Siti Khadijah: Lewat Radio, Bebaskan Perempuan dari Diskriminasi

Senin, 19 September 2016 | 07:00 WIB
Siti Khadijah: Lewat Radio, Bebaskan Perempuan dari Diskriminasi
Pejuang Gender Siti Khadijah. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Seberapa marak diskriminasi perempuan di sana?

Marak, tapi tidak muncul ke permukaan. Karena pelecehan terhadap perempuan dianggap sebagai aib. Perempuan korban pelecehan pantang cerita ke publik karena dianggap aib keluarga.

Saya mengalami. Di keluarga saya, ada 4 lelaki dan 5 perempuan. Saya perempuan paling kecil. Ketika saya mau keluar rumah, saya ditanya dan diberikan berbagai larangan. Salah satunya tidak boleh pulang malam. Ini nggak fair.

Anda pendiri sekaligus pengelola radio Hapsari. Radio apa ini?

Sejak tahun 1997 Hapsari mengelola siaran radio di Desa. Awalnya dibredel karena tidak punya izin siar. Saat itu Hapsari terus mengerjakan kampanye hak-hak perempuan melalui Radio. Kami membayar jam siar di stasiun radio lainnya di Sumatera Utara dengan pendanaan dari Yappika dan The Asia Foundation Jakarta.

Di sana saya mulai 2004. Radio ini awalnya bertujuan hanya menyediakan tempat untuk perempuan untuk bicara. Sebab perempuan tidak mempunyai tempat untuk bicara di publik. Perempuan tidak bebas berekspresi. Di radio ini, perempuan boleh bicara apa saja. Siaran kami di gelombang 107,7 FM.

Sebab radio adalah media yang efektif untuk menyebarluaskan informasi. Rata-rata di kampung mendengar radio dibanding TV. Maka kita berpikir untuk memberikan tempat bersuaara perempuan.

Kita ada pengalaman, ada perempuan yang cerita di radio kami. Dia menikah karena perjodohan. Akhirnya dia mendapat kekerasan dalam rumah tangga, dan diterlantarkan oleh suami. Tapi tetap perempua itu dalam posisi yang salah. Alasannya tidak mampu melayani suami.

Akhirnya, kami kasih tempat untuk siaran dengan nama disamarkan. Sayangnya waktu kami ingin melakukan advokasi, dia menghilang. Kami kehilangan jejak.

Bagaimana dampak korban KDRT bercerita dan siaran langsung?

Efek kita banyak memberikan informasi soal KDRT lewat radio, justru makin banyak laporan. Setiap hari pasti ada laporan. Banyak yang sadar kalau kasus kekerasan terhadap perempuan harus dilaporkan.

Tapi ketika perempuan tidak berdaya dari sisi ekonomi, ya sudah akhirnya perempuan itu menyerah tidak ingin pisah dengan suami. Karena merasa tidak mampu memberi makan anak. Itu yang menyulitkan kami melakukan advokasi.

Siapa yang mengadvoksi? Anda mempunyai tim hukum?

Tidak, kami-kami penyiar dan ibu-ibu rumah tangga anggota Hapsari yang bantu. Saya punya jaringan di kepolisian dan pengadilan agama. Sehingga tidak sulit untuk menyelesaikan masalah itu dari sisi hukum. Hanya saja korban sulit untuk memahami jika kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan harus ditindak.

Kita sarankan tetap cerai, di perempuan bisa tuntut harta gono-gini. Beberapa berhasil berani cerai. Perempuan yang bercerai itu bergabung dengan kami di kelompok pemberdayaan. Mereka mengelola usaha mikro.

Sejauhmana keterjangkauan radio ini?

Saat frekwensi masih menggunakan AM, radio bisa sampai menjangkau ke 2 kabupaten. Setelah pindah ke FM, maka lebih luas lagi. Tapi semakin sulit menjangkau mereka.

