Suara.com - Bicara soal gempa, sosok Danny Hilman Natawijaya sudah tidak asing. Ilmuan Geologi Gempa Bumi atau earthquake geologist Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mempunyai keahlian khusus yang tidak dimiliki ilmuan lain.
Danny merupakan doktor di bidang geologi kegempaan pertama di Indonesa, bahkan sampai saat ini masih satu-satunya. Keahliannya memitigasi kegempaan yang dihubungkan dengan bencana.
Saat ini Danny tengah menyusun peta gempa di Indonesia bersama beberapa orang dalam sebuah tim. Targetnya, akkhir 2017 data peta gempa itu akan diterbitkan di jurnal internasional. Dia mencatat banyak perubahan dalam peta jalur dan titik gempa di Indonesia.
Ditemui suara.com di ruang kerjanya di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung, Jawa Barat, lelaki yang pernah mendapatkan Sarwono Prawirohardjo Award 2005 dan Bakrie Award 2016 itu banyak bercerita soal peta gempa baru itu. Salah satunya jalur gempa yang mendekati Ibu Kota Jakarta.
Dalam wawancara itu, Danny menyebutkan Indonesia adalah supermarket bencana alam. Mulai dari gempa, longsor, sampai tsunami. Sementara kesadaran masyarakat atas bencana itu masih rendah. Khusus bencana gempa bumi, tidak banyak ahlinya.
Padahal ilmu geologi kegempaan sangat berguna di Indonesia. Salah satunya bisa mengungkapkan usia peradaban di Indonesia. Danny mempunyai hipotesa jika peradaban Indonesia paling tua di dunia, bahkan jauh lebih tua dari peradaban di Mesir.
Hal itu terungkap lewat penelitiannya di Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Danny dan beberapa peneliti menemukan struktur bangunan mirip piramida yang dibangun 13.000 sampai 26.000 sebelum masehi.
Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Danny Hilman pekan lalu:
Sejak kawan Anda mulai sadar Ilmu Kegempaan penting di Indonesia?
Sejak awal 1990 saya mulai mempelajari studi kegempaan, terutama daerah sesar atau jalur patahan di Sumatera. Lalu sampai berlanjut saat saya kuliah S3 di California Institute of Technology (Caltech) tahun 1995.
Sebenarnya, awalnya ada dilemma. Sebab S1 dan S2, saya mempelajari structural geology and tectonics. Saat itu di bidang minyak dan gas bumi, ahli structural geology and tectonics masih sedikit, saya cukup menguasai bidang itu. Bahkan saat itu ada tawaran S3 di Australia mempelajari tentang itu yang mengarah ke studi perminyakan.
Tahun 1990-an awal ilmu gempa bumi masih sangat asing, apalagi ilmu gempa bumi geologi. Banyak teman yang bertanya, ngapain mempelajari tentang gempa bumi. ‘Jualan’ gempa bumi kan nggak bisa, makanya kebanyakan orang masuk mempelajari geologi yang berhubungan dengan pengeboran minyak bumi.
Setelah itu saya bertemu dengan seorang profesor dari Caltech yang ahli soal geologi kegempaan di Yogyakarta. Setelah pertemuan itu, rupanya kami sama-sama meneliti soal jalur patahan di Sumatera. Akhirnya saya disarankan mengambil Ph.D di Caltech. Disertasi saya di bawah bimbingan dia. Di sana awal saya mempelajari geologi kegempaan, saya lulus tahun 2003.
Saya orang Indonesia pertama yang mempunyai gelar doktor di bidang geologi kegempaan. Sampai sekarang, baru saya doktor kegempaan di Indonesia. Tapi sekarang ada mahasiswa S3 yang tengah menyelesaikan doktor geologi kegemmpaan di Institut Teknologi Bandung (ITB), saya yang membimbing. Saja juga merintis studi S3 geologi kegempaan di ITB.
Apa pentingnya mempelajari geologi kegempaan sejauh itu di Indonesia?
Sebab Indonesia ini supermarket bencana, segala bencana ada di sini. Indonesia mempunyai dua faset, pertama mempunyai berbagai sumber daya alam. Mulai dari minyak bumi, gas, emas, dan banyak lagi. Di lain pihak Indonesia mempunyai banyak bencana.
