Suara.com - Pertengahan September 2016 lalu, Indonesia dibuat ‘menganga’ dengan munculnya seorang tenaga kerja Indonesia asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur di depan sidang Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-71, New York. Dia bicara di depan sidang itu.
Nama TKI itu, Eni Lestari Andayani Adi. Eni bicara tentang Migran dan Pengungsi atau High Level Summit on Migrant’s and Refugees. Jadi, Eni tidak hanya bicara tentang nasib TKI yang bekerja di sektor informal di luar negeri. Eni juga bicara soal kasus diskriminasi tenaga kerja migrant dunia dan nasib pengungsi dunia.
Sejak 1999, Eni bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Hong Kong. Uniknya, selain menjadi aktivis migrant internasional, Eni masih menjadi PRT. Di dunia aktivis, Eni saat ini menjadi Ketua International Migrants Alliance (IMA).
IMA adalah aliansi global pertama migran dan pengungsi yang mengorganisir organisasi massa migran dan pengungsi, serta lembaga-lembaga yang mendukung penuh pemberdayaan buruh migran dan pengungsi di tingkat internasional. IMA didirikan pada tahun 2008 atas kesepakatan beberapa kita dan gerakan massa yang mengorganisir atau melayani migran, pengungsi dan keluarganya.
Ternyata, di kancah Internasional, bicara di depan orang berdasi di PBB bukan pertama kali.
Dia pernah mendapatkan kesempatan bicara di PBB dalam forum negosiasi MDGs. Berbicara di High Level Meeting on the implementation of the post-2015 development agenda pada September 2015. Berbicara sebagai perwakilan CSO di Asia Pacific Regional Forum on Sustainable Development (APFSD).
Mendapatkan dukungan CSO terbesar untuk berbicara di pembukaan Development Summit 2015 tapi President of the General Assembly memilih Amnesty International. Selain itu Berbicara di Sesi Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Pengungsi dan Migran.
Suara.com mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan Eni di Indonesia. Dia datang dari Hong Kong untuk bertemu dengan organisasi buruh migrant di Indonesia. Dia juga sempat bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk menyuarakan kebutuhan buruh migrant Indonesia.
Berikut wawancara suara.com dengan Eni Lestari di berbagai tempat di Jakarta:
Bagaimana awalnya Anda bisa bicara di PBB kemarin?
Saya bicara di pembukan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Migran dan Pengungsi atau High Level Summit on Migrant’s and Refugees ke-71 di New York, Amerika Serikat, 19 September 2016 lalu.
PBB membuka pemdaftaran pembuka untuk siapapun, KTT itu bisa dibuka siapa saja, saya termasuk daftar. Awalnya coba-coba, karena saya tidak punya harapan besar bisa bicara di PBB. Apalagi PBB tempat orangnya berdasi, bukan seperti saya, TKI yang jadi PRT. Jadi nggak berharap akan diterima saat masukan aplikasi itu.
Sebanyak 500 orang dipilih oleh sebuah komisi seleksi. Mereka memilih 30 orang, setelah itu nama-nama tersebut dibawa ke ketua sidang. Ketua sidang mempunyai dewan seleksi lagi yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai bidang. Mereka merekomendasikan saya untuk berpidato di pembukaan.
Secara garis besar, apa yang Anda sampaikan di PBB kemarin?
Saya menuntut Hak untuk mengakui kehadiran migrant dan pengungsi sebagai aktor yang bisa bicara sendiri. Makanya saat itu saya bilang, “tolong dengar kami, jangan bicara migrant tanpa migrant.”. karena selama ini di negara mana pun, banyak yang bicara migrant tanpa menghadirkan migrant.
Apakah mereka memberi tahu alasan memilih Anda?
Mengapa saya dipilih, mungkin karena lembaga yang saya wakilkan itu lembaga internasional yang berbasis di Hong Kong. Saya Ketua International Migrants Alliance (IMA).
Lembaga ini ada di 32 negara dan mempunyai 180 anggota orgaisasi. Saya juga sudah beberapa kali ngomong di PBB. Itu yang membuat mereka percaya, saya bisa bicara di depan sidang itu. Menurut salah satu staf, mereka sudah riset kiprah aku.
Saya bicara di PBB bukan keberuntungan, tapi proses yang sudah panjang.
Berangkat dari pengalaman saya pribadi, saya punya pengalaman dan 20 orang teman TKI Indonesia. Saya keliling dari kamar ke kamar lain, ngomong untuk membentuk perkumpulan. Yang penting mereka akan tahu mereka punya pilihan lain kalau lagi kena hukum. Sejak itu, pendidikan hukum ketenagakerjaan cara pemberdayaan.
