dan membuat server sendiri semacam e-learning.

Sebab, secara teknik, anak-anak lebih hebat lagi. Mereka bisa mencari cara untuk tetap bisa buka situs porno. Coba saja Anda cari kata ‘bokep’ di Google, pasti keluar semua situs-situsnya. Sehingga yang saya lihat, pemerintah melakukan pembohongan publik.

Pemerintah bilang, internetnya bebas situs porno, padahal tidak. Situs yang diblokir hanya 700 ribu, padahal situs porno jumlahnya 10 juta.

Salah satu pasal, menambahkan ketentuan 'right to be forgotten': kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaan 'right to be forgotten' dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. Bagaimana pendapat Anda?

Di level komunitas internet global itu masih wacana. Tapi di rencana komunitas internet global ada wacana kalau kita ingin dilupakan di dunia maya, kita punya hak untuk bilang ke webhosting bahkan Facebook untuk menghapus informasi tentang kita. Itu baru rencana, tapi di Indonesia sudah dimasukan dalam undang-undang.

Di Indonesia, aturan menggunakan internet pakai undang-undang sebagai untuk mengatur. Sementara di dunia internet tidak bisa pakai undang-undang untuk mengatur penggunaan.

Yang saya ingin katakana ada 3 jenis hukum, pertama yang dibuat manusia seperti hukum tertulis semisal dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Undang-Undang, dan lain-lain. Kedua, hukum Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Ketiga, hukum tak tertulis atau hukum adat. Hukum tak tertulis ini termasuk etika, consensus, dan kesepakatan.

Hukum tertulis cenderung lama untuk memutuskan, harus lewat pengadilan. Sehingga yang melanggar harus menunggu sekian lama. Sementara hukum tak tertulis, cepat untuk memutuskan. Di internet global, tengah berdiskusi membuat kesepakatan-kesepakatan di dunia maya.

Selama ini internet menggunakan hukum tak tertulis untuk mengendalikan pengguna. Misal Youtube, kalau ada video yang buruk, banyak penonton yang memberikan jempol ke bawah. Kalau banyak yang memberikan jempol ke bawah, maka langsung diturunkan oleh admin Youtube.

Misal juga kita jualan dan menipu di Bukalapak, langsung dia akan hancur dan tidak bisa jualan di Bukalapak. Jadi menggunakan hukum sosial, pembeli tinggal bilang “jangan beli lagi sama dia”. Langsung si orang yang menipu itu tidak akan dipercaya di dunia maya.

Negara mana yang bisa dicontoh penerapan hukum teknologi informasi sudah bagus?

Amerika Serikat. Amerika tidak mengatur penggunaan internet, membiarkan internet diatur oleh komunitas. Mereka menggunakan hukum etika.

Sementara Indonesia mau menjadi ‘Tuhan’ menentukan mana yang halal dan haram di internet.

Sejauh mana Indonesia bisa menerapkan hukum adat dalam mengatur penggunaan internet?

Hukum itu bisa dipakai kalau orangnya pintar.

Ketentuan 'right to be forgotten' dipandang bisa sebagai alat pihak tertentu untuk ‘menyamarkan’ citra buruknya di dunia maya. Ini juga bisa mengancam kebebasan pers. Misal ada mantan terpidana koruptor yang diputus tak bersalah dan meminta pengadilan memerintahkan media online menghapus semua beritanya. Bagaimana pandangan Anda?

Kalau yang saya katakan tadi bukan soal kebebasan pers. Saya beri contoh, saya bisa meminta kepada website tertentu untuk menghapus profil saya di halamannya jika saya meninggal.

Kalau pers yang menulis, kan Anda yang menulis, bukan saya. Dalam hal ini Anda yang berhak menghapus atau tidak. Jadi right to be forgotten konteksnya bukan yang ditulis pers. Konteksnya lebih informasi tentang saya yang saya buat sendiri.

Apakah isi perubahan ini lebih baik?

Saya lebih pusing UU ini lebih memberikan hak pemerintah untuk memberangus. Soalnya, waktu memblokir situs porno, sebetulnya kita semua disadap oleh pemerintah.

Bagaimana teknik sadapnya?

Kalau kita tahu teknik blokir mulai dari pemerintah mempunyai daftar situs baik dan tidak baik. Daftarnya diberikan ke router internet. Begitu kita mengakses internet, router membaca kegiatan kita di dunia maya. Itu artinya itu menyadap apa yang kita kerjakan. Itu untuk semua pengguna internet.

