Suara.com - Insiden paspor ganda Archandra Tahar saat menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral membuat Sejarahwan Senior Mona Lohanda ‘gatal’ untuk menganalisa dari sisi sejarah. Menurut dia, ada peristiwa penting yang hilang dalam pengangkatan Arcandra.
Alasan Presiden Joko Widodo mengangkat Archandra menjadi Menteri ESDM karena sosok yang mumpuni untuk mengelola sumber daya alam Indonesia. Namun belakangan Jokowi dinilai ‘offside’ karena mengangkat seseorang berkewarganegaraan ganda menjadi menteri. Itu melanggar aturan Undang-Undang No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebab menteri harus WNI.
Namun Mona bertanya, apakah benar itu alasan Jokowi mengangkat Archandra? “Hanya Jokowi dan Archandra yang tahu jawabannya,” kata Mona.
Jawaban atas pertanyaan itu tidak berbekas untuk disimpan menjadi dokumen sejarah. Sebab tiap kali presiden mengangkat menteri, perbincangan keduanya berlangsung lewat telepon. Kalalu pun bertemu langsung, itu dilakukan dengan tertutup. Tidak ada catatan.
Perbincangan ‘rahasia’ itu lah yang disebut Mona sebagai peristiwa penting yang hilang. Lebih bagus kalau ada komunikasi tertulis antara keduanya, sehingga bisa dianalisa latarbelakang insiden itu terjadi.
Namun akhirnya Archandra dipecat dengan alasan kontroversi kewarganegaraan ganda itu. Pemecatan itu pun masih kontroversi. Sejumlah pengacara menggugat Keputusan Presiden tentang pengangkatan dan pemecatan Archandra sebagai menteri.
“Ini bisa tidak terjadi, kalau dia (Arcandra) jujur,” kata perempuan yang memutuskan tidak ingin mempunyai TV dan masih setia membaca koran itu.
Peristiwa kewarganegaraan ganda Archandra menjadi pelajaran untuk semua orang agar tidak menyepelekan bukti sejarah. Menutut Mona, sejarah bisa mengungkap semua hal di masa kini.
Parahnya, menurut dia era modern mengancam pendokumentasian bukti sejarah untuk disimpan. Teknologi digital membuat dokumentasi mudah terhapus. Arus informasi mudah terlupakan saking banyaknya yang hilir mudik di internet.
Menurut Mona, dokumentasi sejarah bisa mengungkap asal usul sebuah peristiwa. Lebih jauh, sejarah masa lalu bisa memperbaiki keadaan di masa depan.
Mona adalah peneliti senior di Indonesia yang banyak mengupas sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia. Terutama saat Indonesia dijajah oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Belanda. Dia satu-satunya sejarahwan yang hafal persis peristiwa penjajahan VOC lengkap dengan waktu dan nama-nama yang terlibat di peristiwa itu.
Karena keahliannya dalam sejarah penjajahan Belanda, Mona banyak melahirkan doktor sejarah saat dia menjadi peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Dia tak tahu pasti jumlah mahasiswa doktor yang dibantu.
Menurut Mona, sejarah masa lalu bisa mengungkap asal usul sebuah peristiwa. Dari yang dia teliti dari zaman penjajahan Belanda, terungkap berbagai kesalahan Indonesia sehingga bisa ‘mudah’ ditaklukan Belanda.
Dia ungkapkan itu semua dalam perbincangan sangat dengan suara.com pekan lalu di sebuah kafe di Serpong, Tangerang Selatan.
Apa saja kesalahan masa lalu Indonesia? Apa hubungannya dengan masa kini? Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Mona:
Dedikasih Anda di bidang sejarah Indonesia mendapat apresiasi publik. Tiga penghargaan yang Anda dapat adalah Nabil Award, Cendekiawan Berdedikasi, dan Bakrie Award. Mengapa Anda begitu mencintai sejarah?
Saya masuk sejarah secara tidak sengaja, niat saya masuk sastra Indonesia. SMA saya di SMA Negeri 1 Tangerang jurusan budaya. Waktu saya SMP juga jurusan bahasa. Tapi waktu SMA, guru memasukan saya di Paspal (juruan IPA sekarang). Tapi saya terus ngotot masuk budaya.
Saat saya kuliah, saya juga ingin masuk sastra Indonesia. Tapi di Universitas Indonesia, sastra belajar bahasa Arab dan Melayu. Rupanya saya iseng, masuk ke jurusan Sejarah di Fakultas Sastra.
Karena saya suka baca, maka saya masuk sejarah. Jika orang sejarah nggak suka baca maka pengetahuannya tidak akan banyak.