Oktober 2000, saya dengan 5 buruh migrant lain membentuk ATKI. Berdirinya ATKI ini pintu masuk untuk pemberdayaan. Pendidikan hukum ketenagakerjaan dan menciptakan mekanisme pertolongan pertama bagi buruh migran sebagai pintu pemberdayaan.
Setelah itu mulai melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti kampanye, sosial kebudayaan, advokasi, solidaritas, dan sebagainya. Kita juga bergabung menjadi anggota Asian Migrants Coordinating Body (AMCB) atau aliansi organisasi migran lintas kebangsaan di Hong Kong.
Sejak itu gerakan kami terus meluas. ATKI membentuk cabang Makau, Taiwan, dan ATKI Indonesia. Tiap tahun saya berjuang, saya percaya akan kekuatan persatuan TKI. Ini sebagai satu kunci perubahan.
Sementara PBB selama ini kan tidak pernah menyentuh akar rumput, jadi orang-orang yang bicara di PBB harus high level. Saya kaget, kenapa saya terpilih. Sebab saya datang dari kelas yang paling bawah. Saya shock aja.
Saat itu juga hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi…
Saat itu saya pesimis bisa bicara langsung dengan Menlu. Tapi ternyata Bu Retno menunggu saya di bawah. Setelah itu saya ditemui dengan Pak JK. Mereka mengapresiasi saya.
Anda sudah pernah bicara di PBB sebelum ini. Apa saja?
Sudah. Saya pernah mendapatkan kesempatan bicara di PBB dalam forum negosiasi MDGs. Berbicara di High Level Meeting on the implementation of the post-2015 development agenda pada September 2015. Berbicara sebagai perwakilan CSO di Asia Pacific Regional Forum on Sustainable Development (APFSD).
Mendapatkan dukungan CSO terbesar untuk berbicara di pembukaan Development Summit 2015 tapi President of the General Assembly memilih Amnesty International. Selain itu Berbicara di Sesi Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Pengungsi dan Migran.
Bagaimaa awalnya IMA terbentuk?
IMA adalah aliansi global pertama migran dan pengungsi yang mengorganisir organisasi massa migran dan pengungsi, serta lembaga-lembaga yang mendukung penuh pemberdayaan buruh migran dan pengungsi di tingkat internasional. IMA didirikan pada tahun 2008 atas kesepakatan beberapa kita dan gerakan massa yang mengorganisir atau melayani migran, pengungsi dan keluarganya.
IMA mengkampanyekan hak pekerja pumah tangga termasuk kasus-kasus besar dan tuntutan ratifikasi konvensi ILO 189, serangan dan kekerasan terhadap imigrasi dan rakyat berkulit warna di AS. Melawan pencurian gaji dan perdagangan manusia, kontrol perbatasan di Kanada dan negara-negara maju lain, penangkapan dan deportasi migran tidak berdokumen, pelayanan dan perlindungan oleh negara pengirim, krisis pengungsi di Europe, dan banyak lagi kebijakan pemerintah dan privat yang mengeksploitasi migran, imigran dan pengungsi.
Selama ini kami pakai dana mandiri.
Apa yang membedakan IMA dengan organisasi buruh migrant lain?
Kami melihat suara migrant yang asli tidak terdengar. Suara keprihatinan migrant hanya disuarakan ahli atau ekspert, mereka adalah NGO dan akadmisi. Mereka mewakili suara TKI. Saya memaklumi itu, karena keberadaan migrant sulit dilacak. Mereka ada di luar negeri dan belum tentu berorganisasi. Mereka pindah dari tempat satu ke tempat yang lain dalam waktu sekian tahun.
Artinya, posisi buruh migrant itu Invisible atau tidak kentara. Makanya suara migrant direpresentasikan dari teman-teman NGO. Masalahnya ada isu yang mereka tidak bongkar, sebab LSM akan banyak bicara soal isu perburuhan.
Tapi kita punya masalah dengan keimigrasian, perdagangan manusia, sampai perkosaan. Buruh migrant mempunyai masalah dengan isu pengucilan sosial di luar negeri, itu yang tidak terkuak. Termasuk kriminalitas.
Dari sini, kita bertanya, siapa yang bisa bicara itu semua selain kita sendiri? Kalau LSM kan terikat dengan lembaga donor. Mereka akan dibatasi tidak boleh ngomong yang aneh-aneh. Karena itu lah kami 80 persen organisasi massa.