Yang terbesar adalah gunung api dan gempa bumi. Jika dibandingkan dengan kawasan dunia lainnya, Indonesia banyak sekali jalur gempa bumi. Di Jepang sama dengan Indonesia, di sana ada ratusan ahli gempa bumi. Di bandingkan di Indonesia yang mempunyai banyak jalur gempa bumi, tapi mempunyai seorang ahli gempa bumi saja.
Sebab untuk melakukan program mitigasi bencana dengan baik dan mengurangi risiko bencana hingga minim, kita harus mempelajari juga sumber bencana itu. Termasuk gempa. Maka ilmu gempa bumi sangat penting di Indonesia.
Kenapa ahli kegempaan hanya Anda saja? Apakah tidak ada kesadaran dari para ilmuan untuk mempelajari gempa?
Pada umumnya, di kalangan ilmu kebumian masih berkonsentrasi ke bidang sumber daya alam yang mencari minyak, emas atau juga mineral lain. Sementara ahli kegempaannya sedikit. Misalnya di ahli kegunungapian, banyak yang sudah pensiun. Sampai saat ini bisa dibilang vakum. Jadi nasibnya tidak lebih baik dari ahli gempa bumi.
Kenapa kalangan ilmu geologi dekat sekali ke bidang sumber daya alam? Karena geologi yang mempelajari sumber daya alam dekat dengan kalangan mahasiswa ilmu kebumian.
Sebab untuk belajar geologi kebencaan maka harus mempelajari proses dan bentukan geologi muda yang usianya paling tua 1 juta tahun. Kalau mempelajari geologi sumber daya alam, maka akan mempelajari bentukan geologi yang usianya puluhan sampai ratusan juta tahun.
Jadi mahasiswa yang lulus, tidak ada yang terjun ke daerah kebencanaan. Sebab apa yang mereka pelajari beda. Kedua, alasan nilai ekonomi ketika memutuskan mengambil bidang geologi SDA. Mereka akan bekerja di perusahaan minyak dan pertambangan. Kalau di bidang kebencanaan sampai sekarang belum jelas ke mana mereka akan bekerja.
Sebenarnya bukan karena lapangan pekerjaannya sedikit, tapi kesadaran pemerintah dan masyarakat belum memakan ahli kebencanaannya.
Penemuan Gunung Padang juga menghebohkan karena Anda mengklaim bisa mengubah sejarah peradaban dunia. Anda mempunyai argument di piramida di sana dibangun saat zaman es. Apa kabar penelitian gunung padang sampai saat ini?
Saya ingin menjelaskan awal mula saya bergelut dengan penemuan Gunung Padang. Saya melihat ada satu bidang yang kosong di Indonesia, yaitu arkeogeologi atau geo arkeologi.
Kalau di luar negeri sangat berkembang pesat. Inti ilmu itu mengaplikasikan konsep geologi untuk mencari jejak peradaban masa lalu yang efeknya akan besar sekali, terutama di Indonesia.
Sebab Indonesia sumber bencana, segala bencana ada di sini. Sehingga hipotesa kami jejak leluhur nusantara tidak terlihat karena proses erosi dan pelapukan sangat tinggi. Seperti kena gempa, longsor sampai lahar gunung api.
Makanya banyak ditemukan bangunan di bawah endapan lahar gunung api. Jadi kalau tidak di lihat ke lapisan yang tertutup lapisan kegempaan itu, tidak akan ketemu. Karena selama ini metode arkeologi yang biasa diterapkan di Indonesia tidak menggunakan metode pencitraan bawah permukaan.
Mereka hanya menggali tanah yang dekat dengan permukaan. Itu pun tidak berdasarkan konsep pemetaan yang konprehensif. Mereka mulai menggali kalau ada laporan penemuan. Jadi tidak benar-benar eksploorasi.
Kedua, sebagai ahli geologi kebencanaan, saya melihat proses bencana alam ini bisa mengubur jejak leluhur kita. Kelihatannya bencana-bencana besar di masa lalu juga menghancurkan peradaban berulang-ulang.
Jadi beda dengan di Eropa yang mempunyai bencana sedikit, sehingga perkembangan sejarahnya sepertinya linier dan tidak terpotong dengan bencana.