Ilmu sejarah didasarkan pada pengetahuan seluas-luasnya. Kalau tidak suka baca, sulit menjadi sejarahwan. Ilmu sejarah bisa masuk ke mana saja, mulai dari kedokteran sampai bangunan.
Makanya saya sering diajak dalam revatilisasi bangunan di Jakarta. Saat Fakultas Kedokteran ingin membut kurikulum, mereka perlu data sejarah dan datang ke saya.
Sejarah penting dipelajari, apa gunanya untuk masa kini?
Jika Anda tidak tahu latar belakang Anda dari mana, maka tidak tahu identitas Anda. Sebab orang Indonesia menelusuri identitas dari latar belakang etnis dan bahasa ibu. Problem kita, sekarang melupakan asal usul keluarga. Sebab pelajaran sejarah sempat terhenti lama dan orang kita tidak memperhatikan asal usul dari mana kita.
Ketika di luar negeri, kita akan ditanya identitas asal. Dari mana? Dari Indonesia. Indonesia mana? Jawa, Sumatera atau mana? Karena Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Satu contoh nyata, gejala pulang mudik saat Lebaran. Pemudik sebenarnya mencari akar keluarga. Mereka rela sengsara saat mudik, sampai meninggal di jala. Tapi tetap dipertahankan pulang kampung itu. Di bawah sadar, mereka mencari akar asal usul keluarga.
Tradisi ini ada di berbagai negara. Misalnya di Inggris menjelang Natal, kereta pasti penuh. Begitu juga orang Amerika Serikat. Bagusnya, itu perayaan agama tapi menjadi tradisi keluarga.
Jadi mudik itu tidak akan selesai ketika mereka mencari akar. Masalahnya ketika mereka tercabut dari akar asli dan pindah tempat tinggal, misal di Jakarta.
Buat saya, sejarah mempelajari akar sebuah negara. Kalau tidak mempelajari sejarah, maka kita akan gamang. Sebab dunia semakin seragam, karena era globalisasi seakan menyamakan kita semua.
Mulai dari makan sampai bahasa. Namun tidak bagus jika seragam, karena monoton dan membosankan. Makanya harus dicari akar identitasnya.
Sejauhmana kelengkapan data sejarah di Indonesia?
Tidak akan pernah lengkap, masih harus dicari dan dikumpulkan. Terutama di era digital, data cenderung cepat obsolete atau usang. Data sejarah masa lalu kebanyakan ditulis, jika dipelihara maka akan terus terjaga. Di era digital, data sejarah cepat hilang karena kebanyakan mudah dihapus.
Zaman penjajahan Belanda, ada profesi juru tulis yang menuliskan setiap laporan. Tulisan itu dikirimkan ke Belanda dengan kapal laut selama 6 bulan. Saat ini informasi didistribusikan bisa lewat telepon, tapi banyak info yang hilang karena tidak ditulisakan transkipsinya.
Ada satu peristiwa saat Presiden Soeharto jika ingin mengangkat menteri, semua orang menunggu telepon dari Cendana. Apa yang dibicarakan calon menteri dan Pak Harto, kita tidak tahu. Saat zaman Belanda, pengangkatan pejabat harus ditulis.
Sehingga sejarah mencatat peristiwa saat itu. Dalam banyak hal, komunikasi manusia yang baik adalah yang meninggalkan jejak dan langsung, termasuk tatap muka.
Anda mengusulkan dalam pengangkatan menteri harus tercatat, bukan hanya lewat telepon…
Bisa juga. Tapi kalau dengan surat, akan mudah bocor. Karena kalau Anda ingin tahu begitu menteri bermasalah setelah diagkat, sepeti Menteri ESDM Arcandra. Dia kasus kewarganegaraan double, kenapa waktu di Amerika terjadi seperti itu? Ini bisa tidak terjadi, kalau dia (Arcandra) jujur.
Kalau pesan saya, menterinya harus jujur. Mengenai alasan presiden angkat Arcandra, kan hanya presiden yang tahu. Kalau alasan tertulis hanya formalitas saja.
Teknologi banyak mendukung banyak, tapi jangan terlalu ketergantungan. Jangan sampai Anda diperbudak. Banyak naskah zaman sekarang kehilangan jejak sejarah. Sebab dengan penulisan dengan komputer, akan menghilangkan proses pembuatan sebuah naskah.
Berbeda saat zaman kemerdekaan, naskah apapun dibuat dulu dengan tangan, lalu Bung Karno (Presiden Soekarno) mencoret bagian-bagian yang harus diperbaiki. Setelah naskah dinyatakan benar, maka diketik. Coretan itu adalah bagian dari sejarah. Dalam sejarah yang diperlukan adalah proses.