Anda pernah ikut pergerakan buruh migrant?
Sebelumnya tidak. Saya bekerja di Hong Kong sejak 1999. Tahun 2000 bangun Asosiasi Buruh Migrant Indonesia (ATKI). Sejak itu saya fokus dengan TKI Indonesia. Di Hong Kong fokus dengan buruh migrant Filipina, Srilangka, Nepal.
Memang kita sangat aktif dengan pemerintah hong kong. Lalu saya mulai aktif dengan pemerintah Indonesia tahun 2007. Karena ngomong dengan pemerintah Indonesia nggak mudah. Akhirnya 2008 terbangun IMA dan saya direkomendasikan sebagai ketua.
Selama 15 tahun di gerakan buruh migrant, saya sudah pernah memegang jabatan di organisasi buruh migrant. Ketua International Migrants Alliance (IMA), mantan Ketua ATKI-Hong Kong, koordinator Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), pengurus Jaringan BMI Cabut UUPPTKILN Nomor 39 tahun 2004 (JBMI), juru bicara Asian Migrants Coordinating Body (AMCB), aliansi organisasi migran dari Nepal, Sri Lankan, Thailand, Filipina dan Indonesia, Focal Person Migration Organizing Committee, Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD), mantan board member, Global Alliance Against Trafficking of Women (GAATW), Juru Bicara Campaign for People's Goals for Sustainable Development (CPGSD), Dewan Penasehat Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), dan Board Member Institute for National Democratic and Studies (INDIES-Indonesia) 2016-2020.
Selama IMA terbentuk, apa keberhasilannya yang sudah dicapai?
Ada 2 kasus yang mendunia, kampanye Keadilan Erwiana. Tanpa tekanan politik tidak mungkin Erwiana bisa diselamatkan. Selain itu selamatkan Mari Jane Veloso dari hukuman mati di Indonesia yang ada di tangan Joko Widodo.
Keberhasilan ini bukti tentang kekuatan dan pentingnya mengorganisir gerakan migran, memblejeti kondisi migran PRT dan korban trafficking, mendapat perhatian media hingga internasional, menggerakkan pendukung dari berbagai kelompok dan individu yang simpatik.
Anda pernah mendapatkan kekerasan?
Tahun 1999, saya pertama kali kerja di Hong Kong. Saat itu terpaksa, karena di Indonesia lagi krisis. Saya korban overcharging dan underpaid. Dipenampungan diambil haknya dan dibutakan hukumnya. Bahkan saya tidak tahu mau kerja di mana. Yang saya ketahui hanya kerja di orang Cina, dan nomor telepon PJTKI yang bisa dihubungi.
Kerja selama 7 bulan, 3 bulan tidak digaji. Dan 4 bulan tidak dikasih libur. Alasannya dipotong untuk PT. lalu diunder pay. Makan susah, ngomong sama orang nggak boleh. Banyak sekali aturan di rumah, mereka anggap saya ini budak aja.
Saya diperlakukan seperti orang asing yang nggak punya nilai selain membersihkan rumah. Jadi situlah, saya nekat libur di bulan ke lima. Mereka potong gaji nggak apa-apa, yang penting saya bisa keluar. Saya bisa gila di situ.
Saya bertemu dengan teman-teman yang punya libur lebih banyak dari saya dan mencarikan lembaga. Lalu bertemu Mission for Migrant Workers (MFNW). Saya dikash tahu kalau ditipu, karena pekerja di Hong Kong kalau sudah tandatangan kontrak mempunyai hak yang sama. Jadi saya kabur, dan 5 buln punya kasus di pengadilan Hong Kong. Setelah itu saya aktif di organisasi, mulai tahun 2004.
Anda masih jadi buruh migrant?
Saya masih bekerja sebagai buruh migrant, cuma nggak enaknya di setahu pertama itu saja. Setelah itu lebih fleksible.
Anda masih menjadi pekerja rumah tangga?
Masih
Jadi PRT dan juga aktivis internasional. Bagaimana cara Anda menjalani dua status itu?
Di Hong Kong banyak aktivis seperti saya. Bedanya mereka kebanyakan di organisasi serikat yang berhubungan dengan masyarakat lokal. Jadi tidak ada yang sudah berstatus seperti saya. Tempat kerja saja di komputer.
Selama saya membawa komputer, mau duduk di taman pun masih bisa kerja. Jadi nggak ada bedanya, bahkan pakai HP. Kalau nggak internet, saya baru bingung. Karena terus cek email.
