Padahal Indonesia mempunyai 30 ribu lebih tanaman berkhasiat obat. Ini aneh, sementara Jerman mempuyai ratusan obat dari bahan herbal. Jerman mendapatkan bahan bakunya dari Indonesia.
Di luar negeri, obat dari bahan herbal banyak digunakan oleh asuransi kesehatan, semacam JKN di Indonesia. Sementara JKN Indonesia belum memasukan obat dari bahan herbal, banyak obat kimia saja. Makanya Indonesia impor bahan baku obat kimia besar-besaran.
JKN saya tidak mau memasukan obat berbahan herbal sebagai obat resmi mereka. Padahal bahan bakunya ada semua di Indonesia.
Kenapa JKN belum memasukan obat-obatan dari bahan herbal untuk pengobatan? Apakah pemerintah belum percaya dengan khasiat obat berbahan herbal?
Ini masalahnya. Pemerintah harus menggalakan penelitian besar dalam obat herbal. Penelitian ini mulai dari perencanaan, pra uji klinis, uji klinis sampai masuk ke pasar. Kedua, Badan POM juga harus mempunyai kemauan untuk menyetujui produk obat herbal, jangan dipersulit dalam registrasi.
Ketiga, industrinya juga harus diberikan insentif, salah satunya insentif pajak dalam hal penelitian. Malaysia memberikan double tax insentif, jadi biaya produksi dari sisi riset dibebaskan pajak. Korea, Taiwan dan Eropa sudah memberikan pengurangan pajak untuk riset.
Perlu diketahui, industri farmasi dari luar negeri berebut masuk pasar Indonesia karena jumlah penduduknya padat, 250 juta orang. Kalau pemerintah tidak meberikan insentif pajak ke industri lokal, mereka akan kalah bersaing.
Bahkan di fakultas kedokteran, pelajaran tentang obat herbal ini kurang diberikan. Sehingga para dokter tidak tahu tentang potensi obat ini.
Apakah obat berbahan herbal ini sebuah hal baru?
Tidak. Awal mula sejarah kedokteran dari Hippokrates (bapak kedokteran dunia), saat itu belum ada obat kimia. Obat yang diberikan ke pasien saat itu adalah obat herbal. Jadi kedokteran modern itu bukan dari bahan kimia sintetik. Dokteran modern berasal dari bahan tumbuhan.