Jadi di masa lalu, peradaban kita sudah berkembang, tapi hancur lagi. Dan kembali dari awal. Lalu tumbuh dan hancur kembali karena bencana. Begitu terus berulang.
Saya melihat proses kebencanaan di Indonesia sampai 20 ribu tahun ke belakang ada satu siklus bencana besar yang pernah menimpa nusantara di akhir di zaman pleistosen. Jadi kami meriset peradaban seperti itu yang saat itu mungkin sudah tumbuh pesat.
Sehingga sejarah Indonesia selalu mulai dari nol kembali. Sementara dunia mempelajari jejak sejaran Indonesia mulai dari 12 ribuan tahun lalu. Sebelum itu dianggap tidak ada populasi dan peradaban.
Terkait penelitian Gunung Padang, di balik itu ada satu konsep yang besar yang ingin kita angkat.
Awalnya ada ketidaksengajaan juga. Saat itu saya lagi meneliti jalur gempa di sana, jalur sesar Cimandiri. Saya punya daya yang detil, begitu saya periksa, bentuk bukit Gunung Padang itu aneh dari sisi anomali. Saya lihat jauh lebih muda dari landscape di sekitarnya.
Apalagi di atasnya ada situs. Kebetulan juga saya lagi mencoba peralatan georadar yang dibiasa dipakai untuk penelitian gempa. Begitu lihat hasilnya, terkejut juga, lihat di dalam gunung padang aneh, bukan terbentuk secara natural.
Setelah itu penelitian serius dilakukan. Secara singkat penelitian di sana sudah komprehensif dengan menerapkan berbagai bidang ilmu. Datanya juga falid.
Terakhir, apa yang ditemukan?
Banyak hal baru juga yang ditemukan. Sampai sekarang uji laboratorium banyak yang belum selesai. Dari pencitraan bawah permukaan dan pengeboran, sudah kita pastikan bebatuan di sana artificial, dan pembentukan batu disusun manusia.
Hasil penelitian Gunung Padang ini spektakuler dan tidak sesuai dengan sejarah manusia dunia, meski banyak yang kontroversi. Hasil penelitian ini harus dianggap serius dan didalami lebih lanjut.
Sejauhmana pendalaman penelitian Gunung Padang hingga bisa mengambil kesimpulan usia gunung tersebut?
Di hasilnya kita melihat situs Gunung Padang tidak dibangun dalam satu zaman atau peradaban, tetapi berkali-kali. Lapisan paling luar usianyanya 500-1000 tahun sebelum masehi. Lalu di bawahnya di kedalaman 1-5 meter usianya sekitar 5.000 sebelum masehi. Usia ini mengalahkan Piramiz Giza yang dibangun 2.500 sebelum masehi.
Sementara sejarah Indonesia dimulai 400 sebelum masehi, sebelumnya masih blank. Sebab sejarah Indonesia dimulai sejak prahindu, maka penelitian gunung Padang ini diharapkan akan memicu penelitian lebih dalam soal prahindu.
Kemudian di lapisan ketika di kedalaman 15 meter usianya sudah lebih dari 13.000 – 26.000 sebelum masehi. Kalau diadukan dengan sejarah dunia, 12.000 sebelum masehi itu belum ada perdaban sebeb baru di 12.000 sebelum masehi manusia belajar bercocok tanam. Meski terdengar mustahil, ini data yang diperiksa oleh lembaga dunia.
Anda tengah menyusun peta gempa terbaru. Seberapa besar perubahan jalur dan titik gempa di Indonesia?
Banyak yang berubah. Penelitian ini dilakukan sejak tahun 2015, diharapkan bisa selesai di akhir 2017. Perubahan titik gempa itu terjadi karena ada koreksi sumber gempa. Koreksi dari lokasi, karakter, maksimum kegempaan, dan banyak gempa-gempa baru yang dulunya nggak ada, sekarang ada gempa. Ada juga wilayah gempa yang dulunya rendah, sekarang tinggi atau tanda merah.
Di mana saja?
Misal Semarang, dulu 2010 belum dimasukan jalur gempa. Tapi sekarang ada jalur gempa yang persis melewati kota Semarang. Jawa Timur, di dekat Surabaya juga masuk jalur gempa.