Majikan saya tidak selalu ada di Hong Kong, jadi saya fleksible. Saya sudah menjalani ini selama 4 tahun.
Gaji Anda di atas rata-rata?
Iya. Majikan saya membeli lebih.
Mungkin karena Anda seorang aktivis?
Bukan, karena tidak semua majikan di sana buruk. Saya memang sempat trauma, karena sempat menganggap semua majikan di sana buruk. Rupanya nggak tuh. Banyak majikan yang baik, cuma orang baik itu jarang ngomong.
Bagaimana keadaan TKI terbaru?
Indonesia menempati peringkat 12 pengekspor terbanyak buruh migrant, jumlahnya sampai 4,1 juta orang. Data TKI resmi BNP2TKI mencatat sejak 2011 sampai 2016, pengiriman TKI sampai 1,8 juta orang. Sampai saat ini BNP2TKI mecatat TKI ada 4,5 juta orang.
Catatan itu belum termasuk TKI illegal, jumlah keseluruhan TKI plus yang illegal diperkirakan sampai 8 juta orang. Kebanyakan TKI Indonesia bekerja di Malaysia, Taiwan, Hong Kong, dan Arab Saudi. Mayoritas 70 persen adalah perempuan, 90 persennya bekerja menjadi pekerja rumah tangga.
Sementara itu saat ini pengiriman TKI tergantung dengan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) selaku agensi sejak keberangkatan dan penempatan. Mereka jarang memikirkan pelayanan dan perlindungan. TKI harus membayar mahal untuk berangkat, terlebih upah mereka dipotong selama 9 bulan sampai 10 bulan.
Apakah masalah akar rumput dan masalah mendasar TKI?
TKI disekap dan mengalami berbagai perlakuan yang tidak manusiawi selama di penampungan. Buruh migrant sangat dieksploitasi. Selain itu pemalsuan identitas TKI. Tingginya biaya penempatan dan penahanan paspor. Selain itu intimidasi dan pemotongan gaji yang besar.
Selain itu masalah pengurusan dokumen dan larangan pindah agen. Seorang TKI akan terbelengguh oleh satu agen sampai habis kontrak. Kalau mau pindah agen, maka harus bayar biaya tambahan 1.000 sampai 3.000 dolar Hong Kong. Ini memberatkan TKI yang memang mendapatkan masalah.
Selain itu pemerintah mewajibkan seluruh TKI untuk memiliki Kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) dan suransi. KTKLN gratis, tapi TKI harus membayar sejumlah hal untuk medical check up dan suransi. Banyak juga biaya tambahan lain sampai dikerjai oleh calo. Layanan TKI di negara tempat bekerja pun minim. Hanya ada 1 orang konsulat yang membantu TKI yang mengeluh. Konsulat itu sulit temui. Tapi saya juga tidak bisa protes, karena jumlahnya hanya 1 orang dan harus mengurusi banyak TKI. Ini harus ditambah.
TKI juga mengalami banyak pelanggaran kontrak kerja, seperti penahanan dokumen. Di Hong Kong ada 56 persen TKI yang tidak memegang kontrak kerja dan pasapor karena dokumen itu ditahan agen dan majikan. Selain itu upah di bawah standar dan pemotongan gai mereka sampai 7 bulan. Banyak TKI yang kerja illegal di tempat lain seperti restoran dan restoran. Pelanggaran hak kerja juga banyak sampai 72 persen. TKI mengalami pelecehan sampai ancaman.
Biografi singkat Eni Lestari:
TKI asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur yang bekerja di Hong Kong sejak tahun 1999. Saat ini Eni menjadi Ketua International Migrants Alliance (IMA). Sama seperti TKI lainnya, dia mendapatkan ketidakadilan saat pertama kali ke Hong Kong untuk bekerja.
Perempuan yang masih melajang ini juga pernah mendapatkan kesempatan bicara di PBB dalam forum negosiasi MDGs. Berbicara di High Level Meeting on the implementation of the post-2015 development agenda pada September 2015. Berbicara sebagai perwakilan CSO di Asia Pacific Regional Forum on Sustainable Development (APFSD).
Mendapatkan dukungan CSO terbesar untuk berbicara di pembukaan Development Summit 2015 tapi President of the General Assembly memilih Amnesty International. Selain itu Berbicara di Sesi Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Eni Lestari Andayani Adi PBB tentang Pengungsi dan Migran. Di tengah kesibukannya menjadi aktivis migrant internasional, Eni masih menjadi PRT di Hong Kong.