Cuaca semakin sulit diprediksi oleh masyarakat awam. Padahal dulu kita mengenal musim hujan datang di bulan berakhiran “ber”. Namun saat ini tidak. Bisa Anda jelaskan, mengapa bisa demikian?
Pernyataan bahwa tidak terprediksi, keliru. Itu terprediksi. Bahwa hujan itu tidak terjadi karena hanya berbelok saja, itu terprediksi.
Semisal tahun ini seharusnya puncak kemarau, tapi nyatanya basah. Sebelum itu kita memprediksi akan terjadi kemaru basah, kemarau tapi ada hujan. Itu terprediksi, karena data-datanya banyak. Kita juga kerjasama dengan badan meteorology dunia dengan anggota 193 negara.
BMKG menjadi presiden untuk wilayah Asia dan pasifik. Kemudahan itu menjadikan kita untuk mengembangkan diri. ini yang membuat kita melakukan prediksi itu.
Lalu mengapa kemarau menjadi basah? Di alam ini banyak fenomena yang membuat iklim di Indonesia seperti ini. La nina dan el nino itu ada di pasifik, jaraknya sangat jauh dari Indonesia. Tapi sangat terasa di Indonesia.
Kemudian di lautan India ada peristiwa Indian Ocean Dippole Mode. Itu terjadi Afrika Timur yang jaraknya jauh dari Indonesia. Tapi dampaknya begitu terasa di Indonesia. Tahun 1998 terjadi diapol mode positif yang dampaknya kekeringan di Indonesia dan el nino,, sampai terjadi kebakaran hutan. Itu juga terjadi pada tahun 2015.
Di awal tahun 2016 ini diawali dengan terjadi diapol negatif, la nina belum terjadi. Tapi ini sudah menjadikan hujan yang sangat besar, 17 Juni banjir dan Mei juga demikian. Faktor iklim juga terjadi karena suhu permukaan laut di Indonesia.
Itu yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia. Lebih dari itu, sekarang terjadi pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Ini yang mengubah jadwal hujan yang bergeser sedikit demi sedikit.
Sampai kapan iklim basah seperti ini terjadi?
Kalau iklim basah, tahun depan sudah selesai, bentuknya sepeti apa? Nanti dilihat lagi. Biasanya 6 bulan sebelumnya sudah terprediksi.
Bagaimana prediksi cuaca tahun depan?
Jika mengamati statistik peristiwa El Nino dan La Nina pada 50 tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa 75 persen El Nino kuat dapat diikuti oleh munculnya La Nina. Apakah fenomena La Nina Lemah tahun 2016 akan bertahan dan menambah basah wilayah Indonesia?
Berdasarkan Hasil monitoring dinamika atmosfer sampai dengan pertengahan Agustus 2016 menunjukkan indeks ENSO mencapai - 0.51 yang berkorelasi dengan intensitas La Nina dengan berkategori lemah. Sebagian besar lembaga internasional memprediksi terjadinya La Nina mulai Agustus, September, dan Oktober.
Musim hujan masuk lebih awal, Agustus 2016 sudah masuk sebagian. Desember nanti hujannya lebih banyak. Sampai Januari, potensi banjir harus diwaspadai.
Di era sosial media dan teknologi informasi ramalan cuaca menjadi hal penting. Bahkan ramalan cuaca tidak dilakukan sekali dalam sehari. Masyarakat butuh ramalan cuaca terkini, bahkan tiap jam. Bagaimana BMKG bisa menjawab tantangan ini?
Tingkat literasi masyarakat mengenai cuaca harus ditingkatkan. Caranya melalui lima pilar distiminasi cuaca dan iklim. Pertama, pemerintah seperti BMKG harus semakin banyak menginformasikan ini. Pemerintah daerah juga kami ajak, meski mereka belum tahu sekali soal cuaca.
Kedua, pihak swasta. Meski mereka jarang bicara soal iklim. Swasta mempunyai CSR 5 persen, Indonesia ini ‘supermarket bencana’, mereka harus sedikit berikan CSR untuk mereka. Jika mereka investasi 1 dolar AS, pasti banyak yang terselamatkan. Investasi 1 dolar, yang bisa diselamatkan 10 dolar.
Ketiga, dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Mereka mempunyai metodologi. Indonesia ini negara unik. Sementara modal metedologi yang mereka pakai dari Amerika Serikat dan juga Australia. Jika diterapkan di Indonesia, tidak bisa.
Karena iklim di Indonesia ini sangat unik. Jadi rumus cuaca di Indonesia harus khusus sekali, harus menciptakan rumus sendiri. Selain itu wilayah Indonesia sangat luas, tapi selalu dibadingkan dengan Singapura. Saya mengatakan, Singapura mempunyai 1 radar saja sudah beres. Indonesia persis seperti kumpulan 28 negara di Eropa.
Indonesia sudah mempunyai 40 radar, belum cukup. Karena sebagian besar laut, interaksi antara laut dan atmosfer berpengaruh kepada cuaca. Nah, perguruan tinggi perlu melakukan riset itu.
Keempat, masyarakat harus belajar tentang iklim. Sebagai supermarket bencana, masyarakat Indonesia harus pelajari gejala iklim. Saat ini masyarakat sudah belajar soal tsunami dan hal-hal kecil untuk mencegah banjir.
Kelima, media bagamana pun juga bisa membahasakan bahasa ilmiah yang dikeluarkan oleh BMKG. Informasi rumit itu disampaikan dengan sederhana ke masyarakat. Media menjadi ujung tombak. Salah satu yang membuat informasi BMKG terdengar, itu karena media. Saya mengapresiasi media yang memegang peranan penting BMKG sebagai lembaga teknis ke masyarakat.
Masyarakat itu semakin pintar, dengan pakai teknologi media sosial. Nanti 25 Agustus BMKG launching aplikasi prakiraan cuaca di Apple dan Android. Namanya Info BMKG. Nanti diluncurkan dalam rangka Hari Meteorologi, klimatologi dan geofisika nasional ke-69.
Di dalam aplikasi ada informasi cuaca, kualitas udara dan gempa bumi. Informasi ini update cuaca secara realtime. Prediksi cuaca sampai 3 hari ke depan.
Sebenarnya sebagian masyarakat sudah manfaatkan twitter kita yang followernya sampai 2,5 juta orang. Bahkan di Facebook juga ada.
Apa tantangan BMKG ke depan?
Salah satunya, semakin pinternya masyarakat, mereka butuh informasi hal-hal yang berkaitan dengan iklim dan cuaca. Di bidang transportasi, kita hanya bicara soal penerbangan.
Tapi tidak hanya penerbangan. Transportasi laut juga sangat sensitive, masyarakat butuh informasi gelombang tinggi. Selain itu informasi cuaca di lalu lintas darat.
Ke depan Indonesia mempunyai kereta api cepat, jika hujan deras sekali akan membahayakan perjalanan. Sehingga ketepatan dan keakuratan dari data iklim harus diinformasikan dengan cepat.
Kedua, proses pemanasan global tidak bisa dihindarkan. Kita harus mempunyai radar agar informasi cepat. BMKG harus punya high performance computing, selain itu harus mempunyai big data. Tuntutan itu real.
Biografi singkat Andi Eka Sakya
Selain menjadi Kepala BMKG, saat ini DR. Andi Eka Sakya, M.Eng menjabat sebagai Presiden WMO (World Meteorological Organisasi) RA (Regional Association) V sampai 2018. Andi lahir 4 September 1957. Andi bekerja sebagai peneliti teknik penerbangan selama 15 tahun.
Sejak lulus kuliah di Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung, Andi bekerja sebagai peneliti bidang komputasional dinamika fluida di Laboratorium Aero-Gasdinamika dan Getara (LAGG), BPPT. Tugasnya memeriksa karakteristik take off dan landing pesawat. Sementara gelar master dan doktornya dia tempuh di Departemen Aeronautical Engineering, Nagoya University, Jepang.