Sementara aturan menyadap hanya bisa dilakukan jika pengadilan mengizinkan dan untuk orang tertentu saja. Di Indonesia, semua pengguna internet disadap. Saya sih tidak suka.

Dampak negatif disadap?

Kalau operatornya jujur, saya okay saja. Kalau operator tidak jujur? Tidak ada yang jamin.

Artinya UU ITE ini lebih buruk?

Lebih parah lagi. Karena langsung bisa menurunkan konten segala macam. Dulunya, UU ITE tidak bisa langsung memblokir situs. Jadi jika Anda tersangkut pasal ITE karena situs porno, Anda yang dipenjarakan. Sementara situsnya tidak diblokir.

Yang sekarang, pemerintah punya hak untuk blokir langsung.

Anda menyatakan pendidikan masyarakat penting jika mengakses dunia maya. Apa yang perlu dilakukan agar mereka cerdas berinternet?

Kalau bisa anak-anak menjadi produsen, bukan konsumen. Saya mengajarkan ke anak SD membuat aplikasi android.

Pendidikan sangat penting, karena dia membuat pondasi supaya maju. Sayangnya saat ini pelajaran komputer tidak ada di kurikulum, sudah dihapus. Akibatnya banyak guru komputer yang diPHK, lalu guru komputer yang tersisa, mereka berubah menjadi guru prakarya. Yang lebih parah lagi, banyak lab komputer jadi besi tua karena tidak terpakai.

Parah lagi, UN ingin berbasis komputer. Ini pusing sekali, karena operator atau guru komputernya sudah tidak ada. Jadi matapelajaran komputer ini harus kembali ada di kurikulum. Nggak perlu berharap dana APBN dan APBD untuk komputer ini. Orangtua murid rata-rata ikhlas memberikan dana untuk pengadaan komputer di sekolah, karena ini untuk masa depan anak-anak juga.

Saat ini teman-teman Papua di Wamena sudah mengopersikan Open BTS (Base Transceiver Station) selama 3 tahun tanpa izin. Kita sudah jadi contoh buat dunia.

Tidak banyak di dunia yang mengoperasikan Open BTS di desanya. Yang berhasil mengoperasikan paling lama di Indonesia selama 3 tahun.

Anda yang membangun BTS ini?

Yang install teman Universitas Berkeley dari Amerika, mereka yang punya uangnya. Tapi saya kerjanya mengajarkan teman-teman di kampus untuk bikin BTS.

Internet di sana dinikmati 400 orang dengan penghasilan perbulan Rp10 juta dari pulsa telepon. Jadi seperti buat BTS komersial sendiri, tidak pakai provider lain.

Saya beri tahu ke Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika), diperbolehkan tapi tidak untuk dikomersilkan. Hanya untuk penelitian selama 1 tahun. Semua level laboratorium semua.

Setelah itu ada ide dari Facebook ingin membantu negara-negara berkembang yang mempunya daerah yang tidak ada BTS-nya untuk membuat Open Seluler atau Open BTS.

Bagaimana situasi penyebaran internet di Indonesia?

Kalau kita lihat di data BPS, penghasilan warga di desa Rp800 ribu sebulan. Untuk biaya internet, warga paling tidak menyisihkan Rp10.000 sebulan. Dengan kondisi seperti itu tidak akan ada yang mau operator masuk desa, karena duitnya sedikit.

Saya banyak di gerakan menyambung internet di desa. Yang terakhir kita buat, kami menyambungkan internet di desa-desa di Pemalang, Jawa Tengah. Target tahun ini ada 211 desa yang tersambung internet. Sumber dananya swadaya masyarakat, ternyata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga sudah setuju dan mendukung.

Kemungkinan ini akan disebarkan ke Jawa Tengah. Gubernur Riau juga meminta. Kecepatan internetnya 150-300 Mbps, di atas 3G dan 4G. Harga sambungan satu link hanya Rp12 juta. Rekor, kami berhasil sambung dengan jarak 200 km di Papua. Ini telekomunikasi rakyat.

Pengguna internet di Indonesia 54 juta orang atau 20 persen. Indonesia salah satu dari 20 negara yang banyak mempunyai masyarakat tidak mengakses internet, ini menjadi peluang. Sebanyak 80 persen pengguna internet menggunakan smartphone.

Yang menjadi masalah pengguna internet di Indonesia adalah anak sekolah, sementara pelajaran teknologi informasi dicoret dari kurikulum sekolah. Jadi kita masalahnya besar banget, jadi nggak siap. Pendidikan TIK tidak diterapkan, sehingga mengancam penggunaan internet untuk hal negatif.

Sebanyak 46,7 persen masyarakat Indonesia adanya di desa. Jadi kalau ingin meningkatkan jumlah pengguna internet mudah sekali, sambungi saja internet di kampung.

Sejarah masuknya internet di Indonesia awalnya dari warnet. Warnet yang memberikan pengajaran internet ke masyarakat, sehingga menjadi pintar. Sehingga operator seluler diuntungkan dengan situasi masyarakat yang sudah pintar internet.

Mereka pun mulai menyingkirkan warnet dengan membangun BTS dan masyarakat beralih ke selular. Sehingga warnet terus disingkarkan. Saat ini sisa warnet di Indonesia tinggal 17 ribu. Tapi di Kalimantan, Sulawesi dan Papua, satu provinsi hanya ada 80 warnet.

Sementara dari 82 ribu desa, 18 ribu desa sinyalnya lemah dan 7 ribu desa tak mempunyai sinyal. Sebanyai 16 ribu desa ada di gunung, 36 ribu ada di lembah. Jadi kita mempunyai masalah sinyal wirless dan radio.

Saya mengajar di Universitas Surya sampai 3 pekan yang lalu. Kebanyakan mahasiswanya dari Papua, saya mengajar jaringan komputer. Salah satu tugasnya merancang jaringan wirless di desa mereka. Kita memakai software radio mobile wireless gratis dan bisa mengambil data dari NASA tentang ketinggian dan sebagainya.

Saya dan teman-teman mutar ke beberapa kota ke Majelis Guru mata pelajaran di SMA. Kerjaannya setengah mati, kadang saya memakai kereta ekonomi untuk ke daerah. Bahkan setelah sampai tujuan, saya harus tidur di ubin karena guru-guru tidak mempunyai duit untuk fasilitas menginap di hotel. Saya tidur di rumah penduduk.

Saya memberikan workshop agar mereka bisa mengajarkan siswanya untuk membuat internet yang jauh pakai wirless dan segalanya supaya bisa bantu desa-desanya untuk dipasang internet. Desa-desa ini sudah pada bikin. Semua swadaya masyarakat. Teknik ini sebenarnya melanggar hukum karena dalam undang-undang yang boleh bikin infrastruktur telekomunikasi hanya operator.  

Kenapa pemerintah tetap ngotot dengan operator, karena dalam undang-undangnya mewajibkan yang boleh bikin infrastruktur hanya operator saja. Itu tidak boleh dilanggar.

Apa tips Anda agar masyarakat tidak terjerat di UU ITE terbaru ini?

Yang penting kita tidak usah macam-macam mencemarkan nama baik dan fitnah. Kedua saran saya cob baca internetsehat.org untuk tahu bagaimana cara berinternet sehat. Lalu kalau mau menyerang lewat media sosial, jangan pakai tanda seru, tapi pakai tanda tanya. Agar tidak diserang balik. Jadi pesan tersampaikan, tapi kita aman.

Biografi Onno W Purbo

Onno Widodo Purbo lahir di Bandung 17 Agustus 1962. Dia pakar di bidang teknologi informasi. Onno lulusan jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung. Setelah itu Onno melanjutkan studi ke Kanada dengan beasiswa dari PAU-ME. Dia kuliah di McMaster University, Kanada dengan gear M.Eng. Kemudian Onno juga mengambil studi doktor di tahun 1993 S3 di Universitas Waterloo, Kanada.

RT/RW-Net adalah salah satu dari sekian banyak gagasan yang Onno lontarkan yang mengukir Sejarah Internet Indonesia. Sampai kini, Onno masih aktif keluar masuk desa untuk membangun jaringan internet di sana, tentu internet berbasis swadaya masyarakat.

Selama kiprah Onno di dunia telekomunikasi, dia sudah mendapatkan puluhan penghargaan bergengsi. Di antaranya Medali Emas Ganesha Innovation & Championship Award, dari Ikatan Alumni Institute Teknologi Bandung (ITB), Anugrah Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ASEAN Outstanding Engineering Achievement Award dari ASEAN Federation of Engineering Organization (AFEO) dan Menerima Gelar Pahlawan Generasi Masa Kini dari Modernisator.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI