Suara.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya disematkan Bintang Jasa Utama oleh Presiden Joko Widodo pekan lalu. Penghargaan ini tidak main-main.
Bintang ini adalah bintang medali sipil yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia, dengan derajat setingkat di bawah Bintang Mahaputra. Bintang ini dikeluarkan dan diberikan kepada mereka yang berjasa luar biasa terhadap nusa dan bangsa pada bidang atau peristiwa atau hal tertentu di luar bidang militer.
Khusus Andi, bintang ini diberikan karena gagasannya soal open data policy yang diterapkan di BMKG. BMKG membuka data-data tentang cuaca, gelombang tinggi sampai kegempaan ke publik. Publik bisa mengakses dengan mudah data-data tentang iklim.
Data cuaca dibuka luas dan bebas untuk membuat masyarakat di Indonesia sadar akan iklim dan kebencanaan. Sebab Indonesia sebagai kawasan rawan bencana.
“Indonesia ini supermarket bencana. Jadi masyarakat harus paham,” kata lelaki berkumis itu saat ditemui suara.com di ruang santai sebelahh ruang kerjanya.
Sambil menyeruput teh lemon, Andi beberapa kali menekankan soal literasi atau pengetahuan cuaca di masyarakat umum harus ditingkatkan. Salah satunya peran media sosial dan media massa. Selama ini BMKG memanfaatkan era digital dan media sosial untuk mengumumkan prakiraan cuaca.
Berbeda di tahun 90-an dan awal 2000, informasi cuaca disiarkan di TV saban 2 kali sehari, pagi dan sore. Namun sekarang masyarakat menuntut prakiraan cuaca diinformasikan detil dan lebih update.
Bagaimana BMKG menjawab tantangan ini? Simak wawancara suara.com pekan lalu dengan Andi Eka Sakya dalam suasana santai di sore hari.
Sebelumnya selamat atas penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari Pak Jokowi. Apa makna penghargaan ini untuk Anda dan BMKG?
Kalau saya yang mendapatkan bintang, nggak juga. Karena saya hanya mewakilkan BMKG. Latar belakang saya sebagai peneliti teknik penerbangan, jadi saya nggak tahu sama sekali soal meteorology, klimatologi dan geofisika. Kebetulan saja saya ditugaskan ke sini sejak tahun 2013.
Sejak saya di sini, teman-teman BMKG sudah sangat maju sekali. Sehingga penghargaan kemarin, penghargaan BMKG secara keseluruhan.
Terutama untuk teman-teman di ujung tombak. Karena prakiraan cuaca dan awal musim mereka yang dilakukan. Terutama mereka yang ada di teknis. Jadi sebetulnya hasil kinerja yang melahirkan Bintang Jasa Utama itu adalah kawan-kawan BMKG.
Saya bukan orang BMKG, saya orang BPPT.
Latar belakang saya tidak sama sekali menyentuh soal BMKG. Kalau ada persoalan tsunami, saya akan memanggil orang (ahli) tsunami. Jumlah karyawan BMKG 5.000 di seluruh Indonesia, nggak mungkin mereka datang ke Istana Negara untuk dapat bintang ini. Makanya saya sebagai wakilnya. Saya bangga merasa dipercaya.
Anda dan BMKG mendapatkan tanda kehormatan itu karena berjasa besar dalam bidang pelayanan BMKG dengan menggagas open data policy. Bisa diceritakan apa yang Anda lakukan?
Sebetulnya data adalah aset utama kita, karena informasi yang kita berikan kepada masyarakat yang cepat, tepat, akurat, luas tersebar dan dipahami.
Kalau kita bicara mengenai cepat, bisa difasilitasi oleh teknologi. Akurat dan tepat bicara soal teknologi dan metodologi. Kecepatan dibangun oleh data yang reliable, handal dan akurat. Ini basisnya peralatan. Dalam proses pengamatan ada satu rumus, semakin rapat maka semakin akurat.
Di balik itu, semua masyarakat juga berkembang. Mereka yang melakukan penelitian dan kajian terhadap sektor yang berkaitan dengan cuaca dan iklim. Misal saat ini yang paling dekat adalah pertanian. Ada juga sektor perhubungan yang berhubungan dengan penerbangan. Turis juga berkepentingan dari sisi pariwisata.
Kemudian untuk membangun kapasitas, atau national capacity on weather climate and quake, itu bisa dibangun kalau datanya terakses dan mudah diakses.
Di tataran masyarakat hasil data yang BMKG peroleh ini dari hasil masyarakat yang membayar pajak, kemudian kita gunakan untuk membangun infrastruktur. Kebetulan, di dunia juga lagi menyepakati open data policy. Jadi masyarakat boleh akses, walau pun informasi yang mereka dapatkan harus diproses.
Namun dalam konteks akses, mereka boleh. Karena itu meningkatkan kapasitas nasional cuaca, iklim dan gempa bumi. Akses ini lah yang saat ini kita buka. Jadi data BMKG bisa diakses dari mana pun dan kapan pun. Itu sudah kita mulai sejak 2013 kemarin.
Kenapa baru tahun 2013 open data ini dilakukan?
Ini kesadaran kita saja, karena dulu peneliti di universitas juga kesulitan untuk bisa mengakses data. Kesulitan ini dalam konteks jarak. Mereka juga kesulitan dalam mengakses database karena data mengenai iklim itu 30 sampai 100 tahun yang lalu. Siapa yang punya? Datanya begitu banyak.
Saat ini kalau data bersifat tertutup maka tidak meningkatkan kecerdasan rakyat. Dengan perkembangan teknologi, informasi berbasis 3 hal. Yaitu instrumented intelligent dan interconnected. Masyarakat Indonesia sudah pintar, kemampuan analisisnya harus di-back up, dan tuntutannya harus dipenuhi.
Di balik itu semua berkembang teknologi high performance computing, cloud computing, big data dan media social. Ini semua menghendaki open data policy. Kalau data tidak terbuka, maka tidak akan bisa dilakukan semua itu. Karena semua negara sudah melakukan. BMKG sudah membuka data 100 persen untuk publik.