Tahun 2008, kami putuskan membuat radio berbasis komunitas saja. Radio ini siaran di 2 kecamatan dan 8 desa. Ini lebih efektif, nggak begitu jauh jika kami medatangi pendengar. Jika ada perempuan yang melaporkan kasus kekerasan, mudah kita datangi karena jaraknya dekat.

Begitu saya datang ke desa itu, saya banyak bicara dengan warga sana. Sehingga bisa terbongkar keadaan kasus kekerasan perempuan di sana.

Bagaimana cara radio mendapatkan dana segar untuk bertahan?

Radio komunitas tidak boleh menerima iklan komersil. Untuk mensiasati itu, kita libatkan komunitas. Kita tidak pernah bayar penyiar. Radio Hapsari hanya membayar staf. Ada 3 orang staf yang digaji tetap, termasuk saya. Yang setiap hari siaran adalah ibu-ibu.

Lalu, dari mana mendapatkan dana untuk pembiayaan tetap radio Hapsari?

Kita sering kerjasama dengan instansi lokal, seperti KPU yang sosialisasi pemilu. Selain itu juga kita terima kerjasama membuat kuis dengan perusahaan swasta, semisal Indofood yang menarget pasar ibu-ibu.

Gender menjadi isu yang masih sulit dicerna oleh masyarakat pedesaan, terutama kaum ibu. Bagaimana trik Anda agar mereka mengerti dengan mudah soal kesetaraan gender ini?

Kalau diskusi, saya membahas yang tak jauh-jauh dari ibu-ibu. Kita bicara soal keadaan rumah tangga. Saya mengatakan rumah tangga itu dibangun atas kesepakatan bersama.

Kita bicara soal pekerjaan antara suami dan istri. Dari diskusi itu, para ibu-ibu sepakat kalau pekerjaan rumah. seperti menyapu dan cuci piring bisa dilakukan oleh lelaki, bukan hanya perempuan saja.

Kodrat perempuan yang tidak bisa digantikan adalah hamil dan menyusui. Jadi kita mengajarkan yang ringan-ringan. Sejak itu mulai lah suami-suami mereka menyapu rumah.

Tapi ternyata ada juga para suami yang sudah melakukan pekerjaan–pekerjaan yang selama ini identik dengan perempuan. Tapi mereka tidak sadar sudah mendukung kesetaraan gender.

Sekarang lingkungan saya sudah mengerti soal kesetaraan gender. Bahkan anak saya main boneka dan masak-masakan, sudah tidak ada masalah. Sebelumnya itu dipermasalahkan karena dianggap tidak pantas anak lelaki mainkan mainan anak perempuan.

Apakah memungkinkan konsep menyadarkan kesetaraan gender Anda bisa diterapkan di daerah lain?

Saya rasa bisa. Persoalannya sama, perempuan sebagai kelas kedua. Tapi prosesnya sangat panjang, dimulai dengan diskusi kecil. Jadi pendekatan lebih personal.

Organisasi Hapsari selalu menempatkan anggotanya di satu kawasan terpencil dan melakukan pendekatan dengan warga berbulan-bulan. Hingga sampai dia diterima dan bisa bicara soal gender. Anggota kita membaur dengan warga sekitar.

Biografi lengkap Siti Khadijah

Siti Khadijah bekerja mengorganisir para petani dan buruh kebun di Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI) sejak tahun 1997. Perempuan kelahiran 13 Maret 1978 itu menghabiskan waktunya di dunia sosial dengan memberikan pemahaman soal gender.

Hapsari merupakan lulusan sarjana Sastra Inggris di Universitas Muslim Nusantara, Medan. Biaya kuliah Khadijah dibiayai oleh Hapsari. Dengan harapan setelah lulus, Khadijah menjadi jembatan Hapsari berhubungan dengan donor asing, seperti Duta Besar Kadana Febuari lalu.

Selain siaran, Khadijah juga mengajar diPendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk anak-anak buruh kebun di Kabupaten Deli Serdang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI