Suara.com - Apakah Anda mengetahui sosok Pythagoras, Andrew Wiles, Isaac Newton,Wilhelm Leibniz, Leonardo Pisano Blgollo, atau juga Euclid? Mereka adalah ilmuwan matematika kelas dunia dan menemukan rumus-rumus.
Penemuan mereka masih dipakai sampai sekarang, teruama Pythagoras dan Isaac Newton. Di Indonesia, ada sosok yang sama seperti mereka, ilmuwan dan penemu rumus.
Tidak banyak ilmuwan Indonesia yang fokus di bidang matematika, jumlahnya sekitar 20-an orang. Salah satu ilmuwan matematika yang paling produktif dan terbaik adalah Hendra Gunawan.
Sampai Oktober 2016, Hendra sudah menemukan puluhan rumus, menerbitkan hampir 100 tulisan di jurnal ilmiah kaliber internasional, dan mendapatkan 20 lebih penghargaan.
Terakhir profesor Hendra mendapatkan Anugerah Komunikasi Indonesia dari Kementerian komunikasi dan Informatika dan Habibie Award sebagai ilmuwan paling produktif.
Mengapa bidang ilmu dan riset yang dilakukan Gunawan penting? Sebab jika tidak ada penemuan rumus-rumus matematika dasar, tidak akan ada benda-benda berteknologi tinggi seperti ponsel pintar, kamera digital dan komputer. Sebab produk digital yang dihasilkan benda-benda itu berasal dari pengolahan dana matematika dasar.
Salah satu penemuan terpenting Gunawan adalah rumus “sudut antara dua subruang”. Rumus ini sudah dirujuk oleh ilmuwan-ilmuwan kelas dunia di bidang biokimia, fisika, grafika komputer, optimisasi, dan vehicular technology.
Suara.com menemui Gunawan di sebuah hotel megah di Lembang, Bandung, Jawa Barat pekan lalu. Banyak cerita seru dari Gunawan, mulai dari penemuan-penemuannya, proses penemuan rumus matematika baru sampai kisah unik pendidikannya.
Berikut wawancara lengkapnya:
Tidak banyak matematikawan yang produktif seperti Anda. Bisa diceritakan, bagaimana awalnya Anda memutuskan mendedikasikan hidup ke bidang matematika?
Banyak yang benci matematika, tapi saya dari SMP sampai lulus dan kuliah langsung memilih bidang studi matematika. Karena merasa, di sana kekuatan saya.
Pada waktu itu, matematika sebagai program studi yang ‘kering’. Saya diterima langsung tanpa tes di ITB. Setelah lulus kuliah S1, saya langsung menjadi dosen matematika.
Lalu tak lama, saya ditugaskan belajar ke Australia dengan mengambil jurusan matematika murni. Saat itu juga tidak banyak yang tetap setia di bidang matematika murni.
Karena banyak yang pindah jalur ke teknik, komputer dan ekonomi. Tapi saya masih di matematika. Setelah pulang ke Indonesia, ternyata matematika murni banyak diperlukan.
Saya tidak tergiur dengan bidang lain yang dari sisi financial lebih menjanjikan. Bahkan propspektif karier juga. Saya hanya ingin tekuni yang saya suka. Buktinya saya bisa hidup nyaman juga saat ini.
Perjalanan pendidikan Anda di Australia sangat unik. Tidak perlu mendapat master, tapi langsung Ph.D. Apa itu benar? Bagaimana ceritanya?
Saya dapat beasiswa dari Bank Dunia. Saat itu proyek beasiswa itu sudah ada di periode terakhir, tinggal sisa pendidikannya 4 tahun. Saya berangkat tahun 1988. Saya daftar sebagai mahasiswa master yang bisa ditransfer ke program doktor atau master leading to Ph.D program.
Idealnya, kuliah master selama 2 tahun dan kuliah doktor 3 tahun. Tapii waktu yang saya punya hanya 4 tahun. Saya pun memanfaatkan peluang dengan bicara langsung ke pembimbing. Pembimbing bilang, saya harus menunjukan dulu kemampuan.
Apa yang Anda tunjukkan?
Saat itu sudah diberkan proyek penelitian Fourier Analysis. Penelitian ini sebenarnya buntu, karena yang saya tidak menemukan solusi untuk menemukan persoalan.
Saya menunjukan hasil itu ke pembimbing, hasilnya saya dipertimbangkan untuk lanjut ke program doktor. Saya kaget, karena penelitian ini tidak berhasil.
Kata profesor itu, saya dikatakan mengerti persoalan yang diteliti. Jadi dia menilai proses, bukan hasil. Tapi saat itu pertaruhan, kalau program doktornya nggak berhasil, saya tidak akan dapat gelar apa pun.
Dalam naskah penghargaan Habibie Award kemarin, Anda disebut sebagai inovator dalam area analisis fourier modern. Bisa Anda jelaskan apa itu fourier modern?
Analisis ini awalnya diperkenalkan seorang matematikawan Prancis, Joseph Fourier (1768-1830). Dia memperkenalkan deret fourier.
Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik untuk menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu. Analisis Fourier merupakan alat yang ampuh untuk memecahkan berbagai masalah, khususnya masalah yang berbentuk persamaan diferensial parsial yang muncul dalam sains dan ilmu rekayasa, dan tentunya untuk menganalisis signal seperti signal suara dan citra.
Deret fourier dipakai untuk memahami persamaan panas. Deret Fourier saat ini memiliki banyak penerapan di bidang teknik elektro, analisis vibrasi, akustika, optika, pengolahan citra, atau juga mekanika kuantum. Teknologi foto dan suara itu diolah dengan kode-kode matematika dalam matriks digital.
Apakah hasil penelitian Anda dipakai di dunia industri?
Saya di bidang matematika murni, tidak berani mengatakan teori itu langsung digunakan oleh industri. Ilmu saya ada di paling dasar untuk sampai berbentuk produk. Jadi temuan ini harus melalui banyak proses bidang ilmu lain.
Misal dibuat algoritma, lalu dijadikan program. Jadi melibatkan banyak bidang ilmu. Tapi kami berkontribusi besar untuk proses menjadi sebuah produk.