Untuk Jakarta ada cukup perubahan juga, yang dulunya gempa maksimum di jalur suduksi Jawa hanya 8, sekarang naik sampai 8,5 rata-rata kekuatan Gempa. Begitu juga di Selat Sunda, jalur sesar Sumatera bertambah ke arah timur agak dekat dengan Jakarta.
Dengan bertambahnya jalur gempa, apa yang perlu diantisipasi oleh pemerintah dan masyarakat?
Mitigasi bencana sekarang sudah wajib dijalankan dengan adanya UU bencana. Sejak itu dibentuk BNPB dan BPBD, begitu pemetaan sumber bencana sampai menyadarkan masyarakat ke bencana. Saya pikir kita masih tahap belajar, masih banyak kekurangannya.
Keseriusan program mitigasi bencana nasional harus dilakukan dengan serius dan efektif. Karena yang paling sulit dalam mitigasi bencana ini adalah menghadapi ketidakpastian yang besar soal bencana itu.
Kelompok-kelompok yang meneliti sumber bencana dengan kelompok yang ada di pemerintah yang meneliti mitigasi bencana terjadi gap yang sangat besar.
Gap itu adalah komunikasi. Yang kita hasilkan soal sumber bencana tidak sampai ke program mitigasi bencana nasional. Saya harap kan dalam kebencanaan ini korupsinya harus ditekan, kepentingan politik harus ditekan, jadi benar-benar fokus untuk keselamatan manusia terhadap bencana ini.
Adakah contoh kasus gap itu?
Saya di Bandung sering meneliti sesar Lembang, kan ada jalur gempa yang melewati Kota Bandung. Ujung sesar itu berujung di jalur Kereta Api Cepat di kawasan Padalarang. Potensi gempa 6 sampaii 7, jika terjadi kerusakan di Kota Bandung akan sangat besar.
Kita sudah menelliti di sana, sudah cukup lama. Saat Pemda Bandung perlu informasi itu, mereka tidak pernah hubungan dengan kita. Dia malah kontrak konsultan lain yang mempunyai data ketinggalan jaman. Datanya di saya kan banyak sekali.
Saat ini juga tengah berlangsung pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Daerah yang dilewat kereta juga ada jalur patahan gempa. Apakah Anda bagian dari ahli yng dihubungi untuk memberikan pertimbangan proyek?
Saya terlibat dalam konsultasi proyek itu, saya pun memberikan data.
Bagaimana rekomendasi Anda?
Begini, kalau ada satu struktur atau proyek melewati jalur gempa, bukan berarti proyek itu tidak bisa berjalan. Kalau begitu caranya, Indonesia tidak bisa membangun apapun. Karena seluruh daerahnya dilewati jalur gempa.
Soal kereta api cepat ini, dia tidak persis melewati jalur gempa, tapi dipinggirannya. Jadi masih bisa menghindari dengan cara menggeser proyek ke arah timur. Atau misalnya tetap dibangun di jalur itu, maka harus dibangun dengan konstruksi khusus, agar keretanya tidak bergeser terlalu jauh kalau terjadi gempa.
Biografi singkat Danny Hilman
Danny menamatkan doktornya di California Intitute of Technology. Dia dikenal dunia lewat jurnal profesi geofisika paling bergengsi di tingkat internasional, yaitu Journal of Geophisical Research. Di jurnal itu makalahnya NeoTectonics of Sumatera Fault terbit tahun 2000 dan pada tahun 2004 di jurnal yang sama muncul karyanya yang berjudul Paleo Geodesy of the Sumatera Subduction Zone. Makalah itu merupakan hasil penelitian Danny dan Prof Dr Kerry Sieh, pembimbing doktornya di California Intitute of Technology.
Lewat penelitiannya itu, Danny dapat mengetahui pola-pola gempa di kawasan perairan barat Sumatera. Dia meneliti pergerakan lempeng dengan memasang antena Global Positioning System (GPS) di pulau-pulau itu dan pantai Sumatera Barat.
Sebagai ilmuan geologi gempa bumi, Danny sering dilibatkan dalam penanganan gempa bumi besar yag pernah terjadi di Indonesia. Semisal di Aceh dan Mentawai.